KABARBURSA.COM - Komisi VII DPR RI kembali menyoroti ketepatan penyaluran subsidi listrik dalam rapat dengan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 3 Juni 2024.
Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, menekankan pentingnya akurasi data penerima subsidi agar program pemerintah benar-benar tepat sasaran. Menurut Dyah, masih banyak program yang dirancang untuk menyejahterakan masyarakat, namun kenyataannya tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Dyah Roro mencontohkan program-program di Kementerian Sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang sering tidak menjangkau masyarakat miskin yang seharusnya menjadi penerima bantuan.
"Pada intinya, banyak sekali kasus di mana masyarakat yang tergolong miskin justru tidak menerima program. Itu yang terjadi di lapangan," ujar Dyah Roro dalam rapat tersebut.
Selain itu, Dyah juga menyoroti dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19, di mana banyak keluarga yang tadinya mampu menjadi tidak mampu, namun tidak mendapatkan bantuan yang layak. Ia menyatakan data yang digunakan pemerintah masih belum akurat dan tidak up-to-date dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
"Karena program subsidi listrik ini merupakan program yang menurut saya sangat mulia," tegasnya.
Masalah Basis Data
Pertanyaan Dyah Roro juga soroti langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian ESDM untuk memperbaiki basis data penerima subsidi. Ia menanyakan tentang acuan data yang digunakan dan apakah ada celah untuk memperbaiki data tersebut.
"Pertanyaan pertama adalah data kita itu acuannya dari mana? Lalu langkah apa yang kemudian dilakukan oleh kementerian ESDM selama ini?" tanyanya.
Selain itu, Dyah juga menyoroti kriteria yang digunakan untuk menentukan penerima subsidi. Menurutnya, tampilan hunian saja tidak cukup untuk menentukan kelayakan penerima bantuan.
"Apakah kemudian hanya berdasarkan kriteria dari tampilan huniannya saja?" tanyanya. Dyah mengungkapkan bahwa seringkali di lapangan ditemukan rumah-rumah yang tampak sederhana namun sebenarnya pemiliknya mampu secara ekonomi.
Dyah menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai variabel dalam menentukan kelayakan penerima subsidi.
"Apakah selama ini ada variabel-variabel lainnya yang kemudian dipertimbangkan untuk kemudian mendorong agar sebuah rumah tangga atau sebuah rumah menerima bantuan subsidi tersebut?" ujarnya.
Dalam rapat tersebut, Dyah Roro menegaskan tujuan utama dari program subsidi listrik adalah untuk membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
"Dua hal ini yang menurut saya menjadi sangat amat fundamental, karena niat mulianya adalah untuk membantu yang butuh dibantu," katanya.
Di sisi lain, Dorjen Ketenagalistrikan, Jisman P Hutajulu, menjelaskan pihaknya tengah berupaya memperbaiki akurasi data penerima subsidi listrik dengan melakukan pemutakhiran data secara berkala.
"Kami sekarang masih dalam tahap memperkuat dulu karena ini baru potret door-to-door. Belum di cross-checkkepada income dari setiap rumah tangga yang kami potret itu,” ujar Jisman.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VII DPR dari Frakso Partai Kebangkitan Banhsa meluapkan kekecewaannya terhadap kurangnya transparansi dan ketepatan Kementerian ESDM dalam menyalurkan subsidi listrik.
Menurut Ratna, pemerintah belum pernah memberikan laporan detail terkait ketidakakuratan data penerima subsidi kepada Komisi VII.
“Selama saya di Komisi VII, belum pernah menerima laporan terkait data ini bahwa ada 6,1 juta pelanggan yang tidak berhak mendapatkan subsidi,” ujarnya.
Ia menegaskan seharusnya ada langkah konkret yang diambil untuk mengatasi masalah ini.
Ratna juga mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam menangani temuan ini. Ia mendesak agar Kementerian ESDM memberikan rekomendasi yang tegas, apakah mencabut subsidi atau melakukan tindakan lain.
“Kalaupun ada temuan semacam ini, kami di Komisi VII sangat sepakat jika Kementerian ESDM memberikan rekomendasi untuk mencabut subsidinya atau tindakan lainnya,” kata dia.
Subsidi RAPBN 2025
Dalam rapat tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan subsidi listrik sebesar Rp83,02 triliun hingga Rp88,36 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Angka ini naik hingga Rp15,12 triliun dibandingkan APBN 2024 yang sebesar Rp73,24 triliun.
"Untuk kebutuhan subsidi listrik pada era APBN tahun anggaran 2025 sebesar Rp83,02–Rp88,36 triliun," ujar Jisman.
Jisman menjelaskan estimasi tersebut didasarkan pada asumsi kurs rupiah antara Rp15.300 dan Rp16.000 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 75–85 dolar AS per barel, serta inflasi sebesar 1,5–3,5 persen. "Ini sesuai dengan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2025 yang kami peroleh pada tanggal 6 Mei 2024," kata Jisman.
Target subsidi mencakup 41,08 juta pelanggan, dengan rumah tangga pengguna daya 450 VA sebagai penerima terbesar, yakni 45,46–45,99 persen, dengan anggaran Rp38,18 triliun–Rp40,16 triliun. Subsidi untuk rumah tangga dengan daya 900 VA dianggarkan sebesar Rp15,75–16,68 triliun; bisnis kecil sebesar Rp9,39 triliun–10,18 triliun; industri kecil Rp5,93–6,51 triliun; pemerintah Rp0,36–0,39 triliun; sosial Rp12,16–13,08 triliun; dan lainnya sebesar Rp1,24–1,34 triliun.
Perhitungan subsidi listrik dari Kementerian ESDM ini lebih tinggi dibandingkan dengan PLN yang sebesar Rp83,08 triliun. Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, subsidi listrik 2025 mengalami peningkatan hingga Rp15,12 triliun dibandingkan anggaran 2024 yang sebesar Rp73,24 triliun.