KABARBURSA.COM - Saham perbankan belum menunjukkan pergerakan signifikan usai Presiden Joko Widodo mengusulkan kebijakan restrukturisasi kredit diperpanjang sampai tahun 2025.
Kebijakan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ini bertujuan salah satunya mengurangi cadangan dana yang dilakukan perbankan atas Kredit Usaha Rakyat (KUR). "Ada arahan bapak Presiden bahwa kredit restrukturisasi diusulkan untuk mundur sampai dengan 2025," ujar Airlangga.
Padahal, "angin segar" dari presiden tersebut seharusnya menjadi dorongan positif bagi banyak emiten perbankan. Apalagi untuk empat perbankan besar atau The Big Four, yang semestinya merespons positif.
Saham Bank Besar
Untuk melihat pergerakan sejumlah saham tersebut, data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 26 Juni 2024 menunjukkan bahwa PT Bank Central Asia Tbk atau BBCA masih bergerak di wilayah negatif pada 12.00 WIB, dengan pelemahan 95 poin atau 0,78 persen ke posisi Rp9.525 per saham.
Volume perdagangan saham BBCA juga didominasi aksi jual hingga mencatatkan total nilai transaksi cukup tinggi menyentuh Rp158,72 miliar. Dengan melibatkan 16,6 juta saham diperdagangkan, frekuensi sebanyak 4.347 kali.
Saham Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga mengalami tren serupa.
Saham BMRI melaju di zona merah, dengan melemah 25 poin atau terjatuh 0,42 persen ke posisi Rp5.900/saham dengan volume dan transaksi perdagangan cukup besar.
Berdasarkan data BEI nilai transaksi saham BMRI pada siang hari ini mencapai Rp240,92 miliar dengan volume perdagangan 40,32 juta saham pada perdagangan Rabu, 26 Juni 2024. Dengan frekuensi sebanyak 8.222 kali.
Kemudian, saham BBRI juga masih tertekan dengan kehilangan 10 poin atau melemah 0,23 persen ke posisi Rp4.360 persen saham pada Sesi I.
Emiten bank terbesar di Indonesia ini diperdagangkan pada rentang harga Rp4.430 hingga terdalam Rp4.350. Total nilai transaksi perdagangan saham BBRI menyentuh Rp362,21 miliar, dengan volume perdagangan 82,54 juta saham berpindah tangan. Dengan itu, saham BBRI menjadi top turnover pada perdagangan tengah hari ini.
Lebih lanjut, kalau melihat hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang menunjukkan potensi peningkatan rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) setelah kebijakan yang seharusnya selesai pada Maret 2024.
“Terdapat potensi peningkatan NPL yang berasal dari pemburukan kredit restrukturisasi Kol 1 dan Kol 2, seiring berakhirnya kebijakan restrukturisasi secara keseluruhan pada Maret 2024,” mengutip survei SBPO Kuartal I-2024.
NPL Artinya Adalah
NPL (Non-Performing Loan) adalah istilah yang digunakan dalam perbankan untuk menggambarkan kredit atau pinjaman yang tidak bisa dibayar kembali oleh peminjam atau yang sudah lewat jatuh tempo. Ada dua jenis NPL, yaitu NPL net dan NPL gross.
NPL Gross adalah Ini adalah total pinjaman yang diberikan oleh bank yang tidak bisa dibayar kembali oleh peminjam. Ini termasuk semua pinjaman yang sudah jatuh tempo dan tidak dibayar, serta pinjaman yang masih dalam proses penagihan.
NPL Net adalah jumlah NPL gross dikurangi dengan cadangan yang telah disisihkan oleh bank untuk menutupi potensi kerugian dari NPL tersebut. Cadangan ini biasanya disisihkan sebagai bagian dari kebijakan manajemen risiko bank.
Jadi, perbedaan utama antara NPL net dan NPL gross adalah bahwa NPL net sudah mempertimbangkan cadangan yang telah disisihkan oleh bank, sementara NPL gross belum mempertimbangkan cadangan tersebut.
Bayangkan begini, anggap saja NPL gross itu seperti jumlah total utang yang tidak bisa dibayar oleh peminjam. Sedangkan NPL net adalah jumlah utang yang tidak bisa dibayar setelah bank menyisihkan uang untuk menutupi sebagian dari kerugian tersebut. Jadi, NPL net memberikan gambaran yang lebih akurat tentang seberapa besar kerugian yang benar-benar harus ditanggung oleh bank.
Apa itu Dana Pencadangan?
Dana pencadangan bank atau yang sering disebut sebagai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) adalah dana yang disisihkan oleh bank sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi kredit macet.
Kenapa dana ini harus ada? Karena bank itu seperti pedagang yang memberikan pinjaman kepada banyak orang. Tidak semua orang bisa dipercaya untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu. Ada kemungkinan beberapa orang mengalami kesulitan dan kreditnya menjadi macet.
Kalau terjadi kredit macet, bank tidak bisa serta merta menganggap uang tersebut hilang begitu saja. Bank harus tetap mencatatnya sebagai aset, meskipun kemungkinan besar tidak akan kembali.
Di sinilah peran dana pencadangan bank untuk menjaga kondisi bank tetap sehat. Dengan kata lain, dana pencadangan ini berguna sekali untuk menutupi kerugian yang dialami bank akibat kredit macet. Jadi, meskipun ada kredit macet, bank tetap bisa beroperasi dengan normal. Kemudian untuk menunjukkan bahwa bank telah mengantisipasi risiko kredit macet.
Jika satu bank mengalami kredit macet dalam jumlah besar dan tidak memiliki dana pencadangan yang cukup, hal ini bisa berdampak domino ke bank lain dan mengancam stabilitas sistem keuangan.
Jadi, dana pencadangan bank sangat penting untuk menjaga kesehatan dan stabilitas bank itu sendiri, serta sistem keuangan secara keseluruhan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.