KABARBURSA.COM – Laporan keuangan PT Mayora Indah Tbk, dengan kode saham MYOR, untuk sembilan bulan pertama 2025 memperlihatkan ada hal yang patut dicermati di balik pertumbuhan yang tampak stabil di permukaan.
Dalam laporan tersebut, penjualan MYOR memang naik 5,93 persen menjadi Rp27,16 triliun, tetapi laju kenaikan harga pokok penjualan jauh lebih tinggi, mencapai 9,58 persen. Imbasnya, marjin kotor tergerus 5,88 persen, laba usaha anjlok 12,45 persen, dan laba bersih ikut susut 8,42 persen menjadi Rp1,85 triliun.
Kenaikan penjualan tak sepenuhnya “jatuh” ke laba, karena lonjakan biaya bahan baku dan kemasan belum mampu ditutupi oleh kekuatan harga jual ke konsumen.
Pelemahan laba usaha juga mencerminkan struktur beban yang belum efisien. Beban promosi dan distribusi tampak meningkat di tengah upaya mempertahankan volume penjualan. MYOR tampaknya memilih menjaga pangsa pasar ketimbang memperbaiki marjin, sehingga profitabilitas dikorbankan.
Di sisi lain, pos non-operasional dalam laporan laba rugi kerap berfluktuasi. Terkadang menjadi penopang, terkadang justru menekan. Hal ini menandakan ketergantungan yang tidak ideal terhadap pendapatan di luar bisnis inti untuk menambal hasil operasional.
Dari neraca, posisi keuangan MYOR masih tergolong solid, tetapi dengan sejumlah catatan penting. Ekuitas naik menjadi Rp17,59 triliun dan total aset mencapai Rp30,71 triliun, namun liabilitas juga meningkat menjadi Rp13,12 triliun, sebagian besar berasal dari kewajiban jangka pendek.
Sementara itu, kas dan setara kas turun tipis menjadi Rp4,5 triliun. Kombinasi kas yang stagnan dan kewajiban lancar yang naik menunjukkan ruang likuiditas mulai mengetat. Jika siklus penagihan atau perputaran persediaan memanjang, beban modal kerja dapat menekan arus kas lebih jauh.
Kemampuan Menutup Beban Bunga Melemah: Tekanan Asing Membesar
Secara rasio, kemampuan MYOR dalam menutup beban bunga (interest coverage ratio) masih aman di kisaran 5–6 kali, tetapi cenderung melemah dibanding periode sebelumnya. Artinya, jika tekanan marjin berlanjut, bantalan keuntungan yang selama ini menopang efisiensi keuangan bisa semakin menipis.
Pasar tampaknya sudah membaca risiko itu lebih cepat. Dalam dua hari perdagangan terakhir Oktober, saham MYOR anjlok hampir 10 persen ke level Rp2.130 per saham. Tekanan jual asing cukup besar, tercermin dari net sell berturut-turut, yaitu Rp5 triliun dan Rp4,7 triliun dalam dua sesi terakhir, yang menekan harga meski antrean beli di sisi bid cukup tebal.
Broker domestik memang mulai menyerap, tetapi belum cukup untuk membalikkan arah tren. Polanya jelas, penjual agresif menekan harga di tengah pasar yang menunggu bukti perbaikan marjin.
Yang menarik, pandangan analis justru masih positif. Dari 25 analis yang tercatat, 21 memberikan rekomendasi “Buy” dan hanya empat “Hold”. Adapun target harga rata-rata Rp2.652 per saham, yaitu sekitar 25 persen di atas posisi sekarang.
Konsensus melihat tahun ini sebagai tahun transisi sebelum pemulihan penuh di 2026. Namun, perbedaan antara optimisme konsensus dan kenyataan di pasar memperlihatkan satu hal, bahwa investor belum yakin kapan MYOR benar-benar bisa memulihkan profitabilitas.
Pertanyaannya kini sederhana, bisakah MYOR menaikkan harga tanpa kehilangan volume? Atau, mampukah perusahaan menekan biaya promosi dan bahan baku tanpa mengorbankan penjualan?
Tanpa tanda-tanda pemulihan marjin kotor dan perbaikan arus kas operasi dalam beberapa kuartal ke depan, cerita “recovery 2026” yang diyakini analis akan sulit diterjemahkan menjadi rerating harga saham.
Singkatnya, persoalan utama MYOR bukan di pertumbuhan penjualan, melainkan pada kualitas pertumbuhan itu sendiri. Kenaikan pendapatan tanpa perbaikan marjin hanyalah pertumbuhan yang mahal.
Neraca masih sehat, tapi kenaikan kewajiban jangka pendek dan penurunan kas menuntut disiplin pengelolaan modal kerja yang lebih ketat. Pasar sudah memberi sinyal, bahwa selama marjin belum membaik, laba belum efisien, dan kas belum menguat, saham MYOR akan tetap berada di bawah bayang-bayang tekanan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.