KABARBURSA.COM - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan alasan di balik penurunan ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia pada bulan Mei 2024.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi penurunan ekspor CPO yang signifikan sebesar 27,11 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diikuti oleh penurunan ekspor batu bara sebesar 16,85 persen secara tahunan (YoY).
Eddy Martono, Ketua Umum GAPKI, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh kondisi pasar global yang tidak menguntungkan, yang mengakibatkan permintaan terhadap CPO menurun. "Ketersediaan stok minyak nabati lainnya yang berlebihan telah membuat harga minyak kelapa sawit Indonesia menjadi kurang kompetitif, sehingga importir lebih memilih opsi yang lebih ekonomis," katanya Senin 24 Juni 2024.
Menambahkan informasi, negara-negara produsen minyak nabati seperti Rusia dan Ukraina, yang fokus pada produksi minyak biji bunga matahari, kini menunjukkan stabilitas dalam produksinya setelah periode konflik mereda. Hal ini mengakibatkan konsumen memiliki lebih banyak alternatif dalam mengimpor minyak nabati.
Di sisi lain, penggunaan CPO di dalam negeri terus meningkat, namun hal ini membuat harga ekspor CPO menjadi kurang bersaing di pasar global.
Meskipun demikian, Eddy tetap optimis bahwa target pemerintah untuk memproduksi 100 juta ton CPO per tahun pada tahun 2045, sesuai dengan program Sawit Emas 2045, tetap dapat tercapai. Untuk mencapai hal ini, meningkatkan produktivitas dan intensifikasi produksi menjadi kunci utama, mengingat ekstensifikasi lahan sudah tidak memungkinkan.
Program Sawit Emas adalah inisiatif dari pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah dari industri kelapa sawit di Indonesia. Program ini mencakup berbagai strategi untuk menjaga keberlanjutan industri kelapa sawit sambil mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Agar diketahui, tujuan utama dari Program Sawit Emas adalah untuk mencapai produksi kelapa sawit sebesar 100 juta ton per tahun pada tahun 2045. Hal ini akan meningkatkan kontribusi sektor kelapa sawit terhadap ekonomi nasional serta memberikan manfaat sosial yang lebih luas kepada masyarakat, termasuk pekerja sektor pertanian dan perkebunan.
Dalam mencapai tujuan tersebut, Program Sawit Emas fokus pada peningkatan efisiensi produksi, pengelolaan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, peningkatan nilai tambah produk kelapa sawit, serta pengembangan pasar global yang lebih luas dan inklusif. Program ini juga mengupayakan untuk memperbaiki citra industri kelapa sawit Indonesia di mata dunia dengan menerapkan standar-standar keberlanjutan yang tinggi dan mematuhi regulasi lingkungan yang ketat.
Secara keseluruhan, Program Sawit Emas menjadi bagian penting dari upaya pemerintah Indonesia dalam mengembangkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan, memberikan dampak positif bagi masyarakat, dan menjaga lingkungan hidup.
Fadhil Hasan, Ketua Bidang Luar Negeri GAPKI, menyatakan bahwa penurunan ekspor CPO sebenarnya sudah terjadi sejak Februari tahun ini, merupakan bagian dari tren jangka pendek dan menengah. Namun, dampak jangka panjang dari tren ini masih perlu diamati lebih lanjut.
Secara tambahan, nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai USD 1,08 miliar, menunjukkan penurunan sebesar 22,19 persen dibandingkan bulan sebelumnya, dan turun sebesar 27,11 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Indonesia adalah salah satu eksportir terbesar kelapa sawit di dunia. Sebagai produsen utama CPO (Crude Palm Oil), Indonesia memainkan peran kunci dalam pasar global minyak nabati. Ekspor kelapa sawit dari Indonesia tidak hanya mencakup CPO mentah, tetapi juga produk turunannya seperti Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Oil, Palm Kernel Oil, dan olein. Dalam beberapa tahun terakhir, meskipun menghadapi tantangan seperti fluktuasi harga dan perubahan permintaan global, Indonesia tetap mempertahankan posisinya sebagai pemain utama dalam industri kelapa sawit.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga aktif dalam mempromosikan industri kelapa sawit yang berkelanjutan melalui sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk memenuhi standar keberlanjutan global. Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan citra produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional sambil tetap mempertahankan keberlanjutan lingkungan dan sosial di dalam negeri.
Penerapan ISPO melibatkan berbagai standar dan kriteria yang harus dipenuhi oleh perusahaan kelapa sawit, termasuk pengelolaan lahan yang baik, penggunaan input secara efisien, pengelolaan limbah dan keberlanjutan lingkungan lainnya. Aspek sosial juga dipertimbangkan, termasuk hak-hak tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat lokal, dan hak-hak masyarakat adat yang terdampak oleh kegiatan perkebunan kelapa sawit.
ISPO bertujuan untuk meningkatkan citra industri kelapa sawit Indonesia di mata dunia, dengan menunjukkan komitmen untuk beroperasi secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Sertifikasi ISPO diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar global yang semakin memperhatikan isu-isu keberlanjutan. (*)