KABARBURSA.COM - Ekonom memperkirakan surplus neraca perdagangan internasional Indonesia akan menyusut menjadi USD3,4 miliar pada April 2024, dibandingkan dengan surplus USD4,5 miliar pada Maret.
Josua Pardede, ekonom Permata Bank, menjelaskan bahwa penurunan surplus neraca perdagangan pada April disebabkan oleh faktor musiman, yakni libur Lebaran yang mengurangi jumlah hari kerja dan menyebabkan kontraksi dalam aktivitas ekspor dan impor bulanan.
"Kontraksi ekspor lebih signifikan dibandingkan impor. Biasanya, impor meningkat secara musiman karena kebutuhan minyak untuk mudik. Selain itu, ada tren peningkatan harga minyak di April akibat konflik yang memanas di Timur Tengah," jelas Josua.
Josua, yang juga menjabat Head of Permata Institute for Economic Research (PIER) menyarankan, pemerintah untuk meningkatkan diversifikasi produk ekspor dan negara tujuan ekspor ke depan. Hal ini penting untuk mengurangi ketergantungan pada harga komoditas yang berfluktuasi di pasar internasional dan permintaan yang berubah-ubah.
"Dari segi struktur, ekspor kita sudah mulai terdiversifikasi. Dulu hanya batu bara dan CPO (crude palm oil), sekarang sudah ada hilirisasi timah dan nikel. Ini perlu terus dilanjutkan," tambah Josua.
Tren Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar USD4,5 miliar pada Maret 2024. Surplus perdagangan Indonesia periode ini melanjutkan tren surplus secara beruntun untuk 47 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Surplus neraca perdagangan di Maret 2024 lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya yang hanya mencapai USD0,83 miliar dan bulan yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar USD2,83 miliar,” kata Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) dikutip, Kamis, 25 April 2024.
Zulhas menyebut, peningkatan surplus perdagangan ini didorong surplus nonmigas sebesar USD6,51 miliar dan defisit migas USD2,04 miliar.
Lebih lanjut dia menjelaskan, negara-negara mitra dagang seperti Amerika Serikat (AS), India, Filipina, Jepang, dan Belanda menyumbang surplus perdagangan terbesar selama Maret 2024 yang totalnya mencapai USD4,58 miliar. Sedangkan, penyumbang defisit perdagangan terdalam adalah Singapura, Australia, Thailand, Arab Saudi, dan Korea Selatan yang totalnya mencapai USD1,56 miliar.
Secara kumulatif, neraca perdagangan selama periode Januari–Maret 2024 surplus sebesar USD7,31 miliar. Surplus perdagangan Januari–Maret 2024 terdiri atas surplus nonmigas USD12,41 miliar dan defisit migas USD5,10 miliar. Capaian surplus kumulatif tersebut lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar USD12,11 miliar.
Neraca Perdagangan Kokoh
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu), mengungkap bahwa bukti ketangguhan neraca perdagangan Indonesia tercermin melalui surplus neraca perdagangan pada Maret 2024.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar USD4,47 miliar pada Maret 2024. Capaian ini melanjutkan tren surplus neraca perdagangan Indonesia secara berturut-turut selama 47 bulan sejak Mei 2020.
“Capaian positif ini tentunya patut kita syukuri, di tengah ketidakpastian perekonomian global, berlanjutnya surplus neraca perdagangan Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi domestik yang sangat baik,” ungkap Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu, Selasa, 23 April 2024.
Adapun nilai surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 lebih tinggi USD1,64 miliar dibandingkan surplus Februari 2024, serta lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama tahun lalu sebesar USD2,83 miliar. Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari sampai dengan Maret mencapai USD7,31 miliar (sekitar Rp118,55 triliun).
Sementara, impor Indonesia pada Maret 2024 tercatat sebesar USD17,96 miliar atau turun 12,76 persen dari tahun ke tahun (year on year/yoy). Ini didorong oleh menurunnya impor sektor nonmigas sebesar 16,72 persen secara yoy, di tengah kenaikan impor sektor migas sebesar 10,34 persen secara yoy.
Namun, jika dilihat dari sisi volume, impor pada Maret 2024 masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,11 persen secara yoy. Kemudian berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang modal dan bahan baku penolong mengalami penurunan, sedangkan impor barang konsumsi meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat menjelang Lebaran.
Secara kumulatif, total impor Indonesia pada periode Januari sampai dengan Maret 2024 tercatat mencapai USD54,9 miliar, turun sebesar 0,10 persen secara yoy dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu USD54,95 miliar.
Dia mengatakan aktivitas ekonomi sepanjang 2024 masih akan diwarnai beragam tantangan yang akan menghambat aktivitas perdagangan global. Misalnya tensi geopolitik dan fragmentasi ekonomi yang akan berpengaruh terhadap global supply chain, tekanan nilai tukar dan sektor keuangan, serta perlambatan ekonomi China sebagai negara mitra dagang utama Indonesia.
Sementara itu, menurut World Economic Outlook (WEO) yang terbit pada April 2024, proyeksi pertumbuhan global untuk 2024 mencapai 3,2 persen. Angka ini masih berada di bawah rata-rata tahunan historis (2000-2019) yang mencapai 3,8 persen.
Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan ekonomi global dan kondisi geopolitik termasuk konflik Iran-Israel terhadap ekspor nasional.
“Pemerintah juga akan menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi (sumber daya alam) SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” tandasnya.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.