KABARBURSA.COM - Mata uang rupiah diproyeksikan akan mengalami penguatan dalam perdagangan hari ini, Senin, 14 Oktober 2024, seiring dengan munculnya sentimen positif dari stimulus ekonomi yang diumumkan oleh pemerintah China pada Sabtu, 12 Oktober kemarin.
Pada akhir perdagangan Jumat, 11 Oktober, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat nilai rupiah berada di angka Rp15.609 per dolar AS, mengalami penguatan sebesar 0,31 persen dibandingkan hari sebelumnya.
Di pasar spot, rupiah ditutup lebih kuat di posisi Rp15.578 per dolar AS, dengan kenaikan 0,64 persen dibandingkan hari sebelumnya.
Analis komoditas dan mata uang Lukman Leong berpendapat bahwa stimulus yang dikeluarkan oleh China ini berpotensi meningkatkan penguatan rupiah.
“Efek dari stimulus ini lebih kepada sentimen risk on, yang bisa mendukung penguatan ekonomi China. Hal ini tentunya akan meningkatkan permintaan ekspor Indonesia, terutama untuk komoditas,” kata Lukman.
Meski dolar AS masih kuat belakangan ini, lanjut Lukman, stimulus tersebut tidak akan langsung memicu keluarnya modal panas dari Indonesia.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi juga menunjukkan optimisme serupa. Ia memprediksi rupiah akan terus menguat pada perdagangan hari ini.
“Data ekonomi AS yang menunjukkan stabilitas, ditambah dengan indeks harga produsen yang tidak mengalami perubahan pada bulan September, mengisyaratkan kemungkinan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga,” jelas Ibrahim.
Dari sisi domestik, Ibrahim mencatat bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia dan IMF, yang diperkirakan di atas 5 persen untuk tahun 2024-2025, memberikan dukungan tambahan bagi penguatan rupiah.
“Kondisi ini akan menarik kembali minat investor untuk masuk ke pasar dalam negeri, yang pada akhirnya akan memperkuat nilai mata uang kita,” ujarnya.
Lukman memperkirakan pergerakan rupiah hari ini akan berada di kisaran Rp15.475 hingga Rp15.600 per dolar AS, sedangkan Ibrahim mengantisipasi bahwa rupiah bisa menguat hingga mencapai Rp15.500 per dolar AS.
Secara keseluruhan, kombinasi dari faktor eksternal dan internal ini memberikan harapan bagi penguatan mata uang rupiah ke depan, menciptakan prospek yang lebih positif bagi pasar keuangan Indonesia.
Laporan BI Soal Stabilitas Rupiah
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah memberikan update mengenai indikator stabilitas nilai rupiah seiring dengan perkembangan kondisi perekonomian global dan domestik terbaru.
Pada penutupan perdagangan di hari Kamis, 10 Oktober 2024, nilai rupiah ditutup pada level (bid) Rp15.660 per dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam momen yang sama, Yield Surat Berharga Negara (SBN) untuk tenor 10 tahun meningkat menjadi 6,67 persen. Indeks dolar AS, yang dikenal sebagai DXY, juga mengalami penguatan hingga mencapai level 102,99. Selain itu, yield untuk obligasi pemerintah AS dengan tenor 1-10 tahun, yaitu US Treasury (UST) 10 tahun, naik menjadi 4,061 persen.
Masuk ke hari Jumat, 11 Oktober 2024, rupiah dibuka pada level (bid) Rp15.640 per dolar AS, sedangkan yield SBN 10 tahun tetap stabil di angka 6,65 persen.
Dari data transaksi yang tercatat antara 7 hingga 10 Oktober 2024, non-residen mengalami jual neto sebesar Rp2,84 triliun. Rincian dari transaksi ini mencakup jual neto sebesar Rp4,47 triliun di pasar saham dan beli neto senilai Rp4,37 triliun. Di sisi lain, non-residen juga mencatatkan jual neto sebesar Rp2,73 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang tahun 2024, berdasarkan data setelmen hingga 10 Oktober 2024 untuk semester II, non-residen tercatat melakukan beli neto sebesar Rp46,68 triliun di pasar saham, Rp41,19 triliun di pasar SBN, dan Rp193,51 triliun di SRBI. Pada semester II tahun 2024, non-residen kembali mencatatkan transaksi beli neto sebesar Rp46,33 triliun di pasar saham, Rp75,15 triliun di pasar SBN, dan Rp63,16 triliun di SRBI.
Bank Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait. BI juga berupaya mengoptimalkan strategi bauran kebijakan guna mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” jelas BI dalam keterangan resmi, Jumat, 13 September 2024.
Selain itu, premi credit default swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun per 10 Oktober 2024 tercatat sebesar 68,30 basis poin, mengalami peningkatan dibandingkan dengan 4 Oktober 2024 yang tercatat di angka 67,25 basis poin.
Peningkatan ini mencerminkan sentimen pasar yang lebih hati-hati terhadap risiko default utang Indonesia. Pihak investor mungkin memperhatikan kondisi perekonomian domestik dan global, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah dan yield obligasi yang berfluktuasi.
Secara keseluruhan, perkembangan ini menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan di pasar global, Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan adanya berbagai strategi yang diterapkan, diharapkan perekonomian Indonesia dapat tetap resilient dan mampu menarik investasi asing yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam konteks yang lebih luas, kondisi perekonomian global yang tidak menentu dapat berpengaruh terhadap nilai tukar dan kebijakan moneter yang diterapkan oleh BI. Oleh karena itu, pemantauan secara terus-menerus terhadap dinamika pasar dan kebijakan yang relevan menjadi sangat penting untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia.
Melihat angka-angka yang ada, baik di sektor saham maupun surat berharga, menunjukkan bahwa meskipun ada ketidakpastian global, minat investor terhadap pasar Indonesia masih cukup kuat. Dengan penyesuaian kebijakan yang tepat, diharapkan potensi pertumbuhan dapat dimaksimalkan, memberikan dampak positif bagi perekonomian domestik dan meningkatkan kepercayaan investor.
Kedepannya, BI dan pemerintah diharapkan dapat bekerja sama untuk terus memantau perkembangan situasi, serta melakukan intervensi yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kegiatan ini tidak hanya akan memperkuat fondasi ekonomi, tetapi juga akan berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. (*)