KABARBURSA.COM - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan amandemen atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Langkah ini dilakukan dengan mendatangi Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg) DPR RI, mendorong perubahan yang dianggap krusial bagi masa depan ekonomi Indonesia.
Ketua KPPU, M Fanshurullah Asa, menegaskan pentingnya amandemen ini agar segera menjadi inisiatif DPR, mengingat UU tersebut lahir pada masa reformasi melalui inisiatif yang sama.
"Saya khawatir, jika amandemen atas UU Nomor 5/1999 tidak segera dilaksanakan, Indonesia akan gagal menjadi anggota penuh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD),” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip Senin, 10 Juni 2024.
Pria yang akrab disapa Ifan itu mengatakan, persaingan usaha merupakan salah satu komite utama di OECD. “Keanggotaan Indonesia di OECD hanya bisa terjadi jika instrumen hukum di semua komite terpenuhi,” katanya.
Untuk diketahui, UU Nomor 5/1999 yang disahkan pada 5 Maret 1999, berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta mengedepankan prinsip demokrasi ekonomi dengan menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan masyarakat umum. Tujuan dari UU ini adalah memberikan kepastian hukum guna mempercepat pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan umum di era reformasi.
Namun, sejak diundangkan, UU ini baru sekali mengalami perubahan melalui UU Cipta Kerja yang hanya mengubah besaran denda, mencabut ketentuan pidana, dan mengalihkan proses keberatan atas putusan KPPU.
Perubahan ini dinilai belum menyelesaikan berbagai masalah dalam UU tersebut, seperti ketidakpastian status kelembagaan dan kepegawaian KPPU, pasal yang tumpang tindih, dan lemahnya penegakan hukum.
OECD sendiri telah mengidentifikasi berbagai permasalahan dalam UU Nomor 5/1999 sejak reviu yang dilakukan pada 2012. Masalah-masalah seperti sistem notifikasi pasca-merger, ketiadaan jangkauan ekstrateritorial, penerapan keringanan hukuman (leniency), dan lemahnya eksekusi atas Putusan KPPU dapat menghambat proses aksesi Indonesia ke OECD.
Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan UU Nomor 5/1999 masih masuk dalam long list Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020-2024, namun belum pernah menjadi prioritas. Urgensi perubahan ini juga terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, terutama dalam penguatan fondasi transformasi ekonomi yang meliputi kepastian hukum dan penguatan persaingan usaha.
Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), perubahan UU melalui Baleg dapat dilakukan secara kumulatif terbuka jika UU Nomor 5/1999 pernah dilakukan judicial review. Mengingat UU ini telah tiga kali diajukan judicial review pada 2016, 2020, dan 2022, revisi RUU dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan persetujuan Fraksi di DPR.
Ifan berharap pertemuan dengan Baleg dapat mendorong amandemen UU Nomor 5/1999 menjadi inisiatif DPR, sebagaimana sejarah kelahirannya.
“UU No. 5/1999 awalnya lahir dari inisiatif DPR untuk mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Sudah saatnya, Undang-Undang ini disempurnakan sebagai inisiatif dari wakil rakyat”, tegas Ifan.
Tantangan Dihadapi Indonesia
Sejumlah tantangan dihadapi Indonesia dalam menjalani proses aksesi untuk menjadi anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, membeberkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam aksesi ini adalah membawa seluruh kementerian menjadi satu frekuensi. “Tentu (tantangannya) untuk membawa seluruh kementerian berada dalam frekuensi yang sama,” ungkap dia dalam konferensi pers workshop proses aksesi Indonesia dalam OECD, di Jakarta, Rabu, 29 Mei 2024.
Airlangga menuturkan, proses aksesi ini berjalan tidak muda karena harus ada penyesuaian. Namun begitu, dia menyatakan seluruh kementerian telah melakukan sinkronisasi.
“Contoh OSS (Online Single Submission), itu memakan waktu dan harus ada juga sinkronisasi dengan tata ruang,” imbuhnya. “Sehingga ini menjadi tantangan-tantangan praktis ke depan yang harus dilihat. Oleh karena itu tidak hanya dari segi komitmen dari pemerintah pusat, tetapi implementasinya berjalan,” tambah dia.
Di sisi lain, Airlangga mengatakan proses aksesi OECD ini bisa membuat Indonesia lepas dari negara middle income dan menjadi negara maju. Dia juga menyampaikan proses aksesi ini bisa membantu proses target Indonesia emas tahun 2045 guna meningkatkan ekonomi yang inklusif berkelanjutan.
“Itu adalah target internal agar seluruh stakeholder bisa bekerja bersama-sama dan terlibat dalam proses aksesi baik itu dalam standar praktis. Ini akan melibatkan pihak Kadin, Apindo, swasta, dan seluruh stakeholder,” kata Airlangga.
Ketua umum Partai Golkar itu melanjutkan, Presiden Joko Widodo telah membuat tim percepatan untuk masuk sebagai anggota OECD melalui Keputusan Presiden (Keppres) nomor 17 tahun 2024 tentang tim nasional persiapan dan percepatan keanggotaan Indonesia dalam tim nasional OECD.
Airlangga menyebut, tim tersebut bakal melibatkan dari 26 sektor yang menjadi persyaratan.
“Kami mengintegrasikan rencana pembangunan jangka menengah dan panjang nasional. Implementasi OECD akan melanjutkan reform struktural yang dilakukan Indonesia. Di dalam implementing regulation tentu kami melihat best praktis yang dilakukan berbagi negara termasuk di dalam OECD,” ucapnya. (yub/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.