KABARBURSA.COM - Pasar saham dan obligasi diprediksi akan mengalami rebound. Hal ini pun bisa dimanfaatkan oleh para investor untuk mengambil langkah strategis.
Bareksa Prioritas, platform wealth management digital yang merupakan kerja sama Bareksa dan Jagartha Advisors, merekomendasikan investor, terutama yang bertipe agresif dan jangka panjang, untuk memanfaatkan momentum ini dengan strategi averaging down, yaitu melakukan pembelian bertahap untuk menurunkan rata-rata harga investasi.
Chief Investment Officer Jagartha Advisors Erik Argasetya, optimistis pasar saham dan obligasi memiliki potensi rebound yang kuat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan arus modal asing dan stabilitas inflasi global.
"Aset berisiko tinggi seperti saham dan reksa dana saham dengan valuasi menarik menjadikan saat ini momentum beli diharga yang relatif murah," ujar dia dalam keterangan resmi di Jakarta dikutip, Senin, 27 Januari 2025.
Erik juga menyampaikan, reksa dana pendapatan tetap dengan portofolio di Surat Berharga Negara mempunyai peluang imbal hasil yang menarik seiring dengan pemangkasan suku bunga tahun ini.
Terlebih, yield saat ini sudah berada di level tertinggi yang dapat menjadi entry point menarik dengan melihat prospek pasar ke depannya.
Sementara itu Managing Partner Bareksa Prioritas Citra Putri, mengimbau agar investor tetap perlu menyoroti adanya risiko terutama berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang tidak dapat diprediksi.
"Bila kebijakan yang diambil memberi dampak pada industri domestik, kemungkinan masih akan membayangi ke depan, sehingga investor bisa lebih memantau perkembangan tersebut," jelas dia.
Citra juga menyarankan agar para investor untuk melakukan diversifikasi kelas aset dan menyesuaikan jenis reksa dana sesuai dengan profil risiko maupun tujuan keuangan.
Dengan memahami peluang di pasar dan bagaimana mengelola investasi, investor dapat memanfaatkan kebijakan suku bunga acuan stabil untuk memaksimalkan keuntungan dari reksa dana.
Pemangkasan BI Rate Momentum Masuk Reksadana Agresif 2025
Di sisi lain, Bareksa Prioritas melihat peluang signifikan bagi investor agresif untuk memanfaatkan momentum pembalikan arah di pasar saham dan obligasi Indonesia pada tahun 2025.
Hal tersebut dipicu oleh kebijakan pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang dinilai mengejutkan, tetapi sangat dinanti oleh pelaku pasar.
Seperti diketahui di penghujung 2024 lalu, pasar saham dan obligasi mengalami tekanan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan, sementara imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun naik.
Faktor domestik, termasuk kebijakan yang kurang menguntungkan, menjadi penyebab pergerakan pasar yang lesu pada awal tahun. Namun, pemangkasan suku bunga oleh BI sebanyak -25 basis poin pada 15 Januari lalu membawa angin segar bagi pasar.
"Pemangkasan ini bukan hanya menjadi sinyal pembalikan arah pasar, tetapi juga membuka peluang bagi investor untuk kembali masuk pada level bottom saat ini," ujar Christian Halim, Head of Investment Bareksa.
Pertumbuhan Pasar Modal RI Masih Optimis
Diberitakan sebelumnya, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Irvan Susandy, mengatakan perkembangan pasar modal di Indonesia dinilai pertumbuhannya cukup optimis di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika preferensi investor saat ini.
“Tahun ini sangat menantang, tetapi kami tetap optimistis bahwa pasar modal Indonesia akan terus berkembang. Memang ada perubahan tren, seperti popularitas crypto yang saat ini lebih menarik dibanding saham, tetapi ini semua ada masanya. Dua tahun lalu, saham lebih baik daripada crypto,” kata Irvan di kantor Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, pada Senin, 20 Januari 2025.
Dia menjelaskan, pentingnya literasi dan edukasi masyarakat untuk mendorong pertumbuhan investasi di pasar modal. Selain itu, juga penting dilakukan diversifikasi portofolio bagi investor.
“Investor pasti mempertimbangkan diversifikasi. Popularitas instrumen investasi seperti crypto dan saham akan berfluktuasi sesuai perkembangan ekonomi dan sentimen pasar,” tutur dia.
Terkait kondisi investor asing, Irvan menyebutkan bakal ada kaitan dampak kebijakan ekonomi global, termasuk keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang baru dilantik, akan menjadi perhatian.
“Kami menunggu kebijakan ekonomi Trump dalam beberapa bulan ke depan. Mungkin di kuartal pertama atau kedua, kita akan melihat kejelasan bagaimana hal ini memengaruhi pasar global,” tutur dia.
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) memberikan harapan positif bagi peningkatan aktivitas pasar modal domestik.
“Transaksi sudah menunjukkan peningkatan setelah BI menurunkan suku bunga. Namun, kita masih perlu melihat data lebih jauh mengenai pergerakan investor asing pasca kebijakan tersebut,” ucap dia.
Pasar modal Indonesia diharapkan mampu terus menunjukkan pertumbuhan dan daya saing di tengah persaingan global dengan dukungan semua pemangku kepentingan, termasuk regulator, emiten, dan investor.
Pihaknya mengaku bakal in bahwa kondisi pasar akan membaik.
“Kita perlu terus menjaga momentum ini dengan kebijakan yang mendukung dan meningkatkan kepercayaan investor.
Sebelumnya, Bank Indonesia baru saja menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 5,75 persen. Keputusan ini diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025 lalu.
Penurunan sebesar 25 basis poin ini, menurut Perry, sejalan dengan upaya memastikan inflasi tetap terkendali sesuai target dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam pengumumannya, BI juga menyesuaikan suku bunga untuk fasilitas perbankan lainnya.
Suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00 persen, sementara Lending Facility kini berada di level 6,50 persen. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi kebijakan moneter yang bertujuan menjaga inflasi di sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2025 dan 2026.(*)