KABARBURSA.COM - PT Bumi Resources Tbk (BUMI) resmi mencatatkan Obligasi Berkelanjutan I Tahap II Tahun 2025 di Bursa Efek Indonesia (BEI) senilai Rp721,61 miliar. Kehadiran obligasi baru ini menjadi sorotan pasar, lantaran menawarkan tingkat kupon yang menarik bagi investor di tengah saham BUMI yang juga menunjukkan sinyal teknikal “sangat beli”.
Momentum ini menimbulkan pertanyaan, seberapa besar potensi keuntungan yang bisa diraih dari obligasi BUMI, dan bagaimana peluang sahamnya ke depan?
Pencatatan Obligasi Berkelanjutan I Tahap II BUMI menandai langkah lanjutan perusahaan dalam menggalang pendanaan dengan instrumen utang yang lebih terstruktur. Total nilai emisi mencapai Rp721,61 miliar, terbagi menjadi dua seri.
Seri A menawarkan tenor 3 tahun dengan kupon tetap 8,00 persen per tahun, sementara Seri B berjangka waktu 5 tahun dengan kupon lebih tinggi 9,25 persen per tahun.
Secara praktis, investor yang membeli obligasi Seri A senilai Rp1 miliar akan memperoleh imbal hasil sekitar Rp80 juta per tahun hingga jatuh tempo pada 2028.
Sementara itu, untuk Seri B, dengan nilai sama, investor akan mengantongi kupon tahunan Rp92,5 juta hingga jatuh tempo pada 2030.
Dengan rating idA+ dari PEFINDO, obligasi ini dipandang memiliki kualitas kredit cukup baik meskipun risiko bisnis di sektor batu bara masih perlu diperhitungkan.
Bagi calon investor yang berminat, obligasi ini kini hanya bisa diperoleh di pasar sekunder karena masa penawaran umum sudah selesai.
Mekanismenya dilakukan melalui perantara pedagang efek (broker) dengan pembukaan rekening efek terlebih dahulu. Investor harus memastikan seri obligasi yang ingin dibeli, lengkap dengan kode ISIN, kupon, serta jatuh tempo.
Berapa Keuntungan yang Akan Diraih Investor?
Yield to Maturity (YTM) dari Obligasi Berkelanjutan I Tahap II Tahun 2025 yang diterbitkan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) memberikan gambaran menarik bagi investor yang mencari instrumen pendapatan tetap di tengah volatilitas pasar saham.
Dengan asumsi obligasi diperdagangkan di pasar sekunder pada harga par atau 100 persen dari nilai nominal, tingkat imbal hasil yang diterima investor praktis sama dengan tingkat kupon yang ditetapkan emiten.
Untuk Seri A, yang bernilai Rp149,33 miliar, tingkat kupon ditetapkan pada 8 persen per tahun dengan tenor tiga tahun.
Ini berarti investor akan memperoleh kupon sebesar Rp80 juta setiap tahun untuk setiap Rp1 miliar nominal yang dibeli, dan pada akhir periode jatuh tempo, pokok investasi akan dikembalikan sepenuhnya.
Karena obligasi ini diperdagangkan di par, YTM-nya tepat sama dengan kupon, yakni 8 persen per tahun.
Sementara itu, Seri B memiliki bobot lebih besar dengan nilai nominal Rp572,28 miliar, tenor lima tahun, dan tingkat bunga lebih tinggi yakni 9,25 persen per tahun.
Dengan asumsi yang sama, seorang investor yang menempatkan Rp1 miliar akan menerima Rp92,5 juta per tahun dalam bentuk kupon hingga jatuh tempo di 2030, ditambah pengembalian penuh pokok di akhir periode.
YTM obligasi Seri B otomatis sejalan dengan kuponnya, yaitu 9,25 persen per tahun.
Kedua seri obligasi ini mengusung hasil pemeringkatan idA+ dari PEFINDO, yang menandakan risiko relatif terkendali dibanding instrumen dengan rating lebih rendah. Kehadiran BRI sebagai wali amanat juga menambah lapisan kredibilitas terhadap mekanisme perlindungan investor.
Bagi investor yang lebih mengutamakan kepastian arus kas dibanding potensi capital gain, instrumen ini dapat menjadi pilihan menarik.
Jika ditinjau dari sisi strategi, Seri A menawarkan durasi yang lebih pendek dan cocok bagi investor yang menghindari risiko jangka panjang, sementara Seri B memberikan imbal hasil lebih tinggi namun dengan komitmen waktu lima tahun.
Saham Turun, Waktunya Beli?
Di sisi lain, saham BUMI juga mencatat pergerakan yang patut diperhatikan. Pada perdagangan Kamis, 25 September 2025, saham BUMI melemah 1,34 persen ke Rp147 per saham setelah sempat menyentuh Rp159.
Meski terkoreksi tipis, indikator teknikal justru menunjukkan sinyal dominan “sangat beli”. Relative Strength Index (RSI) menyentuh 79,9, masuk ke area overbought, sementara MACD dan ADX masih mengonfirmasi tren penguatan.
Hampir semua moving average, mulai dari MA5 hingga MA200, memberikan sinyal beli, mengindikasikan tren jangka pendek hingga panjang masih mendukung penguatan.
Kombinasi antara pencatatan obligasi dan performa saham menunjukkan strategi ganda BUMI dalam mengelola pendanaan sekaligus menarik minat investor.
Obligasi menawarkan kepastian imbal hasil tetap dengan risiko kredit yang terukur, sedangkan saham mencerminkan peluang capital gain di tengah volatilitas pasar. Namun, kondisi overbought di teknikal saham menandakan perlunya kewaspadaan terhadap potensi koreksi jangka pendek.
Bagi investor dengan profil konservatif, obligasi Seri B bisa menjadi pilihan menarik karena memberikan kupon lebih tinggi dan tenor lebih panjang, sesuai dengan kebutuhan stabilitas pendapatan.
Sementara bagi mereka yang lebih agresif, saham BUMI yang masih mendapat dorongan teknikal “sangat beli” tetap menawarkan ruang spekulatif, meski manajemen risiko menjadi kunci.
Dengan demikian, pencatatan obligasi BUMI di BEI tak hanya memperluas instrumen investasi di pasar modal, tetapi juga memberi pilihan strategis bagi investor untuk menyeimbangkan portofolio antara pendapatan tetap dari obligasi dan potensi keuntungan saham yang lebih fluktuatif.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.