KABARBURSA.COM - Ombudsman mengungkapkan bahwa selama periode 2021-2024, pihaknya telah berhasil menyelamatkan Rp322,59 miliar dari potensi kerugian sebesar Rp524,71 miliar di sektor perekonomian I, berkat tindak lanjut atas laporan masyarakat mengenai maladministrasi.
Ruang lingkup dari sektor perekonomian I meliputi perdagangan, perindustrian, logistik, pertanian, pangan, perbankan, asuransi, penjaminan, pengadaan barang-jasa, perpajakan, pabean, serta percukaian.
"Dugaan maladministrasi yang terjadi di sektor pelayanan publik memiliki dampak yang luar biasa terhadap keberlangsungan hidup masyarakat luas, di mana kerugian materil maupun kerugian immateril tersebut harusnya tidak terjadi jika kita sama-sama berkomitmen untuk menjaga kualitas pelayanan publik kita," ujar Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, Senin, 27 Mei 2024.
Ia menjelaskan kerugian yang dialami negara tersebut didominasi oleh sektor keuangan, seperti kripto, komoditi, serta asuransi. Selain itu permasalahan soal larangan dan pembatasan (lartas) impor juga termasuk dalam bagian tersebut. "Ada termasuk di situ, termasuk salah satunya juga," katanya.
Hendra menyampaikan pada 2022, pihaknya telah melakukan investigasi atas prakarsa sendiri mengenai dugaan ketidaksesuaian dalam penyediaan, dan stabilisasi komoditas minyak goreng.
Dari hasil investigasi itu, Ombudsman mengeluarkan rekomendasi korektif yang di antaranya meminta Menteri Perdagangan mencabut kebijakan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (domestic market obligation/DMO), melakukan reformulasi kebijakan penjaminan ketersediaan dan stabilisasi minyak goreng, melarang peredaran minyak goreng curah, serta menggantinya dengan minyak goreng kemasan yang mengacu pada kaidah SNI.
Selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk tidak memberlakukan bea keluar sampai empat bulan ke depan (September-Desember 2022) dalam rangka percepatan ekspor dan meningkatkan harga sawit yang merupakan bahan baku.
Menurut dia, komitmen bersama perbaikan dari lembaga pemerintah terkait peningkatan pelayanan administrasi, membuat potensi kerugian negara akibat ketidaksesuaian tidak terjadi.
Langkah Penyelamatan BPK
Pengawasan Badan Pengendalian Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengklaim telah menyelamatkan keuangan, mengurangi belanja negara, dan meningkatkan penerimaan negara dengan total sumbangan sebesar Rp310,36 triliun dari 2020 hingga kuartal I 2024.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, kepada Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Tahun 2024 di Istana Negara, Jakarta.
Rinciannya adalah penyelamatan keuangan negara sebesar Rp78,68 triliun, pengurangan belanja negara sebesar Rp192,93 triliun, dan optimalisasi penerimaan negara sebesar Rp38,75 triliun.
Yusuf menekankan bahwa BPKP tidak hanya mengawasi aktivitas keuangan dan pembangunan, tetapi juga merupakan bagian dari solusi dengan mengawal efektivitas pembangunan di berbagai bidang, termasuk kemiskinan, kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan sektor-sektor lainnya.
Selain itu, BPKP juga berperan dalam memastikan penyelesaian 204 Proyek Strategis Nasional (PSN) dan mengawal pembangunan infrastruktur PSN untuk meningkatkan aktivitas ekonomi.
Yusuf menegaskan bahwa BPKP terus melakukan peningkatan dan percepatan dalam beberapa program pemerintah dan merekomendasikan ketepatan dalam pembuatan kebijakan, perencanaan, dan evaluasi sebagai kunci kesuksesan program-program tersebut.
Temuan BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru-baru ini merilis hasil pemeriksaan yang termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023. Laporan tersebut mengungkap adanya potensi kerugian negara senilai Rp 18,19 triliun. IHPS I Tahun 2023 mencakup ringkasan dari 705 laporan hasil pemeriksaan (LHP), terdiri dari 681 LHP Keuangan, 2 LHP Kinerja, dan 22 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT).
Dalam hasil pemeriksaan tersebut, terdapat 9.261 temuan yang melibatkan kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhan yang berpotensi menyebabkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan, serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) dengan total nilai sebesar Rp 18,19 triliun. Selama proses pemeriksaan, entitas terkait telah menindaklanjuti dengan melakukan penyetoran uang dan/atau penyerahan aset sebesar Rp 852,82 miliar.
Ketua BPK, Isma Yatun, menyampaikan pentingnya optimalisasi tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK oleh Pemerintah. Ini menjadi langkah krusial dalam memaksimalkan dampak pemeriksaan terhadap mekanisme akuntabilitas dan transparansi dalam kerangka good governance. Pernyataan ini disampaikan saat penyampaian IHPS I Tahun 2023 kepada Pimpinan DPR pada Selasa, 5 Desember 2023.
IHPS ini juga mencakup 134 hasil pemeriksaan atas laporan keuangan tahun 2022 pada pemerintah pusat. Dari jumlah tersebut, 81 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 1 LKKL mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) mendapatkan opini WTP.
Selain itu, terdapat 40 laporan keuangan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) dengan 33 opini WTP, 6 opini WDP, dan 1 opini Tidak Wajar (TW). BPK juga memeriksa 542 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2022, serta empat laporan keuangan badan lainnya tahun 2022, termasuk LK Tahunan Bank Indonesia, LK Otoritas Jasa Keuangan, LK Lembaga Penjamin Simpanan, dan LK Badan Pengelola Keuangan Haji.
IHPS ini juga menghadirkan dua hasil pemeriksaan kinerja dengan fokus pada penguatan ketahanan ekonomi, yakni pengelolaan batu bara, gas bumi, dan energi terbarukan dalam pengembangan sektor ketenagalistrikan. Ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi TA 2020 hingga semester I 2022 pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Hasil pemeriksaan menunjukkan upaya pemerintah dalam menyusun road map menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 dan mengamankan pasokan batu bara dan gas bumi untuk kepentingan dalam negeri. Namun, masih terdapat permasalahan, seperti mitigasi risiko yang belum sepenuhnya dilakukan terhadap skenario transisi energi menuju NZE pada tahun 2060 dan kemajuan proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang rendah, berpotensi menimbulkan kekurangan pasokan pada sebagian besar sistem kelistrikan nasional.
Pada pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), termasuk pendapatan, biaya, dan investasi pada 11 BUMN atau anak perusahaan, ditemukan permasalahan signifikan. Salah satunya adalah pemberian uang muka perikatan perjanjian jual beli gas (PJBG) tanpa didukung mitigasi risiko dan jaminan yang memadai. Selain itu, tarif layanan khusus sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM kepada pelanggan premium belum sepenuhnya diterapkan oleh PT PLN.