Logo
>

Penerimaan Pajak Mei 2024 Anjlok, ini Penyebabnya

Ditulis oleh KabarBursa.com
Penerimaan Pajak Mei 2024 Anjlok, ini Penyebabnya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa realisasi penerimaan pajak dari Januari hingga Mei 2024 mencapai Rp760,4 triliun, menurun 8,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 830,5 triliun.

    Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mencatat adanya sedikit perbaikan pada penerimaan pajak di Mei 2024 dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan penerimaan pajak berkurang dari 9,3 persen pada April 2024 menjadi 8,4 persen pada Mei 2024.

    "Kita perkirakan bulan depan sampai akhir tahun terus membaik. Namun demikian, apakah mencapai target? Saya rasa itu sulit," ujar Fajry dikutip Rabu 26 Juni 2024.

    Fajry menekankan perlunya kebijakan pemerintah yang strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak, meski risiko politiknya besar, terutama mengingat tahun sudah setengah jalan sehingga efektivitasnya terbatas.

    Fajry juga menyoroti upaya intensifikasi oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan penyebaran Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sebagai langkah meningkatkan penerimaan pajak. "Kita harapkan ada dampaknya dalam beberapa bulan ke depan," tambahnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa turunnya penerimaan pajak pada Mei 2024 disebabkan oleh melemahnya harga komoditas pada 2023 yang dirasakan dampaknya tahun ini.

    "Terutama perusahaan dengan harga komoditas atau perusahaan mining di Indonesia atau CPO mengalami koreksi dari sisi kinerja perusahaannya untuk tahun 2023 yang dilaporkan pada bulan April lalu, dan kita melihat koreksinya sekitar 8,4 persen dari sisi penerimaan pajak," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor Ditjen Pajak, Senin (24/6).

    Sri Mulyani juga melaporkan bahwa penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hanya mencapai Rp 251,4 triliun, turun 3,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp260 triliun. Realisasi PNBP ini setara dengan 51,1 persen dari target tahun ini.

    Untuk kepabeanan dan cukai, mencapai Rp109,1 triliun, mengalami kontraksi 7,8 persen secara tahunan, sementara tahun lalu setoran pajak dari komposisi ini mencapai Rp 118,4 triliun.

    Namun, Sri Mulyani tidak merinci jumlah realisasi penerimaan pada setiap jenis pajak.

    Hingga akhir Mei 2024, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 760,4 triliun, mengalami penurunan 8,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 830,5 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan harga komoditas pada tahun 2023 yang berdampak pada penerimaan tahun ini.

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat bahwa meskipun penerimaan pajak turun, ada perbaikan dari bulan April ke Mei 2024, di mana penurunan penerimaan berkurang dari 9,3 persen menjadi 8,4 persen

    Secara keseluruhan, pemerintah optimis bahwa penerimaan pajak akan membaik hingga akhir tahun 2024, meskipun mencapai target penuh masih dianggap sulit. Upaya intensifikasi seperti penyebaran Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) terus dilakukan untuk mengerek penerimaan pajak​

    Target penerimaan pajak Indonesia untuk tahun 2024 ditetapkan sebesar Rp2.309,9 triliun. Angka ini merupakan bagian dari total pendapatan negara yang diestimasikan mencapai Rp2.802,3 triliun. Dalam upaya mencapai target ini, pemerintah akan terus mengoptimalkan pendapatan negara sambil menjaga keberlanjutan dunia usaha dan daya beli masyarakat.

    Penyebab Penerimaan Pajak Anjlok

    Mengutip berbagai sumber media keuangan, Inflasi yang tinggi dapat mengganggu penerimaan pajak negara karena beberapa alasan. Pertama, inflasi dapat mengurangi daya beli masyarakat, yang pada gilirannya mengurangi konsumsi dan penjualan. Penurunan konsumsi ini berdampak langsung pada penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dari sektor ritel dan konsumen​.

    Kedua, inflasi yang tinggi seringkali memaksa perusahaan untuk menyesuaikan harga barang dan jasa mereka. Meskipun hal ini mungkin tampak menguntungkan dalam jangka pendek, dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan penurunan permintaan, yang pada akhirnya mempengaruhi profitabilitas perusahaan dan penerimaan pajak korporasi​.

    Ketiga, inflasi dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan, termasuk biaya bahan baku dan tenaga kerja. Peningkatan biaya ini bisa mengurangi margin keuntungan perusahaan, yang berarti mereka akan membayar pajak penghasilan yang lebih rendah. Selain itu, perusahaan mungkin menunda atau mengurangi investasi, yang dapat berdampak negatif pada penerimaan pajak di masa depan​.

    Secara keseluruhan, meskipun inflasi dapat mendorong pendapatan nominal dalam jangka pendek, efek jangka panjangnya seringkali merugikan terhadap stabilitas ekonomi dan penerimaan pajak. Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang efektif untuk mengendalikan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi stabilitas penerimaan pajak​.

    Harga komoditas memiliki dampak signifikan terhadap penerimaan pajak negara. Beberapa poin utama yang menjelaskan pengaruh ini adalah:

    1. Pendapatan Perusahaan: Banyak perusahaan di sektor pertambangan, energi, dan agribisnis sangat bergantung pada harga komoditas. Ketika harga komoditas naik, pendapatan perusahaan di sektor ini meningkat, yang pada gilirannya meningkatkan pajak penghasilan badan (PPh Badan). Sebaliknya, ketika harga komoditas turun, pendapatan perusahaan juga menurun, mengurangi jumlah pajak yang mereka bayarkan.
    2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Kenaikan harga komoditas dapat meningkatkan nilai transaksi yang dikenakan PPN, sehingga meningkatkan penerimaan pajak dari sektor ini. Namun, jika harga komoditas terlalu tinggi, hal ini dapat mengurangi daya beli masyarakat dan konsumsi, yang pada akhirnya bisa menurunkan penerimaan PPN.
    3. Ekspor dan Devisa: Harga komoditas yang tinggi biasanya meningkatkan nilai ekspor dan cadangan devisa negara. Peningkatan ekspor menghasilkan lebih banyak pendapatan pajak dari kegiatan ekspor, termasuk pajak ekspor dan pajak penghasilan dari perusahaan eksportir.
    4. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP): Dalam banyak kasus, penerimaan negara bukan pajak dari sektor komoditas, seperti royalti dan dividen dari perusahaan tambang dan minyak, sangat dipengaruhi oleh harga komoditas. Ketika harga tinggi, penerimaan PNBP juga meningkat.
    5. Dampak Makroekonomi: Harga komoditas yang fluktuatif dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi yang lebih luas, mempengaruhi berbagai sektor ekonomi dan akhirnya berdampak pada penerimaan pajak secara keseluruhan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi