Logo
>

Konsumsi Rokok Meningkat Kalangan Anak dan Remaja Indonesia

Ditulis oleh Dian Finka
Konsumsi Rokok Meningkat Kalangan Anak dan Remaja Indonesia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Tingginya konsumsi rokok di Indonesia telah menyebabkan peningkatan kasus penyakit yang berkaitan dengan tembakau, yang umumnya termasuk dalam kategori Penyakit Tidak Menular.

    Data menunjukkan adanya peningkatan prevalensi perokok di kalangan anak-anak dan remaja, menyoroti urgensi penanganan masalah ini.

    Direktur Program IISD, Ahmad Fanani, mengatakan Ketergantungan Indonesia pada adiksi tembakau ada pada titik mencemaskan. Profil Statistik Pemuda 2022 menyebutkan adanya alarming rate, yaitu sebanyak 77,5 persen anak muda laki-laki mencoba merokok (Statistik Pemuda Indonesai, 2022).

    Produksi rokok di Indonesia meningkat signifikan, lebih dari 100 miliar batang dalam 17 tahun, dari sekira 222 miliar batang pada tahun 2005 menjadi 323,88 miliar batang pada tahun 2022 (Outlook Industri Tembakau, 2023).

    Meskipun sudah banyak bukti yang menunjukkan dampak negatif tembakau, industri rokok terus menggunakan berbagai strategi pemasaran untuk menarik konsumen baru, khususnya anak-anak dan remaja.

    Iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media dan acara publik menciptakan citra positif tentang merokok dan menggoda generasi muda untuk mencoba dan akhirnya menjadi perokok.

    Larangan iklan rokok dan sponsorship diatur untuk mengurangi promosi terhadap pengendalian tembakau di Indonesia yang dapat mempengaruhi masyarakat, terutama kelompok yang rentan seperti anakanak dan remaja.

    Namun, kenyataannya, langkah ini belum menunjukkan pengaruh yang signifikan.Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), terjadi peningkatan prevalensi perokok pada usia 10-18 tahun, dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2019. Perokok pemula meningkat dari tahun 2017 ke 2019 dari 9,6 persen menjadi 23,1 persen, dan usia 15-19 meningkat 140 persen dari 36,3 persen menjadi 52,1 persen.

    Meskipun pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengendalikan konsumsi tembakau, namun masih terdapat tantangan dalam implementasinya. Industri rokok terus menggunakan berbagai strategi pemasaran untuk menarik konsumen baru, termasuk di antaranya anak-anak dan remaja.

    Kebijakan tersebut secara legal berbasis pada Undang-Undang Kesehatan 36 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau.

    Adapun peraturan yang dibuat antara lain mengatur penerapan Peringatan Kesehatan Bergambar, Penetapan Cukai, Pengendalian Iklan, Promosi, dan Sponsor, dan Penerapan Kawasan Khusus Tanpa Rokok (KTR).

    Pada 2023, seiring dengan penggabungan regulasi bidang Kesehatan menjadi UU Omnibus Kesehatan nomor 17 tahun 2023, rezim pengendalian tembakau mengalami perubahan. Detail pengaturan rezim baru tersebut masih menunggu pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan dari UU tersebut.

    Dengan demikian, pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok menjadi langkah krusial dalam upaya mengurangi promosi terhadap penggunaan tembakau, terutama di kalangan rentan seperti anak-anak dan remaja. Namun, efektivitas langkah ini masih belum optimal, dan diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menangani permasalahan ini.

    Usulan Cukai Rokok

    Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Andreas Eddy Susetyo, mengusulkan agar pemerintahan Prabowo Subianto merancang kenaikan tarif cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) untuk lima tahun ke depan. Usulan ini muncul sebagai tanggapan atas kebijakan multi-years pemerintah yang sebelumnya menetapkan kenaikan tarif CHT rata-rata 10 persen untuk periode 2023 dan 2024.

    Andreas menyatakan bahwa perancangan tarif cukai rokok untuk periode satu tahun, khususnya pada 2025, penting sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) transisi dari pemerintahan Presiden Joko Widodo ke pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.

    “Jadi kalau kita tetapkan sekarang, nanti kan kebijakan fiskal ke depan dari pemerintah yang baru kita belum tahu juga. Kalau menurut saya, ya kita tentukan dulu sesuai dengan range yang ada untuk 1 tahun,” katanya, Selasa.

    Lebih lanjut, Andreas mengusulkan agar pemerintahan baru merancang kenaikan tarif CHT untuk jangka waktu lima tahun. Menurutnya, hal ini diperlukan guna memberikan kepastian kepada para pelaku industri tembakau dalam merancang rencana bisnis jangka menengah.

    “Presiden yang baru (Prabowo Subianto) perlu membuat satu range misalkan katakanlah proyeksi selama lima tahun, sehingga itu bisa menjadi pegangan industri untuk mau meningkatkan kapasitas atau meningkatkan investasi,” tutur Andreas.

    Kebijakan Baru CHT

    Pemerintah sebelumnya menerbitkan peraturan terkait kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2023. Dilansir dari laman Sekretariat Negara, kenaikan tarif cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi maupun produksi rokok. Kenaikan itu turut mendongkrak nilai penyaluran DBH CHT menjadi 3 persen atau Rp 5,47 triliun pada 2023, meningkat sekitar 39,4 persen dari DBH CHT tahun 2022 yang masih menggunakan alokasi 2 persen.

    Namun, Kementerian Keuangan kemudian menurunkan DBH CHT pada 2024 menjadi sebesar Rp 4,9 triliun. Angka ini mengalami penurunan sebesar 9,26 persen dibandingkan alokasi tahun sebelumnya. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan penurunan DBH cukai hasil tembakau ini disebabkan oleh penurunan penerimaan cukai hasil tembakau pada 2023 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2024, Provinsi Jawa Timur adalah wilayah dengan penerima DBH CHT tertinggi, yakni sebesar Rp 2,77 triliun. Hal ini tak lepas karena daerah tersebut merupakan sentra penghasil tembakau terbesar di indonesia. (ian/prm)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.