KABARBURSA.COM - Aktivitas ekspor dan impor Indonesia berpotensi terdampak imbas macetnya pelabuhan Singapura lantaran adanya eskalasi konflik di Laut Merah akibat Houthi. Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Khairul Mahalli, mengatakan bahwa banyak kapal dari Indonesia transit melalui Singapura.
"Ekspor impor kita bakal terhambat karena banyak kapal kita itu transit melalui Singapura," ujar Khairul kepada Kabar Bursa, Jumat, 14 Juni 2024.
Menurut Khairul, hampir semua aktivitas ekspor dan impor Indonesia transit di pelabuhan Singapura. Kondisi ini jika terus parah, kata Khairul, bisa berpengaruh terhadap cost atau biaya.
Khairul menyatakan, ongkos logistik bisa mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena adanya keterlambatan pengiriman imbas dari macetnya Pelabuhan Singapura. "Otomatis, kalau keterlambatan tentukan ada tambahan biaya. Kan ini udah hukum dagang," ungkapnya.
Lebih lanjut Khairul menyampaikan, hampir dipastikan semua industri di berbagai sektor bisa terdampak imbas pelabuhan Singapura macet. Pasalnya, ekspor dan impor Indonesia tidak lepas dari logistik.
"Otomatis semua sektor bisa terdampak kondisi ini. Karena barang modal kita itu ekspor dan impor itu keterkaitan dengan logistik. Hampir dinyatakan semua sektor baik pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan sebagainya, kan tidak bisa lepas dari logistik," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, pelabuhan Singapura, yang merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di dunia, kini terperangkap dalam kemacetan berkepanjangan. Semua ini terjadi karena kapal-kapal menghindari Laut Merah, memadati pusat maritim Asia tersebut.
Houthi di Laut Merah
Serangan Houthi memaksa pemilik kapal memilih rute lebih jauh melewati Tanjung Harapan di ujung selatan Afrika, menghindari Terusan Suez. Dampaknya, mereka tidak bisa mengisi bahan bakar atau menurunkan muatan di pelabuhan Timur Tengah, sehingga memperparah kemacetan di perairan Singapura.
Imbas Houthi yang mengamuk di Laut Merah, sangat terasa di Singapura. Secara otomatis, mengganggu rantai pasokan global. Letak strategis Singapura di jalur pelayaran tersibuk yang menghubungkan Eropa, Timur Tengah, dan China, semakin memperumit situasi. Kemacetan di pelabuhan, pusat utama pengisian bahan bakar dan redistribusi kontainer, mengakibatkan keterlambatan pengiriman barang dan menaikkan tarif pengiriman.
Menurut Jayendu Krishna, direktur di Drewry Maritime Services, tingkat pemanfaatan pelabuhan Singapura naik hampir 90 persen bulan lalu, jauh di atas tingkat optimal sekitar 70 persen. Perubahan rute menyebabkan jadwal kapal terganggu dan penumpukan peti kemas transhipment di beberapa pelabuhan, tambah Krishna. Hal ini menyebabkan penumpukan kapal di beberapa hub dengan waktu tunggu yang lebih lama dan kemacetan meningkat.
Volume kontainer di Singapura mencapai 16,9 juta unit setara dua puluh kaki (TEU) dalam lima bulan pertama tahun ini, hampir 8 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kata Maritime and Port Authority of Singapore. Perusahaan pelayaran kontainer seperti CMA CGM SA memindahkan lebih banyak tonase melalui pelabuhan tersebut. Pialang kapal melaporkan tanda awal bahwa kemacetan kontainer di Singapura mulai mereda bulan ini, mungkin mencegah penumpukan kontainer lebih lanjut.
Aktivitas di pelabuhan Malaysia juga meningkat bulan lalu. Tanjung Pelepas, yang terletak di sebelah barat Singapura di Selat Johor, dan Klang, dekat Kuala Lumpur, mencatat rekor bulanan pada bulan Mei. Sebaliknya, lalu lintas di pelabuhan utama Timur Tengah menurun drastis. Volume di pusat transhipment utama Salalah di Oman turun 17 persen pada kuartal pertama, menurut data Drewry.
Kemacetan kapal kontainer kemungkinan tidak akan segera hilang, dan tarif spot untuk kapal kemungkinan akan terus meningkat, kata analis HSBC Holdings Plc, termasuk Parash Jain, dalam sebuah catatan. Meskipun ketidakefisienan ini terutama terjadi di wilayah ekspor Asia dan beberapa hub transhipment, ini hanya masalah waktu sebelum meluas ke negara tujuan impor di Uni Eropa dan AS. Tren kenaikan tarif angkutan kontainer tampaknya belum akan berakhir.
Perairan Singapura yang biasanya sudah sibuk akan semakin ramai dalam beberapa bulan mendatang, karena dampak pengalihan rute membutuhkan waktu untuk berdampak penuh pada sistem transportasi global. Sekitar 44 kapal kontainer harus menunggu selama empat hari di luar Singapura bulan lalu, dibandingkan hanya 14 di bulan Januari, menurut data Drewry.
Kemacetan ini baru terlihat sekarang, beberapa bulan setelah serangan Laut Merah meningkat pada Januari, kata Krishna. Kapasitas cadangan di pelabuhan dan tempat penyimpanan kontainer membutuhkan waktu untuk mencapai pemanfaatan maksimalnya. (yog/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.