KABARBURSA.COM - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkap sebanyak 3.092 lubang tambang tersebar di seluruh Indonesia berdasarkan pemantauan citra satelit pada tahun 2020.
Koordinator Jatam, Melky Nahar, mengungkapkan bahwa 814 lubang tambang terletak di Kalimantan Selatan, sementara Kalimantan Timur memiliki jumlah lubang tambang yang mencapai 1.735. "Lubang-lubang tambang yang terbuka seperti itu menjadi ancaman serius, bahkan dapat diibaratkan sebagai mesin pembunuh bagi penduduk sekitar," ujar Melky, dikutip pada Jumat 7 Juni 2024.
Dia menambahkan bahwa lubang tambang tersebut telah menyebabkan kecelakaan berulang dan menelan korban jiwa. Pada tahun 2020, sekitar 143 orang tewas dalam kecelakaan di lubang tambang tersebut. "Di Kalimantan Timur sendiri, hingga Juni 2024, jumlah korban jiwa telah mencapai 47 orang," tambah Melky.
Melki menyebut, kondisi lubang bekas tambang sangat mengkhawatirkan, ekskavator terlihat sedang melakukan aktivitas di lubang tambang PT Timah di Sungai Liat, Pulau Bangka, mengupas lapisan tanah untuk mendapatkan bijih timah. "Gambaran tersebut menggambarkan aktivitas eksploitasi sumber daya alam yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keselamatan penduduk setempat. Lubang-lubang tambang yang terbuka menjadi titik rawan yang dapat menimbulkan bencana yang serius," kata dia.
"Keberadaan lubang tambang yang tidak terawat dengan baik memunculkan dampak yang signifikan bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Selain menimbulkan korban jiwa akibat kecelakaan di lokasi tambang, lubang-lubang tersebut juga dapat mencemari air dan tanah dengan limbah beracun," imbuhnya.
Tindakan preventif dan penanganan yang tepat perlu dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan pertambangan untuk mengurangi risiko dan dampak negatif dari aktivitas pertambangan. Upaya rehabilitasi lahan bekas tambang dan penerapan standar keselamatan yang ketat menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerusakan di lokasi bekas tambang, harusnya pemerintah untuk bertindak cepat dan tegas. Pemulihan lingkungan menjadi hal yang mendesak, mengingat dampaknya yang merugikan terhadap ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Koordinasi yang erat antara berbagai kementerian, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menjadi krusial dalam menyusun kebijakan yang komprehensif dan efektif untuk mengelola dana jaminan reklamasi dan pemulihan lingkungan.
Tidak hanya itu, penegakan hukum yang kuat juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa perusahaan tambang bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan. Hanya dengan penegakan hukum yang konsisten, perusahaan-perusahaan akan merasa terdorong untuk melakukan pemulihan lingkungan dengan serius.
Partisipasi aktif dari berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat lokal dan organisasi lingkungan, juga sangat penting dalam proses pemulihan lingkungan. Keterlibatan mereka akan memastikan bahwa upaya pemulihan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.
Kerjasama yang solid antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam menghadapi tantangan lingkungan yang kompleks ini. Dengan langkah-langkah yang tepat dan kerjasama yang kokoh, bekas tambang yang terabaikan dapat diubah menjadi kawasan yang produktif dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Langkah-langkah konkret perlu diambil untuk memastikan pemulihan lingkungan pasca tambang. Ini melibatkan pengelolaan dana reklamasi dengan bijaksana dan transparan, serta pemantauan yang ketat terhadap pelaksanaannya.
Selain itu, inovasi teknologi hijau dapat menjadi solusi yang efektif dalam mempercepat proses rehabilitasi lahan tambang yang terdegradasi. Pemanfaatan metode seperti phytoremediation atau teknologi rekayasa habitat dapat membantu mengembalikan fungsi ekologis yang hilang.
Penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan lingkungan. Program edukasi dan advokasi harus ditingkatkan untuk membangun kesadaran akan dampak buruk yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan serta pentingnya keterlibatan aktif dalam upaya pemulihan.
Komitmen jangka panjang dari semua pihak terlibat, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat sipil, diperlukan untuk mengubah paradigma pembangunan yang lebih berkelanjutan. Hanya dengan kolaborasi yang kuat dan kesadaran akan tanggung jawab bersama, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot, mengungkapkan pada rapat koordinasi dan supervisi energi pekan lalu bahwa 65 persen perusahaan tambang di Kalimantan Timur (Kaltim) menunggak pembayaran jaminan reklamasi (jamrek).
Tunggakan dana jamrek dari 518 perusahaan menjadi indikasi serius tentang kerusakan lingkungan di provinsi tersebut. Padahal, dana jamrek sangat penting untuk memulihkan kerusakan lingkungan akibat eksplorasi pertambangan.
Samarinda dan Kutai Kartanegara menjadi dua daerah yang diperhatikan karena masalah kerusakan lingkungan akibat eksplorasi tambang batubara.
"Walikota Samarinda, Sjaharie Jaang, mengakui kesulitan dalam menegakkan aturan karena kewenangan penindakan berada di tangan Provinsi Kaltim," katanya, 2023 lalu.
Sjaharie Jaang berencana memanfaatkan bekas lubang tambang sebagai tempat pemeliharaan ikan air tawar, mengikuti upaya beberapa warga yang sudah memulai pembibitan ikan di sana.
Di sisi lain, Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, mengungkapkan bahwa 453 perusahaan tambang batubara di wilayahnya tidak pernah merespons teguran dari pemerintah setempat.
"Sejak kewenangan pertambangan diserahkan ke provinsi, perusahaan tidak lagi memperhatikan kami. Mereka tidak pernah merespons panggilan kami," katanya.
Rita mengakui bahwa korban tenggelam di lubang bekas tambang batubara terus bertambah di Kutai Kartanegara. "Meskipun danau bekas tambang terlihat menarik untuk berenang karena airnya yang jernih, tapi ini sangat berbahaya," tambahnya. (*)