KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim bahwa tren investasi ESG menunjukkan pertumbuhan yang sangat positif. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (PMDK) Inarno Djajadi menjelaskan, pertumbuhan positif ini dapat terlihat dari peningkatan signifikan baik dari sisi ekuitas maupun penerbitan Efek Berbentuk Utang dan Sukuk (EBUS).
"Tren investasi ESG di Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dimana dapat terlihat dari perkembangan, baik dari sisi ekuitas, maupun dari penerbitan Efek bond," kata Inarno dalam keterangan resmi dikutip Jumat, 14 Juni 2024.
Di awal 2021, Indonesia hanya memiliki dua indeks ESG, yakni SRI-KEHATI dan IDX ESG Leaders, dengan total 44 emiten. Kini, jumlah indeks ESG telah bertambah menjadi lima, yaitu SRI-KEHATI, IDX ESG Leaders, ESG Quality Kehati (ESGQKEHATI), ESG Sector Leaders KEHATI (ESGSKEHATI), dan IDX Low Carbon Leaders (IDXLQ45LCL), dengan total 73 emiten.
"Dua indeks tESG tersebut pernah tertinggi mencapai 77 konstituen," jelas dia.
Selain peningkatan jumlah indeks, produk reksa dana berbasis ESG juga mengalami kenaikan yang signifikan. Tiga tahun lalu terdapat 41 reksa dana berbasis ESG, di mana jumlah ini kemudian meningkat menjadi 62 pada dua tahun berikutnya.
"Dari 41 Reksa Dana di 2021 kemudian meningkat menjadi 62 Reksa Dana pada 2023. Sungguh suatu potensi yang cukup menjanjikan," ungkapnya.
Dalam hal penerbitan EBUS berbasis ESG, terjadi peningkatan baik dalam jumlah penerbitan maupun nilai nominalnya. Lalu pada 2022, tercatat ada dua penerbitan dengan total nilai Rp10 triliun. Tahun berikutnya, jumlah penerbitan meningkat menjadi tujuh dengan nilai Rp14,04 triliun. Hingga 7 Juni 2024, telah tercatat empat penerbitan dengan nilai Rp4,82 triliun.
"Pada tahun ini hingga 7 Juni 2024, tercatat ada empat penerbitan EBUS dengan nilai Rp4,82 triliun," ujar Inarno.
Dia lalu memaparkan strategi OJK dalam meningkatkan pelaksanaan ESG. Dikatakannya, OJK turut aktif dalam Asean Capital Market Forum (ACMF) dimana secara berkelanjutan, terdapat program capacity building terkait standar keberlanjutan bekerja sama dengan ISSB.
Selain itu, terdapat penilaian ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS), di mana program ini dapat meningkatkan kualitas disclosure Laporan Tahunan termasuk Laporan Keberlanjutan.
"Dari sisi produk, OJK juga terus mendorong penerbitan produk-produk berbasis ESG dimana telah diterbitkan POJK Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan," jelas dia.
Kemudian, strategi OJK dalam pengawasan ESG. Dia menjelaskan OJK melakukan pengawasan dengan melakukan review atas Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) Emiten yang dilaporkan bersamaan dengan Laporan Tahunan berdasarkan POJK Nomor 51/POJK.03/2017 dan SEOJK Nomor 16/SEOJK.04/2021.
"Sejalan dengan prinsip keterbukaan, dalam hal terdapat disclosure yang kurang, OJK akan meminta Emiten memperbaiki disclosure sehingga diharapkan investor memiliki informasi yang cukup dalam pertimbangan pengambilan keputusannya," tutup dia.
Penyaluran Kredit Berkelanjutan Bank Mandiri
Bank Mandiri terus menunjukkan pertumbuhan positif dalam penyaluran kreditnya, sekaligus menguatkan komitmennya terhadap prinsip-prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik (ESG). Sebagai bank yang memegang logo pita emas, Bank Mandiri mengintegrasikan pertimbangan ini secara menyeluruh dalam semua kegiatan bisnisnya, termasuk dalam penyaluran kredit.
Danis Subyantoro, Pejabat Eksekutif Manajemen Risiko Bank Mandiri, menjelaskan bahwa perusahaan telah mengadopsi kebijakan yang memasukkan evaluasi terhadap risiko lingkungan dan sosial dalam sistem manajemen risiko mereka. Pendekatan ini memungkinkan Bank Mandiri untuk menilai dampak lingkungan seperti deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan sebelum mengambil keputusan terkait penyaluran kredit.
"Sistem ini memungkinkan Bank Mandiri untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko lingkungan dan sosial yang mungkin timbul dari pihak peminjam, dari tahap pra-analisis hingga pemantauan setelah kredit disetujui," ungkap Danis dalam pernyataannya pada Senin, 25 Maret 2024.
Dengan demikian, Bank Mandiri tidak hanya mengutamakan keberlanjutan finansial tetapi juga memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan dari setiap keputusan kredit yang diambil, mengukuhkan komitmennya untuk berkontribusi positif terhadap pembangunan berkelanjutan.
Penilaian ini berlaku untuk enam sektor prioritas, seperti kelapa sawit, energi dan air, serta pertambangan logam. Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah memiliki dokumen analisis dampak lingkungan (amdal), hasil penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER), serta izin atau sertifikat pengelolaan lingkungan lain yang diperlukan.
"Bank Mandiri tidak akan memberikan kredit kepada debitur yang terbukti melakukan kegiatan yang merugikan hutan dan lingkungan, seperti perbangan ilegal, pembukaan lahan gambut, atau usaha yang mengancam keberadaan kawasan konservasi," jelas Danis.
Diketahui, Bank Mandiri telah menyalurkan kredit berkelanjutan senila Rp264 triliun pada 2023, dengan pertumbuhan sebesar 15,4 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini didorong oleh portofolio hijau yang tumbuh 21,4 persen menjadi Rp129 triliun.(yub/*)