KABARBURSA.COM - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengklaim bahwa hidup di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, dapat memperpanjang usia hingga 10 tahun.
"Hidup di IKN, Insya Allah, bisa memperpanjang usia minimal 10 tahun," kata Basuki di Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa 20 Agustus 2024.
Ia menjelaskan, lingkungan IKN yang bersih dan udaranya yang masih terjaga menjadi faktor utama yang mendukung usia panjang.
"Polusi di sana nol, airnya berkualitas, dan jarak dari rumah ke kantor hanya 10 menit. Lingkungan kerja jadi sangat nyaman," ungkapnya.
Basuki juga menyoroti dampak positif bagi kesehatan anak-anak yang tumbuh di lingkungan IKN yang bebas polusi.
"Kesehatan anak-anak kita terjaga karena udara di Jakarta sekarang penuh dengan polusi yang berbahaya," tambahnya.
Dalam Lampiran Rencana Induk IKN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, disebutkan bahwa pengembangan kawasan IKN didasarkan pada delapan prinsip utama yang menekankan keseimbangan antara alam, teknologi, dan keberlanjutan lingkungan.
Perencanaan IKN dirancang dengan pendekatan berkelanjutan yang mengharmoniskan ekologi alam, lingkungan terbangun, dan sistem sosial. Selain itu, konsep ini juga mengantisipasi dampak negatif urbanisasi dan perubahan iklim, seperti banjir dan krisis air bersih.
Pengembangan IKN akan mengintegrasikan tiga konsep utama: kota hutan (forest city), kota spons (sponge city), dan kota cerdas (smart city).
Sinergi dengan kota-kota mitra di sekitar IKN menjadi kunci keberhasilan konsep ini. Kolaborasi tersebut diperlukan agar implementasi konsep kota hutan, spons, dan cerdas berjalan harmonis dengan lingkungan sekitarnya.
IKN yang akan dibangun mencerminkan kota modern yang cerdas, hijau, dan berkelanjutan. Sebuah kota yang mengelola sumber daya secara efisien dan memberikan layanan publik yang optimal.
Pencapaian ini akan diwujudkan melalui efisiensi air dan energi, pengelolaan limbah, sistem transportasi terintegrasi, lingkungan yang sehat, serta sinergi antara alam dan infrastruktur buatan.
Fondasi Bagi Ekonomi Hijau
Kementerian Pembangunan dan Perencanaan Nasional atau PPN/Bappenas resmi meluncurkan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045 pada Kamis, 8 Agustus 2024. Dokumen ambisius ini dirancang sebagai pedoman nasional untuk melindungi dan mengelola keanekaragaman hayati Indonesia selama dua dekade mendatang.
Dokumen ini tidak hanya memetakan upaya perlindungan lingkungan, tetapi juga menyematkan visi besar tentang bagaimana keanekaragaman hayati dapat menjadi fondasi bagi ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Mengusung visi “hidup selaras dengan alam untuk keberlangsungan seluruh bentuk kehidupan di Indonesia,” IBSAP 2025-2045 memuat tiga tujuan utama yang berfokus pada penguatan integrasi dan ketahanan ekosistem, optimalisasi pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, serta penguatan tata kelola melalui ilmu pengetahuan, teknologi, dan regulasi yang kuat.
Rencana aksi ini dirancang untuk menjawab berbagai tantangan lingkungan yang dihadapi Indonesia, seperti ancaman kepunahan spesies, kerusakan ekosistem, dan pencemaran lingkungan. Namun, di balik semua itu, IBSAP juga memuat strategi yang berpotensi menjadi landasan ekonomi hijau bagi Indonesia, terutama dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati, menekankan IBSAP 2025-2045 bukan hanya sebuah dokumen lingkungan, tetapi juga merupakan rencana aksi yang mengikat bagi berbagai kementerian dan lembaga negara.
“Rencana aksi dalam IBSAP bersifat mengikat bagi Kementerian dan Lembaga untuk memprogramkan dan menganggarkan pada lima tahun ke depan,” ujar Vivi saat dihubungi Kabar Bursa, Rabu, 14 Agustus 2024.
Vivi mengungkapkan pendanaan untuk pelaksanaan IBSAP akan bersumber dari berbagai skema, termasuk APBN, APBD, dan sumber lainnya. “Pendanaan bersumber dari APBN, APBD, dan sumber lainnya, bisa dunia usaha, masyarakat, dan melalui berbagai skema pendanaan inovatif seperti sukuk, bonds, impact investing, dan blended finance,” jelasnya.
Menurut Vivi, pemerintah memperkirakan untuk menjalankan berbagai program perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang tercakup dalam IBSAP, dibutuhkan dana sekitar Rp33 triliun per tahun. “Perhitungan kami mencapai Rp33 triliun per tahun atau sekitar USD2,17 miliar per tahun untuk mendukung seluruh program yang ada,” kata Vivi.
Dalam konteks ekonomi hijau, skema pendanaan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menggali potensi keuangan yang berkelanjutan guna mendukung perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih ramah lingkungan.
Di dalam IBSAP, disebutkan keanekaragaman hayati tidak hanya memiliki nilai ekologis, tetapi juga menjadi modal dasar pembangunan berkelanjutan. “Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia berperan penting menciptakan keseimbangan ekosistem, memberikan nilai edukasi, melestarikan budaya, menopang pertumbuhan ekonomi, sumber penghidupan masyarakat lokal, dan menyediakan jasa lingkungan,” tulis dokumen tersebut dalam Bab Ringkasan Eksekutif.(*)