KABARBURSA.COM - PT PP (Persero) Tbk alias PTPP lagi gaspol di awal 2025. Kontrak baru tembus Rp6,275 triliun per Maret, naik 32 persen dibanding kuartal pertama tahun lalu.
Bahkan capaian ini udah 151 persen dari target kuartal I 2025 mereka sendiri. Kalau ini lomba lari, PTPP baru masuk kuartal pertama tapi udah ngebut ngalahin garis tengah.
Tetapi, pertanyaan dasarnya masih tetap: apakah kontrak jumbo bakal menjadi laba bersih yang jumbo pula? Ini akan turun menjadi cuan besar buat para investor.
Nilai kontrak memang penting, tapi eksekusinya lah yang menentukan. Apakah proyek ini bisa dieksekusi tepat waktu, efisien, dan dengan margin yang sehat?
Kalau iya, maka efeknya akan terlihat di pendapatan (revenue recognition) dan margin laba bersih dalam beberapa kuartal ke depan. Kalau tidak? Bisa-bisa kontrak cuma jadi angka di kertas, tanpa menyumbang profit nyata.
Komposisi proyek PTPP saat ini 52,1 persen dari badan usaha milik negara (BUMN), 28,6 persen swasta, dan 19,3 persen dari pemerintah. Ini kombinasi cukup solid, tapi proyek dari sektor BUMN dan pemerintah sering kali punya tantangan: pencairan dana yang lambat atau proses administrasi yang panjang. Ini bisa delay arus kas.
Kalau PTPP bisa jaga cashflow tetap sehat di tengah ekspansi kontrak ini, maka prospek labanya makin kinclong.
Jika me-recall sedikit, pada 2024, PTPP mencatatkan pendapatan sebesar Rp19,81 triliun, mengalami penurunan tipis sekitar 1 persen dibandingkan tahun 2023 yang mencapai Rp20 triliun. Meskipun pendapatan menurun, laba kotor perusahaan meningkat 8,3 persen menjadi Rp2,63 triliun, dengan margin laba kotor naik menjadi 13,1 persen.
Namun, laba bersih perusahaan menurun sebesar 13,65 persen menjadi Rp415,65 miliar dari Rp481,37 miliar pada tahun sebelumnya. Penurunan ini juga tercermin pada laba per saham yang turun dari Rp78 menjadi Rp67 per saham.
Per akhir 2024, PTPP memiliki kas dan setara kas sebesar Rp4,18 triliun, naik tipis 0,20 persen dari posisi sebelumnya sebesar Rp4,17 triliun.
Proyek Jumbo, Potensi Margin Lebih Besar
Proyek New Priok East Access (NPEA) Seksi II senilai Rp2,33 triliun adalah satu proyek pelabuhan raksasa yang masuk ke buku Maret lalu. Proyek-proyek infrastruktur seperti ini biasanya punya margin lebih tipis dibanding proyek gedung komersial.
Tapi kalau efisiensi PTPP membaik, bisa jadi sumber margin tambahan dan efek leverage di laba bersih.
Sebagai proyek infrastruktur pelabuhan berskala besar, NPEA Seksi II memiliki potensi signifikan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.
Secara umum, proyek infrastruktur seperti pelabuhan cenderung memiliki margin laba kotor yang lebih rendah dibandingkan proyek gedung komersial. Namun, PTPP telah menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan margin yang kompetitif.
Pada paruh pertama tahun 2023, PTPP mencatat margin laba kotor sebesar 14,2 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata margin perusahaan sejenis yang berada di angka 9,5 persen. Hal ini menunjukkan efisiensi operasional yang baik dan kemampuan perusahaan dalam mengelola proyek-proyek besar dengan efektif.
Keberhasilan dalam mengeksekusi proyek NPEA Seksi II dengan efisien dapat memberikan efek leverage positif terhadap laba bersih PTPP. Dengan menjaga efisiensi dan mengoptimalkan manajemen proyek, perusahaan berpotensi meningkatkan margin keuntungan meskipun menghadapi tantangan umum dalam proyek infrastruktur.
Selain itu, keberhasilan proyek ini dapat memperkuat reputasi PTPP sebagai kontraktor andal dalam proyek-proyek besar, membuka peluang untuk memperoleh kontrak serupa di masa depan.
Analisis Valuasi dan Kinerja Saham PTPP
Harga saham PTPP saat ini diperdagangkan sekitar Rp314 per saham, dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp5,1 triliun. Rasio Price-to-Earnings (P/E) PTPP saat ini berada pada angka yang sangat menarik, yaitu 4.68x (P/E TTM), jauh lebih rendah dibandingkan dengan median P/E IHSG yang berada di 7.88x.
Angka ini menunjukkan bahwa saham PTPP saat ini diperdagangkan dengan diskon yang signifikan dibandingkan dengan saham-saham lain di sektor yang sama atau indeks saham utama Indonesia.
Earnings Yield yang mencapai 21.35 persen menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan laba yang besar relatif terhadap harga sahamnya. Ini adalah indikasi bahwa perusahaan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi per unit harga saham dibandingkan dengan rata-rata pasar atau investasi lainnya.
Price-to-Book Value (PBV) yang sangat rendah pada 0.16x juga mencerminkan bahwa saham PTPP saat ini diperdagangkan dengan harga jauh di bawah nilai bukunya. Artinya, pasar memberikan penilaian rendah terhadap aset yang dimiliki perusahaan, sementara perusahaan itu sendiri mungkin memiliki aset yang bernilai lebih tinggi.
Namun, salah satu angka yang perlu dicermati adalah Price to Free Cashflow yang negatif -1.07x, yang berarti perusahaan tidak menghasilkan aliran kas bebas yang cukup untuk menutupi kewajiban atau mendukung ekspansi, yang bisa menjadi indikator risiko dalam jangka pendek.
EV/EBIT dan EV/EBITDA yang masing-masing berada di 11.78x dan 10.00x menunjukkan bahwa meskipun perusahaan tidak terlalu mahal, ada beberapa kekhawatiran mengenai profitabilitas yang masih perlu dievaluasi secara lebih mendalam.
Apabila PTPP dapat menjaga aliran kas yang sehat meski ada beberapa tantangan dari sektor proyek BUMN dan pemerintah, maka pendapatan dan margin laba bersih perusahaan dapat terangkat dengan kuat. Hal ini tentu akan memberikan katalis positif bagi harga saham perusahaan.
Dengan rasio P/E yang rendah dan valuasi yang sangat murah, saham PTPP memiliki potensi untuk mengalami re-rating apabila kinerja keuangan sesuai dengan ekspektasi. Investor yang cermat dapat melihat ini sebagai kesempatan untuk masuk pada harga yang menarik, terlebih dengan adanya proyek-proyek besar yang sedang berlangsung dan potensi margin yang lebih besar. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.