KABARBURSA.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang menyatakan Pasal 251 Kitab Undang-Undang hukum dagang (KUHD) sebagai inkonstitusional bersyarat.
"Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penangung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan," ucap Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat pembacaan amar Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024, mengutip laman resmi MK di Jakarta, Minggu, 5 Januari 2025.
Putusan ini menegaskan bahwa perusahaan asuransi tidak lagi memiliki wewenang absolut untuk membatalkan klaim asuransi secara sepihak. Setiap pembatalan kini harus mempertimbangkan pembelaan hukum dari pihak tertanggung dan didasarkan pada kesepakatan yang disahkan melalui putusan pengadilan.
Menurut Pengamat Asuransi sekaligus Saksi Ahli Asuransi di Pengadilan Negeri dan MK, Irvan Rahadjo, dengan adanya penghapusan pasal 251 KUHD, perusahaan asuransi kini tidak lagi memiliki dasar hukum untuk menghadapi tindakan ketidakjujuran dari nasabah dalam pengisian Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) ataupun Surat Permohonan Polis Asuransi (SPPA).
"Dengan putusan MK ini, maka pasal 252 KUHD sudah tidak mempunyai daya untuk menangkal tindakan tidak jujur dari nasabah. Asas kejujuran atau itikad baik yang berlaku universal di berbagai negara, kini tidak lagi sepenuhnya berlaku di Indonesia," ujar Irvan kepada kabarbursa.com di Jakarta, Minggu, 5 Januari 2025.
Menurut dia, putusan MK tersebut akan berdampak sangat luas, serta industri asuransi dituntut untuk lebih profesional dan berhati-hati dalam menerapkan asas itikad baik. "Perusahaan asuransi tidak bisa lagi membatalkan klaim secara sepihak. Karena di kabulkan [prediksi] industri asuransi kedepannya akan kewalahan," kata Irvan.
Dia meyakini para nasabah akan berdatangan mengajukan gugatan kepada perusahaan asuransi pada saat putusan MK tersebut berlaku. "Nasabah asuransi akan berduyun-duyun mengajukan gugatan ke Pengadilan terhadap polis-polis yang dibatalkan sepihak oleh asuransi," ucapnya.
Adapun, Irvan menyarankan langkah mitigasi yang harus dilakukan oleh perusahaan Asuransi untuk mengatasi kondisi tersebut, antara lain:
Melakukan Assessment Mendalam
Irvan menyarankan kepada perusahaan asuransi untuk melakukan penilaian secara menyeluruh dan detail terhadap riwayat risiko setiap nasabah sebelum menerbitkan polis
Irvan menilai bahwa agen asuransi hanya berorientasi pada penjualan untuk mendapatkan komisi, tidak memiliki kepentingan terhadap tingkat risiko nasabah. Kendati demikian, Irvan menghimbau agar perusahaan memperkuat proses verifikasi risiko secara internal dan tidak mempercayakan begitu saja kepada agen.
Irvan mengatakan bahwa Asuransi harus menilai setiap perubahan risiko yang terjadi pada nasabah selama masa berlaku polis.
Terakhir, Irvan menyarankan agar perusahaan asuransi, bersama Asosiasi Asuransi Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyusun peraturan pengganti Pasal 251 sambil menunggu revisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Adapun, Irvan juga menekankan bahwa putusan MK kedepannya akan sangat memengaruhi cara berkontrak pada industri asuransi. "Implikasinya tak hanya ke underwriting, tetapi juga teman-teman di marketing hingga keputusan klaim," tambah Irvan.
Menurutnya, putusan MK ini juga menjadi tanda meningkatnya kesadaran konsumen di Indonesia. "Industri asuransi harus mampu beradaptasi dan selanjutnya mereview kebijakan, proses bisnis, dan kontrak atau polisnya," pungkasnya.
Total Investasi Industri Asuransi Jiwa
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), total investasi industri asuransi jiwa pada kuartal III-2024 tercatat mencapai Rp553,53 triliun. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 3,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp534 triliun.
Namun, industri asuransi jiwa Indonesia menunjukkan perkembangan yang stabil meskipun dalam kondisi yang tidak sepenuhnya menguntungkan. Jika dilihat dari data tahun lalu, industri ini mengalami penurunan investasi tipis 0,9 persen pada September 2023 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022, yang mencatatkan nilai Rp538,81 triliun.
Kendati demikian, peningkatan 3,7 persen pada kuartal III-2024 mencerminkan adanya optimisme dan kestabilan di sektor ini. Total investasi tersebut berkontribusi besar terhadap total aset industri asuransi jiwa, yang per kuartal III-2024 tercatat mencapai Rp630,12 triliun.
Pencapaian ini menunjukkan kenaikan sebesar 3,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, dan menggambarkan pentingnya sektor investasi dalam menopang keberlanjutan dan pertumbuhan industri asuransi jiwa.
Ketua Bidang Bisnis Syariah AAJI Paul Kartono, mengungkapkan bahwa lebih dari 80 persen dari aset perusahaan asuransi jiwa teralokasi pada aset aktif yang berbentuk investasi. Ini menunjukkan betapa sentralnya peran investasi dalam menjaga kelangsungan dan pengembangan industri ini.(*)