KABARBURSA.COM - PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan kinerja positif sepanjang empat bulan pertama 2025, dengan pertumbuhan laba bersih (bank only) sebesar 17 persen secara tahunan (YoY) menjadi Rp20,2 triliun.
Namun di balik angka yang solid tersebut, terdapat sejumlah hal yang patut dicermati, terutama soal kontribusi signifikan dari dividen anak usaha dan tantangan pada sisi kualitas aset.
Salah satu pendorong utama lonjakan laba saham BBCA di periode ini adalah penerimaan dividen dari entitas anak yang mencapai Rp2,2 triliun pada Maret 2025. Tanpa kontribusi tersebut, pertumbuhan laba bersih BBCA hanya mencapai 9,6 persen YoY.
Memang angka tersebut masih positif, namun jauh lebih moderat. Secara teknis, dividen ini tercatat sebagai pendapatan non-bunga (Non-Interest Income) dalam laporan bank only dan mendorong Non-II naik 26 persen YoY.
Namun, menurut Investment Analyst Lead Stockbit Edi Chandren, perlu dicatat bahwa pos ini tidak akan masuk dalam laporan keuangan konsolidasi karena bersifat internal antar entitas grup.
NIM Naik ke Level 5,7 Persen
Di sisi pendapatan bunga, BBCA menunjukkan kinerja yang stabil. Net Interest Income (NII) tumbuh 6,6 persen YoY menjadi Rp26,3 triliun, seiring kenaikan Net Interest Margin (NIM) ke level 5,7 persen. Angka ini sejalan dengan panduan manajemen untuk kinerja konsolidasi sepanjang tahun.
Pertumbuhan ini juga ditopang oleh penguatan komposisi dana murah atau CASA, yang meningkat ke 82,9 persen dibanding 81,6 perseb pada periode yang sama tahun lalu. Kuatnya CASA ini turut membantu menekan beban bunga dan menjaga efisiensi biaya dana.
Namun, perlambatan juga mulai terasa di sisi ekspansi kredit. Pertumbuhan pinjaman BBCA hanya mencapai 12,8 persen YoY pada April 2025, turun dari 16,5 persen pada tahun sebelumnya.
Ini sejalan dengan proyeksi manajemen yang menargetkan pertumbuhan kredit lebih konservatif di kisaran 6–8 persen sepanjang tahun ini. Meskipun Loan to Deposit Ratio (LDR) bank only kembali naik ke 80,4 persen, kondisi ini lebih disebabkan oleh penurunan deposito berjangka dan belum mencerminkan tekanan likuiditas yang berarti.
Kualitas Aset Masih Dalam Pengawasan
Dari sisi risiko, kualitas aset BBCA masih dalam pengawasan. Cost of Credit (CoC) pada April 2025 tercatat sebesar 0,59 persen, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang berada di 0,29 persen.
Secara kumulatif, CoC selama empat bulan berada di 0,42 persen, memang membaik dari 0,53 persen pada tahun lalu, namun masih di atas target tahunan perusahaan di 0,3 persen.
Sementara itu, beban provisi mengalami penurunan sebesar 8,7 persen secara tahunan, didorong oleh efek perbandingan basis yang tinggi di tahun sebelumnya.
Secara umum, kinerja BBCA selama Januari hingga April 2025 bisa dikatakan cukup baik, namun dengan catatan penting. Pertumbuhan laba bersih yang signifikan sebagian besar ditopang oleh penerimaan dividen, bukan murni dari aktivitas operasional inti.
Sementara itu, perbaikan margin dan efisiensi tetap menjadi kekuatan utama BBCA, meski tantangan pada kualitas aset dan perlambatan ekspansi kredit menjadi perhatian ke depan.
Dengan sisa waktu delapan bulan di tahun berjalan, BBCA masih punya ruang untuk menyeimbangkan kinerja secara lebih solid dan berkelanjutan.
Saham BBCA ke Level Tertinggi Hari Ini, Asing Masuk Besar
Sementara itu, mengutip Stockbit pada hari ini, 19 Mei 2025, harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan penguatan signifikan. Saham ditutup di level tertingginya Rp9.500 per saham.
Kenaikan ini setara dengan lonjakan 200 poin atau 2,15 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp9.300. Sepanjang sesi, saham BBCA bergerak dalam rentang Rp9.250 hingga Rp9.500, setelah dibuka pada level Rp9.275.
Lonjakan harga ini turut dibarengi dengan aktivitas transaksi yang ramai. Volume perdagangan mencapai 1,12 juta lot dengan nilai transaksi menembus Rp1,05 triliun. Angka ini menegaskan tingginya minat investor terhadap saham bank swasta terbesar di Indonesia tersebut.
Yang cukup menarik adalah peran investor asing dalam mengangkat harga BBCA hari ini. Nilai pembelian oleh investor asing tercatat sebesar Rp710,6 miliar, jauh di atas nilai penjualan mereka yang hanya Rp478,4 miliar.
Net buy asing yang cukup besar ini menjadi salah satu sinyal bahwa kepercayaan terhadap prospek jangka menengah BBCA masih terjaga, terutama setelah laporan keuangan empat bulan pertama 2025 menunjukkan pertumbuhan laba bersih yang solid.
Frekuensi transaksi yang tercatat mencapai hampir 34 ribu kali, sementara harga rata-rata perdagangan hari ini berada di Rp9.440 per saham. Dengan kata lain, sebagian besar aktivitas beli terjadi di dekat harga penutupan, yang bisa menjadi indikasi adanya akumulasi.
Kondisi ini juga mencerminkan bahwa investor melihat ruang penguatan lanjutan bagi BBCA. Dengan batas atas auto rejection (ARA) di Rp11.400, saham ini masih memiliki potensi teknikal untuk melanjutkan reli dalam beberapa hari ke depan, tentu dengan tetap mempertimbangkan sentimen pasar dan arah kebijakan suku bunga ke depan.
Secara keseluruhan, pergerakan saham BBCA hari ini memperlihatkan dinamika yang sehat. Investor tampaknya masih memandang BBCA sebagai salah satu saham defensif yang stabil di tengah ketidakpastian, apalagi dengan fondasi likuiditas yang kuat dan manajemen risiko yang terjaga.
Jika tren permintaan tetap tinggi dan aliran dana asing terus masuk, bukan tak mungkin BBCA kembali mencetak level-level harga baru dalam waktu dekat.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.