KABARBURSA.COM - PT PAM Mineral Tbk (NICL) mencatatkan kinerja keuangan yang solid pada kuartal pertama 2025, meski industri nikel global masih diliputi tekanan harga.
Seluruh pendapatan perusahaan pada periode ini bersumber dari satu lini bisnis utama, yakni penjualan bijih nikel mentah (nickel ore). Total penjualan bersih tercatat sebesar Rp189,04 miliar, sedikit turun 3,59 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terutama karena pelemahan harga jual rata-rata nikel di pasar global.
Namun, NICL mampu menekan biaya pokok pendapatan hingga Rp100,13 miliar dari sebelumnya Rp123,39 miliar, yang mendorong lonjakan laba kotor menjadi Rp88,9 miliar atau naik 48,19 persen secara tahunan. Laba usaha turut meningkat tajam 87,12 persen menjadi Rp84,78 miliar.
Efisiensi biaya operasional yang minim beban penjualan dan beban umum-administrasi menjadi penopang utama. Setelah dikurangi pajak sebesar Rp22,54 miliar, perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp66,63 miliar, melonjak 78,78 persen dibandingkan kuartal I 2024.
Sementara pendapatan masih bergantung penuh pada sektor hulu, NICL belum melakukan diversifikasi ke lini hilir seperti smelter, pengolahan, atau jasa pertambangan lainnya.
Fokus pada penjualan bijih mentah memberikan eksposur langsung terhadap volatilitas harga komoditas global, namun efisiensi operasional dan manajemen biaya menjadi senjata utama perusahaan menjaga profitabilitas.
Di tengah suspensi perdagangan saham oleh Bursa Efek Indonesia, manajemen NICL menyampaikan pemaparan publik mengenai kinerja, strategi, dan arah bisnis ke depan.
Direktur Utama NICL Ruddy Tjanaka menegaskan bahwa perusahaan telah mendapatkan perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP) hingga tahun 2035.
“Perpanjangan IUP ini menjadi landasan bagi kesinambungan operasional kami, serta mendukung strategi jangka panjang dalam optimalisasi cadangan mineral,” ujar Ruddy dalam paparan publik daring pada Senin, 19 Mei 2025.
Ia juga menjelaskan bahwa entitas anak PT Indrabakti Mustika (IBM) terus menunjukkan kemajuan signifikan sejak memulai penambangan pada 2019. Transformasi digital turut menjadi agenda utama perusahaan, termasuk peluncuran sistem keselamatan terintegrasi SLAMET dan platform pengendalian mutu SiPASTI.
“Selain itu, berbagai inisiatif pemberdayaan aset turut diperkuat, seperti optimalisasi cadangan, diversifikasi produk, hingga penambahan alat laboratorium dan peremajaan infrastruktur,” imbuhnya.
Volume produksi perusahaan secara konsolidasi mencapai 1,799,93 ribu ton pada 2024, dengan penjualan 1,797,11 ribu ton. Hingga Maret 2025, NICL telah merealisasikan penjualan sebesar 357 ribu ton, atau 44,6 persen dari target RKAB 2025.
“Awal tahun ini kami sudah merealisasikan hampir setengah dari target penjualan. Ini mencerminkan kesiapan operasional kami untuk merespons permintaan pasar yang semakin selektif terhadap nikel berkadar tinggi,” ungkap Direktur Operasional Suhartono.
Dari sisi keuangan, NICL mencatat pendapatan Rp1,42 triliun pada 2024, naik 26,3 persen dibandingkan 2023. Laba kotor melonjak menjadi Rp517,26 miliar, sementara laba bersih tercatat Rp318,76 miliar, tumbuh lebih dari 1.000 persen dari tahun sebelumnya.
“Peningkatan efisiensi operasional dan fokus pada penjualan bijih berkadar tinggi menjadi kunci pertumbuhan kami,” tambah Suhartono.
Aset perusahaan pada akhir 2024 mencapai Rp1,05 triliun, naik 23 persen secara tahunan. Liabilitas meningkat menjadi Rp847,1 miliar, sementara ekuitas tercatat sebesar Rp198,78 miliar. NICL mencatatkan net profit margin sebesar 22,1 persen dan rasio utang terhadap ekuitas yang sehat di kisaran 19,58 persen.
Untuk tahun ini, NICL menargetkan produksi konsolidasi sebesar 2,6 juta ton bijih nikel dengan kadar 1,3 hingga 1,65 persen. Strategi perusahaan juga diarahkan pada penguatan tata kelola berbasis digital, termasuk pembaruan algoritma life of mine, pengembangan laboratorium internal GKC, serta implementasi sistem kontrol tambang berbasis data.
“Kami juga tengah menyelesaikan studi kelayakan dan menjajaki akuisisi PT Sumber Mineral Abadi. Ini bagian dari strategi ekspansi untuk memperluas cadangan dan portofolio tambang kami,” pungkas Suhartono. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.