KABARBURSA.COM - Pemerintah Kabupaten (Penkab) Rembang mendorong para pedagang makanan dan minuman, agar segera mengurus sertifikat halal. Utamanya, pedagang yang berjualan di pasar-pasar tradisional.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kabupaten Rembang, M Mahfudz mengatakan persepsi konsumen dapat meningkat dengan adanya sertifikat halal pada produk yang dijual.
Katanya, dengan memiliki sertifikat halal, pedagang bisa memberikan rasa nyaman, keamanan, dan kepastian tentang ketersediaan produk halal kepada pembeli. Terlebih, kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan oleh pemerintah mulai 18 Oktober 2024 mendatang.
"Bakul-bakul makanan, minuman untuk memenuhi ketentuan ini, mumpung sekarang masih gratis,” ucapnya, Senin, 3 Juni 2024.
Sementara, Kepala Kementerian Agama Kabupaten Rembang, Moh Mukson mengatakan pihaknya akan terus berupaya melakukan percepatan sertifikat halal bagi para pelaku usaha, terutama yang bergerak di bidang makanan dan minuman.
Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan Pemkab Rembang untuk menyosialisasikan informasi program sertifikasi halal gratis ke masyarakat luas. Sebab, pengurusan sertifikat gratis ini hanya berlaku sampai 17 Oktober 2024.
"Setelah tanggal 17 Oktober 2024, layanan gratis sudah tidak ada lagi. Makanya, kita dorong pelaku usaha segera mengurus, mulai dari usaha besar sampai usaha mikro. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal," jelasnya.
Untuk mengurus sertifikat halal, lanjut Mukson, pelaku usaha bisa datang ke Kantor Kementerian Agama Rembang atau mengurus secara online melalui laman ptsp.halal.go.id, dengan mengikuti petunjuk di dalam laman tersebut.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa banyak UMKM yang enggan mengurus sertifikasi halal.
Ia pun menyoroti kekhawatiran banyak pengusaha kecil terkait potensi pajak besar yang harus mereka tanggung saat mengurus sertifikasi halal.
"Karena syaratnya mengurus sertifikasi halal yaitu memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)," kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2024.
Airlangga menegaskan bahwa pemerintah baru saja memperpanjang waktu pendaftaran sertifikasi halal bagi UMKM hingga tahun 2026.
Awalnya, UMKM diwajibkan memiliki sertifikasi halal sebelum 17 Oktober 2024. Namun, karena tingkat sertifikasi halal yang masih rendah, batas waktu pendaftaran tersebut diundur dua tahun.
Menurut Airlangga, banyak pelaku UMKM enggan memiliki NIB karena khawatir akan dampak pajaknya. Padahal, aturan pajak hanya berlaku bagi yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. Dia menegaskan perlunya sosialisasi lebih lanjut mengenai hal ini.
Airlangga menyebut, banyak pengusaha kaki lima yang banyak menolak mengurus NIB untuk sertifikasi halal. Pemerintah mendorong agar semua pengusaha kaki lima mau mengurus sertifikasi halal.
Meskipun target sertifikasi UMKM adalah 10 juta, namun baru 4,4 juta yang tercapai hingga saat ini. Kata Airlangga, pengurusan sertifikasi halal diklaim semakin mudah dengan adanya UU Cipta Kerja, terutama bagi UMKM.
“Proses pengurusan sertifikasi halal gratis dan ditanggung pemerintah, serta dijamin penyederhanaan dan percepatannya,” pungkas Airlangga.
Wajib Sertifikasi Halal
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan kewajiban sertifikasi halal yang akan memasuki tahap pertama pada Oktober 2024. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memastikan perlindungan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, saat menghadiri Sidang World Trade Organization (WTO) terkait Technical Barriers to Trade (TBT) tahun 2024 di Jenewa. Aqil menjelaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal berlaku bagi semua produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia.
“Akreditasi sertifikasi halal di Indonesia merupakan upaya negara untuk memastikan integritas kehalalan produk yang dikonsumsi oleh masyarakat, mengingat Indonesia memiliki jumlah umat Muslim terbesar di dunia,” ungkap Aqil di Gedung Pusat WTO di Jenewa, Swiss, beberapa waktu lalu.
Aqil menegaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal tidak bertentangan dengan keberadaan produk non-halal, selama mematuhi regulasi yang berlaku. Indonesia tidak akan menghambat produk non-halal untuk beredar asal memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
"Peraturan tersebut mengharuskan produk non-halal untuk mencantumkan informasi yang jelas mengenai kehalalannya pada kemasan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada konsumen di Indonesia," katanya.
Kewajiban sertifikasi halal akan mulai diberlakukan pada Oktober 2024 sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021, khususnya untuk tiga kelompok produk utama, yaitu makanan, minuman, bahan baku makanan, dan jasa penyembelihan. “Namun, produk obat, biologi, dan alat kesehatan yang berasal dari bahan non-halal masih diizinkan beredar di Indonesia dengan syarat mencantumkan label non-halal pada produknya," jelas Aqil.