KABARBURSA.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerbitkan sertifikasi cara budi daya ikan yang baik (CBIB) untuk setiap kegiatan budi daya di Indonesia, termasuk budi daya lobster. Langkah ini bertujuan untuk memastikan mutu lobster hasil budi daya dan mendukung Indonesia sebagai bagian dari rantai pasok global lobster di masa depan.
"Di sektor budi daya, kami berkolaborasi dengan Ditjen Perikanan Budi Daya (DJPB) untuk melaksanakan sertifikasi CBIB di lokasi-lokasi budi daya lobster," ungkap Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP) KKP Ishartini.
Sertifikasi CBIB diperlukan untuk menjamin bahwa kegiatan budi daya lobster di Indonesia mematuhi standar global, termasuk aspek ketertelusuran dan mutu benih, infrastruktur budi daya, serta pakan yang digunakan. Melalui sertifikasi ini, diharapkan peluang ekspor lobster hasil budi daya Indonesia dapat meningkat, sejalan dengan upaya mencapai target Indonesia sebagai pemasok lobster global.
"Kami telah menetapkan standar CBIB beserta petunjuk teknisnya. Unit pelaksana teknis (UPT) di setiap provinsi, seperti di NTB, akan bertanggung jawab atas sertifikasi CBIB untuk budi daya lobster," jelas Ishartini dalam keterangan yang dilansir pada Selasa, 18 Juni 2024.
Sementara itu, Woro NES, Kepala Pusat Standardisasi Sistem dan Kepatuhan BPPMHKP KKP, menambahkan bahwa pihaknya bersama DJPB KKP juga telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mutu benih bening lobster (BBL). SNI ini akan menjadi acuan dalam menjamin mutu benih lobster yang dibudidayakan.
KKP juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 07 Tahun 2024 sebagai panduan pengelolaan lobster. Peraturan ini memungkinkan penggunaan BBL untuk kegiatan budi daya baik di dalam maupun di luar negeri. Namun, untuk budi daya di luar negeri, terdapat persyaratan ketat, di antaranya investor dari luar negeri harus terlebih dahulu melakukan budi daya lobster di Indonesia.
Perluas Pasar ke Eropa
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP) tengah berupaya meningkatkan jumlah pelaku usaha yang dapat melakukan ekspor hasil perikanan ke Uni Eropa (UE).
Meskipun UE merupakan pasar ekspor yang potensial, pangsa pasar Indonesia di sana masih tergolong kecil. Saat ini, hanya 176 perusahaan/unit pengolahan ikan (UPI) yang memiliki nomor registrasi ekspor (approval numbers) untuk dapat memasok produk perikanan ke UE.
Ishartini, Kepala BPPMHKP, menjelaskan bahwa program jangka pendek BPPMHKP saat ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah perusahaan yang memperoleh approval numbers untuk pasar UE.
"Saat ini baru 176 perusahaan/UPI yang memiliki approval numbers ke UE, dan angka ini tidak bertambah sejak 2017," ujarnya.
"Dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis (13/06/2024), Ishartini menyatakan bahwa UE menerapkan persyaratan yang ketat terhadap produk perikanan yang masuk. Meskipun demikian, tingkat penolakan ekspor produk perikanan Indonesia ke UE relatif rendah, yaitu kurang dari satu persen, sebagian besar dikarenakan kadar logam berat yang melebihi batas yang diizinkan," tambahnya.
"Mengenai mutu, perusahaan/unit pengolahan ikan (UPI) di Indonesia telah memenuhi standar yang diperlukan. Namun, UE juga mensyaratkan ketertelusuran (traceability) dari tahap awal hingga akhir produksi, termasuk asal bahan baku, distribusi oleh supplier bersertifikat, dan pengolahan oleh UPI yang telah bersertifikat," jelas Ishartini.
Ia juga menambahkan harapannya bahwa dalam waktu dekat, BPPMHKP dapat memberikan laporan kepada otoritas kompeten di UE, Direktorat Jenderal Kesehatan dan Keamanan Pangan (DG Sante), mengenai berbagai perbaikan yang telah dilakukan dalam sektor perikanan Indonesia.
"Dengan demikian, kami berharap dapat meningkatkan volume ekspor perikanan Indonesia ke UE dengan menambah jumlah perusahaan atau UPI yang memenuhi syarat untuk mengekspor ke kawasan tersebut," pungkasnya.
Udang telah mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin ekspor Indonesia dalam sektor perikanan. Sepanjang tahun 2023, udang menonjol sebagai kontributor terbesar, menyumbang sebanyak 30,7 persen dari total nilai ekspor.
“Udang dengan nilai mencapai USD1,73 miliar berkontribusi sebesar 30,7 persen terhadap total nilai ekspor,” ungkap Doni Ismanto, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik.
Udang kemudian disusul oleh tuna-cakalang-tongkol dengan nilai USD927,13 juta (16,5 persen), cumi-sotong-gurita dengan nilai USD762,59 juta (13,5 persen), rajungan-kepiting dengan nilai USD447,65 juta (7,9 persen), rumput laut dengan nilai USD433,72 juta (7,7 persen), mutiara dengan nilai USD112,90 juta (2,0 persen), dan tilapia dengan nilai USD81,77 juta (1,5 persen).
Doni menambahkan bahwa beberapa negara menjadi tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia, dengan Amerika Serikat (AS) sebagai pasar terbesar saat ini.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.