KABARBURSA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan rasio pembiayaan bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) di industri multifinance di level 2,77 persen per bulan Mei 2024. Sementara sebelumnya, NPF di industri multifinance di bulan April sebesar 2,82 persen.
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti menuturkan, menurunnya tingkat NPF di industri multifinance terjadi akibat performa debitur yang berangsur membaik.
Di sisi lain, Esther menilai turunnya NPF juga dapat terjadi akibat pembatasan yang dilakukan para debitur untuk menghindari jumlah beban kredit yang besar.
“Menurunnya NPF menandai performa debitur juga membaik. Sebagian lain disebabkan karena para debitur menghindari jumlah kredit yang besar,” kata Esther kepada KabarBursa, Sabtu, 13 Juli 2024.
Di samping itu, Esther juga menilai turunnya NPF tidak selalu menggambarkan perbaikan kondisi ekonomi masyarakat. Diketahui, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKI) pada bulan Juni 2024 berada turun ke level 123,3 dari bulan sebelumnya sebesar 125,2.
Penurunan ini sejalan dengan menurunnya indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi konsumen (IEK). IKE pada Juni 2024 tercatat sebesar 112,9, turun dari 115,4 pada bulan sebelumnya. Sedangkan IEK pada Juni 2024 sebesar 133,8, turun dari 135 pada Mei 2024.
Lebih jauh, Esther juga menilai, tren penurunan NPF di industri multifinance disebabkan oleh menurunnya market demand. “Hal ini (tren penurunan NPF) disebabkan kondisi market juga mengalami pengurangan market demand,” jelasnya.
PHK Seret Daya Beli Masyarakat
Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menggerus tenaga kerja di Indonesia beberapa bulan terakhir telah mengakibatkan daya beli masyarakat anjlok. Akibatnya, fenomena deflasi, yaitu penurunan harga-harga barang, terjadi selama dua bulan berturut-turut.
Berdasarkan data dari Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan, pada periode Januari-Mei 2024, terdapat 27.222 tenaga kerja yang terkena PHK. Angka ini meningkat 48,48 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dimana jumlah korban PHK sebanyak 18.333 orang.
Ekonom dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, menyatakan bahwa gelombang PHK yang melanda akhir-akhir ini telah berdampak pada daya beli masyarakat dan memunculkan tren deflasi. Tren ini telah tergambar dari berbagai data indikator utama.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan penurunan optimisme konsumen. Untuk kelompok pengeluaran Rp 1-2 juta, indeks turun dari 117,2 pada April 2024 menjadi 114,9 pada Mei 2024.
Kelompok pengeluaran Rp 2,1-3 juta turun dari 123,1 menjadi 119,6. Kelompok pengeluaran Rp 3,1-4 juta turun dari 130 menjadi 127,4. Kelompok pengeluaran Rp 4,1-5 juta turun dari 132 menjadi 129,1, dan kelompok pengeluaran di atas Rp 5 juta turun dari 132,8 menjadi 127,8.
“Daya beli berkurang karena banyak yang terkena PHK. Tabungan menipis dan konsumsi pun turun,” tutur Telisa beberapa waktu lalu.
Menurut Telisa, selain gelombang PHK, tingginya tren suku bunga acuan dari otoritas moneter juga memicu tekanan daya beli. Terlihat dari naiknya komposisi cicilan pinjaman terhadap pendapatan masyarakat yang naik dari 9,7 persen pada April 2024 menjadi 10,3 persen pada Mei 2024.
Rasio cicilan pinjaman untuk kelompok pengeluaran Rp 1-2 juta naik dari 7,2 persen pada April 2024 menjadi 7,3 persen pada Mei 2024. Untuk kelompok pengeluaran Rp 2,1-3 juta naik dari 9,2 persen menjadi 10,2 persen.
Kelompok pengeluaran Rp 3,1-4 juta naik dari 10,3 persen menjadi 11,2 persen. Kelompok pengeluaran Rp 4,1-5 juta naik dari 12,3 persen menjadi 12,9 persen. Sementara, cicilan kelompok pengeluaran di atas Rp 5 juta turun dari 14,9 persen menjadi 13,9 persen.
“Kenaikan cicilan pinjaman ini mengurangi ruang konsumsi. Jadi, pelemahan daya beli itu terlihat dari data IKK,” ungkap Telisa.
Penurunan IKK memang dapat berakibat pada penurunan konsumsi, terutama pada barang dan jasa yang tidak esensial. Hal ini dikarenakan konsumen yang pesimis cenderung menunda atau mengurangi pengeluaran mereka.
Ketika konsumen merasa tidak yakin tentang kondisi ekonomi di masa depan, mereka cenderung menunda pembelian barang dan jasa yang tidak esensial. Hal ini dapat diamati pada pembelian seperti kendaraan baru, furnitur, elektronik, dan liburan.
NPF Multifinance 2024
- Mei 2024: NPF industri multifinance sebesar 2,77 persen, turun dari April 2024 yang sebesar 2,82 persen.
- Maret 2024: NPF industri multifinance sebesar 2,45 persen, membaik dari Februari 2024 yang sebesar 2,22 persen.
Data Perusahaan Multifinance:
- CIMB Niaga Auto Finance (CNAF):
- Juni 2024: NPF 1,42 persen, turun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,47 persen.
- Mei 2024: NPF 1,33 persen.
- WOM Finance:
- Maret 2024: NPF gross 2,1 persen. (*)