KABARBURSA.COM – PT Unilever Indonesia Tbk mencatat kinerja negatif pada sahamnya dalam sepekan terakhir, melemah 1,37 persen ke level Rp1.435 per saham.
Dalam periode tersebut, volume perdagangan saham UNVR mencapai 13,35 juta lembar saham, sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata volume mingguan yang berada di 12,98 juta lembar saham.
Pada Senin, 10 Februari 2025, saham UNVR sempat menguat ke Rp1.540. Namun, meningkatnya tekanan jual membuat harga anjlok hingga di bawah Rp1.320 pada Kamis, 13 Februari 2025.
Per Jumat, 14 Februari 2025, saham UNVR berhasil rebound menuju level Rp1.435 per lembar saham.
Tampaknya kenaikan harga saham pada hari ini dipicu rilis laporan keuangan tahunan full year 2024 yang dirilis kemarin, Kamis, 13 Februari 2025.
Rilis Laporan Keuangan Unilever
Unilever Indonesia hanya membukukan laba bersih Rp359 miliar pada kuartal IV 2024, menurun 41 persen year on year (yoy) dan 34 persen quarter on quarter (qoq). Hasilnya, net profit sepanjang tahun 2024 hanya mencapai Rp3,4 triliun, lebih rendah 30 persen yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp4,80 triliun.
Total pendapatan tahun 2024 sebesar Rp35,1 triliun, turun 9,1 persen dari Rp38,6 triliun pada tahun sebelumnya. Pelemahan ini disebabkan oleh tekanan daya beli konsumen dan persaingan ketat di industri FMCG (Fast Moving Consumer Goods).
Laba kotor UNVR turun 13 persen menjadi Rp16,7 triliun dibandingkan Rp19,2 triliun pada 2023. Hal ini mengindikasikan meningkatnya tekanan biaya produksi.
EBITDA UNVR turun 26,4 persen menjadi Rp5,3 triliun, yang mencerminkan meningkatnya beban operasional serta margin yang semakin tergerus.
Di samping itu, Debt to Equity Ratio (DER) Unilever Indonesia pada 2024 tercatat sebesar 647 persen, yang menunjukkan bahwa total liabilitas perusahaan jauh lebih besar dibandingkan ekuitasnya. Perhitungan ini diperoleh dari total liabilitas sebesar Rp13,90 triliun dibandingkan dengan total ekuitas yang hanya mencapai Rp2,15 triliun.
Rasio yang tinggi ini mencerminkan ketergantungan perusahaan terhadap utang dalam struktur modalnya, yang dapat meningkatkan risiko keuangan, terutama dalam kondisi ekonomi yang menekan daya beli konsumen seperti saat ini.
Jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan dan efisiensi operasional, tingkat utang yang tinggi berpotensi membebani arus kas dan profitabilitas perusahaan di masa mendatang.
Namun demikian, dalam laporan keterbukaan informasi pada 13 Februari 2025 yang ditandatangani oleh Presiden Direktur Unilever Indonesia, Benjie Yap, dan Direktur Vivek Agarwal, perseroan mencatat total piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp1,79 triliun, lebih rendah dibandingkan posisi pada 2023 yang mencapai Rp2,23 triliun.
"Dari jumlah tersebut, perseroan telah mengalokasikan provisi sebesar Rp1,08 miliar, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp3,65 miliar," tulis laporan tersebut dikutip Jumat, 14 Februari 2025.
Unilever juga melaporkan adanya piutang usaha yang telah melewati jatuh tempo. Per 31 Desember 2024, piutang yang terlambat hingga 30 hari tercatat sebesar Rp20,18 miliar, menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp38,63 miliar. Provisi untuk piutang yang jatuh tempo dalam kategori ini mencapai Rp205 juta, lebih rendah dari Rp1,69 miliar pada 2023.
Sementara itu, piutang usaha yang telah lewat jatuh tempo lebih dari 30 hari tercatat sebesar Rp234,97 miliar, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp297,78 miliar. Untuk mengantisipasi risiko piutang yang berpotensi tidak tertagih, Unilever telah membentuk provisi sebesar Rp172,92 miliar, turun dari Rp219,45 miliar di tahun sebelumnya.
Total provisi (biaya) atas kerugian penurunan nilai piutang usaha hingga akhir 2024 mencapai Rp174,21 miliar, lebih kecil dibandingkan Rp224,79 miliar pada tahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp146,66 miliar berasal dari piutang usaha yang dikategorikan sebagai aset keuangan dengan risiko kredit memburuk, di mana jumlah tersebut telah sepenuhnya dibiayakan untuk menutupi potensi kerugian.
Manajemen Unilever menyatakan bahwa eksposur maksimum atas risiko kredit pada laporan keuangan berada pada jumlah tercatat dari setiap kategori piutang usaha.
Berdasarkan hasil penelaahan terhadap status masing-masing piutang usaha, mereka mengaku yakin bahwa provisi yang telah dialokasikan cukup untuk menutupi potensi kerugian akibat piutang yang tidak tertagih.
Prospek Unilever ke Depan
Investment Analyst Lead Stockbit Edi Chandren mengatakan, manajemen UNVR mengekspektasikan bahwa program pembenahan masih akan berlangsung pada semester I 2025 sehingga kinerja perseroan masih akan terbebani meski dengan dampak tidak sebesar yang dirasakan pada kuartal IV 2024.
"Hasil positif dari pembenahan ini diharapkan mulai akan terlihat pada semester II 2025, ujar Edi, melalui laporan di Jakarta, Jumat, 14 Februari 2025.
"Kami melihat ekspektasi bahwa kinerja terburuk telah terlewati pada triwulan IV 2024 dan ke depannya akan membaik sebagai hal yang direspons positif oleh market," sambungnya.
Edi menekankan, progres dari program pembenahan ini menjadi hal yang perlu dicermati dan dipantau oleh investor, mengingat akan menjadi faktor kunci yang menentukan pemulihan harga saham UNVR. (*)