Logo
>

Nihil Rezeki Nomplok: Pendapatan Negara Mandek April 2024

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Nihil Rezeki Nomplok: Pendapatan Negara Mandek April 2024

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pendapatan negara hingga akhir April 2024 berdasarkan dokumen APBN Kita, mencapai Rp924,9 triliun. Angka ini baru mencapai sekitar 33,0 persen dari target APBN 2024 yang sebesar Rp2.802,3 triliun.

    Sedangkan pada akhir April 2023 realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.000,5 triliun atau 40,6 persen dari target APBN. Artinya ada penurunan sebesar 7,6 persen dari pendapatan negara pada akhir April 2024 dibandingkan tahun sebelumnya.

    Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan penurunan ini disebabkan karena tidak adanya windfall atau rejeki nomplok seperti yang tahun lalu diterima tahun ini.

    "Saya belum melihat ada windfall lagi," katanya kepada Kabar Bursa, Selasa 28 Februari 2024.

    Di sisi lain turunnya pendapatan negara itu dikarenakan adanya kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD akan berpengaruh ke APBN. "malah tahun ini kita terdampak karena ada konflik geopolitik antara Iran dan israel serta adanya dampak ekonomi US yang mengalami ekspansif," tambah dia.

    Namun menurutnya turunnya pendapatan negara di saat belanja pemerintah naik itu adalah hal yang wajar. Memang seharusnya kebijakan pemerintah ekspansif, artinya belanja pemerintah harus lebih besar dari tahun ke tahun untuk mendorong perekonomian.

    Diketahui, realisasi belanja negara hingga akhir April 2024 mencapai Rp849,2 triliun, atau sekitar 25,5 persen dari pagu APBN 2024 yang sebesar Rp3.325,1 triliun.

    “Ini dibandingkan dengan posisi akhir April 2023 mengalami kenaikan sebesar 10,9 persen year on year,” tambahnya.

    Dengan kinerja pendapatan negara dan belanja negara tersebut, APBN 2024 masih mencatatkan surplus senilai Rp75,7 triliun atau 0,33 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    “APBN masih dalam kondisi surplus, sebesar Rp75,7 triliun atau 0,33 persen dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin 27 Mei 2024

    Tidak hanya itu, keseimbangan primer juga menunjukkan hasil positif dengan surplus sebesar Rp237,1 triliun. Keseimbangan primer ini merupakan selisih antara total pendapatan negara dan belanja negara, tidak termasuk pembayaran bunga utang.

    “APBN dan keseimbangan primer masih berada dalam posisi surplus hingga akhir April 2024,” tutupnya.

    Target Menjaga Defisit

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memiliki target untuk menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 agar berada dalam kisaran 2,45-2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    Sri Mulyani menambahkan bahwa pendapatan negara dipatok pada kisaran 12,14 persen hingga 12,36 persen dari PDB. Kebijakan optimalisasi pendapatan negara (collecting more) dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan bisnis serta kelestarian lingkungan.

    “Hal itu ditempuh melalui tiga cara, pelaksanaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang lebih sehat dan adil, perluasan basis pajak, dan peningkatan kepatuhan wajib pajak,” ujarnya, dalam Rapat Paripurna DPR tentang Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal, Senin, 20 Mei 2024.

    Implementasi perluasan basis pajak mengacu pada Global Taxation Agreement, yakni melalui pemajakan korporasi multinasional yang melakukan transaksi lintas negara.

    Sementara peningkatan kepatuhan wajib pajak dilakukan dengan pengawasan berbasis wilayah, integrasi teknologi, dan penguatan sinergi antarinstansi/lembaga.

    Pemerintah memberikan insentif fiskal secara terarah dan terukur pada berbagai sektor strategis dalam rangka mendukung akselerasi transformasi ekonomi. Sedangkan penguatan PNBP dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan SDA, perbaikan tata kelola, inovasi layanan publik, serta mendorong reformasi pengelolaan aset negara.

    Di sisi lain, belanja negara diperkirakan pada kisaran 14,59 persen hingga 15,18 persen PDB.

    Kebijakan belanja negara diarahkan untuk penguatan spending better, yang ditempuh melalui efisiensi belanja nonprioritas, penguatan belanja produktif, efektivitas subsidi dan bansos, serta penguatan perlinsos yang berbasis pemberdayaan untuk akselerasi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan.

    Terkait subsidi dan bansos, Menkeu mengatakan akan dilakukan peningkatan akurasi data, perbaikan mekanisme penyaluran, dan sinergi antar program yang relevan.

    Pemerintah juga akan menguatkan sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah untuk kualitas belanja yang produktif dan mandiri.

    Adapun upaya yang dilakukan untuk menutup defisit adalah mendorong pembiayaan yang inovatif, bijak, dan berkelanjutan.

    Sejumlah langkah yang dimaksud di antaranya mendorong efektivitas pembiayaan investasi, memanfaatkan SAL untuk antisipasi ketidakpastian, peningkatan akses pembiayaan untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR) dan UMKM, serta mendorong kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang berkelanjutan.

    Menkeu juga memastikan rasio utang akan dikendalikan dalam batas terkelola di kisaran 37,98 hingga 38,71 persen PDB.

    Fluktuasi Harga Komoditas

    Sri Mulyani juga menyoroti tekanan yang dihadapi keuangan negara akibat pergerakan harga komoditas, khususnya minyak dan batu bara. Menurutnya, naik-turunnya harga kedua komoditas ini memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

    “Jatuh bangunnya harga komoditas tentu menyebabkan dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia,” ungkapnya

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketika harga komoditas tinggi, pertumbuhan ekonomi terdorong melalui peningkatan ekspor dan permintaan domestik. Namun, saat harga komoditas jatuh, pertumbuhan ekonomi dan posisi fiskal mengalami tekanan berat.

    Dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) untuk RAPBN Tahun Anggaran 2025, Sri Mulyani merinci berbagai tantangan yang dihadapi kas negara akibat fluktuasi harga komoditas energi.

    Contohnya, harga minyak mentah Brent yang melonjak ke USD115 per barel pada Juni 2014 kemudian anjlok tajam ke USD28 per barel pada Januari 2016. Pada masa pandemi 2020, harga Brent kembali turun ke level terendah USD23 per barel.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.