KABARBURSA.COM - Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI) Liza Camelia Suryanata mengimbau agar generasi muda sudah memulai investasi. Menurutnya, salah satu alasan investasi diperlukan adalah karena inflasi atau kenaikan harga barang yang terjadi terus menerus.
Liza mencontohkan, uang Rp50 ribu pada zaman dulu dapat dibelikan beragam kebutuhan pokok, tapi nominal yang sama hanya dapat dipakai untuk membeli kopi di kafe. Menurutnya, hubungan antara inflasi dan investasi adalah meningkatkan kemampuan uang yang lama-lama tergerus.
“Kalau kita mendasarkan kepada kemampuan uang yang lama-lama itu tergerus. Kita enggak akan bisa keep up dengan inflasi tanpa investasi,” kata Riza dalam Capital Market Forum bertajuk "Bebas Finansial Berkat Saham di Usia Muda, Mungkin Gak Sih?" di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Kamis, 21 November 2024.
Menurutnya, banyak hal yang harus dibenahi dari cara berpikir generasi muda terkait investasi, terutama bagi yang terburu-buru ingin cepat kaya. Sebelum berinvestasi, harus dipahami apa itu investasi atau dengan kata lain mengelola aset atau harta dengan harapan bahwa aset tersebut bisa bertambah nilai kemudian hari.
Dengan definisi tersebut, membeli mobil atau rumah tidak termasuk ke dalam investasi karena nilainya akan cepat tergerus dan tidak mendapatkan keuntungan dari pembelian tersebut. “Kalau dalam beberapa waktu, aset itu kemudian harganya turun, that's not really investment. Mobil itu perlu maintenance, berarti oli, bensin, parkir. Kalau kamu tidak punya rumah yang ada garasinya, kamu di apartemen atau di kantor, pasti ada nilai stiker untuk parkir,” jelasnya.
Jika mobil itu disewakan, itu berarti dapat dikatakan sebagai investasi. Selain itu, mobil dapat dikatakan investasi ketika mobil itu unik dan berada di tangan kolektor sehingga nilainya tetap meningkat.
Ia juga menjelaskan bahwa rumah yang ditempati tidak termasuk ke dalam investasi karena rumah hanya ditinggali. Namun, jika rumah tersebut disewakan, baru dapat dikatakan sebagai investasi.
Minat Investasi Masih Rendah
Sementara itu, Liza sempat mengungkap bahwa investor di Indonesia masih tergolong kecil. Berdasarkan sajian data yang ia paparkan, jumlah investor di Indonesia hanya sebanyak 10.31 juta pada tahun 2022. Jika dibandingkan dengan negara lain, tutur Liza, investor di Australia jauh lebih besar jumlahnya.
Ia menyebut, 45,6 persen penduduk Australia merupakan investor atau sekitar 9 juta pada tahun 2022. Di sisi lain, Liza menyebut 55 persen di antaranya merupakan investor berusia produktif.
Sementara di Korea Selatan, Liza mengungkap ada sebanyak 14.24 juta investor di tahun 2022. Ia menyebut angka tersebut sama dengan 27 persen dari keseluruhan penduduk Korea Selatan.
“Indonesia, di tahun 2022, jumlah kita someone mirip, 10.3 juta investor di tahun 2022. Tapi dibandingkan dengan populasi produktif, itu cuma 6,6 persen saja. Apalagi dibandingkan dengan jumlah total populasi. Justru lebih sedikit lagi. Karena 59 persen dari investor itu didominasi usia 20 sampai 30 tahun,” ungkap Liza.
Dua tahun setelahnya, kata Liza, peningkatan investor di Indonesia juga masih tergolong rendah, di mana investor pasar modal Indonesia tahun 2024 hanya bertambah 3 juta. Di samping itu, ia juga menyebut pertambahan jumlah investasi juga terpantau stagnan secara persentase.
“Sebanyak 6,6 persen dari jumlah penduduk usia produktif 16 sampai 64 tahun. Dan dari total populasi Indonesia, cuma kurang dari 5 persen, persisnya cuma 4,6 persen,” paparnya.
Liza menilai, hal itu terjadi lantaran masyarakat Indonesia masih memandang kegiatan investasi berdasarkan dogma cenderung konservatif. Ia mengungkap, tak jarang masyarakat menganggap kegiatan investasi di pasar modal mengandung unsur judi hingga dianggap haram.
“Ada pemikiran bahwa stock market itu adalah judi padahal kita punya beberapa tools analisis yang bisa digunakan untuk bertransaksi di pasar modal,” tutupnya.
Pasar Modal Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama BEI Iman Rachman, menyampaikan bahwa pasar modal Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian negara.
Menurut dia, pasar modal yang maju dan stabil akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, Iman menegaskan bahwa pencapaian tersebut harus diiringi dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, sektor bisnis, dan masyarakat.
“Pertumbuhan pasar modal harus didukung oleh literasi keuangan yang terus meningkat di masyarakat, agar pasar modal Indonesia dapat menghadapi tantangan global, termasuk aliran dana dari investor asing,” ujar Iman dalam keterangannya yang diterima KabarBursa.Com.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan jumlah investor di Indonesia hingga November 2024 telah meningkat sebesar 2,21 juta SID. Dengan demikian, jumlah SID kini mencapai lebih dari 14 juta.
Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, menjelaskan bahwa sekitar 55 persen dari investor baru tersebut berusia di bawah 30 tahun. Ini menunjukkan tingginya minat generasi muda terhadap pasar modal Indonesia. (*)