KABARBURSA.COM – PT Superbank Indonesia Tbk (SUPA) melihat ruang pertumbuhan yang masih sangat luas pasca penawaran umum perdana saham atau IPO, seiring penetrasi bank digital di Indonesia yang dinilai masih sangat rendah dan kekuatan ekosistem yang belum tergarap optimal.
Dengan basis pengguna Grab hampir 50 juta, sementara nasabah Superbank baru sekitar 5 juta, perseroan dinilai baru menggarap sebagian kecil dari potensi pasar yang tersedia.
Sekuritas penjamin, CEO Sucor Sekuritas, Bernadus Setya Ananda Wijaya, menilai konversi pengguna Grab menjadi nasabah Superbank masih berada di tahap awal.
“Grab punya hampir 50 juta user, sedangkan nasabah Superbank masih 5 juta. Artinya baru sekitar 10 persen yang tergarap,” ujar Bernadus di Main Hall BEI, pada Rabu, 17 Desember 2025.
Menurut dia, kondisi tersebut justru mencerminkan upside yang masih sangat besar ke depan. Peningkatan literasi digital dan literasi keuangan masyarakat Indonesia diyakini akan mendorong penghimpunan dana pihak ketiga dengan skala yang lebih besar.
Bernadus optimistis Superbank berpotensi menjadi pemain dominan di industri bank digital nasional dalam waktu relatif singkat.
“Untuk pangsa pasar bank digital, saya percaya dalam 2–3 tahun ke depan dia akan menjadi bank digital terbesar di Indonesia,” katanya.
Optimisme itu, lanjut Bernadus, tidak hanya bertumpu pada ekosistem Grab sebagai salah satu ekosistem e-commerce terbesar di Indonesia, tetapi juga dukungan ekosistem teknologi kesehatan yang mencakup media, video, SMA, hingga jaringan hospital. Seluruh ekosistem tersebut dinilai dapat dimanfaatkan untuk distribusi produk perbankan, baik dari sisi funding maupun penyaluran kredit.
Meski demikian, Bernadus menegaskan arah pergerakan harga saham tetap bergantung pada minat pasar. Namun, ia mengungkapkan antusiasme investor terhadap IPO Superbank tergolong luar biasa.
“Jumlah order yang masuk untuk Superbank lebih dari 1 juta dan oversubscribe lebih dari 300 kali,” ujarnya.
Dari sisi penjamin emisi, Direktur Utama Mandiri Sekuritas, Oki Ramadhana menilai diferensiasi utama SUPA dibanding bank digital lain terlihat jelas pada kekuatan ekosistem dan laju pertumbuhan fundamental.
“Ekosistemnya kelihatan luar biasa. Dengan Emtek, Grab dan lainnya. Growth-nya luar biasa sekali,” kata Oki.
Ia menyebut dari sisi fundamental, performa Superbank sudah menunjukkan kualitas yang kuat. Menjawab pertanyaan terkait peluang SUPA menjadi saham konglomerasi, Oki menegaskan dirinya tidak membedakan saham konglomerasi maupun nonkonglomerasi.
“Yang penting story-nya bagus. Fundamentalnya bagus, sektornya juga bagus,” ujarnya.
Menurut Oki, antusiasme investor dan momentum pasar menjadi faktor penentu pergerakan saham ke depan, khususnya bagi investor ritel. Namun, ia enggan berspekulasi mengenai potensi valuasi maupun arah harga saham.
“Itu market. Semua tentang supply dan demand. Kalau fundamentalnya bagus dan mereka bisa deliver result, proyeksinya juga bagus, mudah-mudahan harganya makin lama makin bagus,” kata Oki.
Sementara itu, Direktur Utama Superbank Indonesia Tbk, Tigor M. Siahaan, menekankan bahwa potensi industri bank digital di Indonesia masih sangat besar. Ia menyebut pangsa pasar seluruh bank digital di Indonesia saat ini kemungkinan baru sekitar 1 persen.
“Market share dari seluruh bank digital di Indonesia mungkin paling 1 persenan. Jadi pool-nya masih sangat besar,” ujar Tigor usai acara selebrasi pencatatan saham di Main Hall BEI.
Ia menilai perubahan perilaku masyarakat yang semakin mengandalkan layanan digital menjadi peluang utama. Kemudahan, transparansi, dan keamanan layanan disebut menjadi faktor krusial dalam meningkatkan adopsi perbankan digital.
“Kami sangat positif terhadap prospeknya, bukan hanya 1 tahun, tapi 3, 5, 10 sampai 20 tahun ke depan,” katanya.
Tigor juga menyoroti masih rendahnya penetrasi kredit di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sekitar 280 juta jiwa, tingkat credit penetration nasional baru berada di kisaran 30–35 persen, jauh tertinggal dibanding negara lain yang sudah menembus lebih dari 100 persen.
“Penetrasi akses terhadap kredit itu masih sangat tinggi. Di situ kami bisa berperan untuk inklusi keuangan,” ujarnya.
Dari sisi permodalan, Tigor menyatakan dana hasil IPO sekitar Rp8 triliun dinilai sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan menengah. Perseroan juga optimistis pertumbuhan laba dan aset akan terus berlanjut.
“Untuk sementara kebutuhan modal kami sudah terpenuhi,” kata Tigor.
Superbank mencatat akselerasi pertumbuhan kredit. Total penyaluran kredit saat ini sekitar Rp9 triliun, meningkat dari sekitar Rp6,4 triliun pada akhir tahun lalu. Pertumbuhan tersebut diproyeksikan berlanjut seiring strategi ekspansi yang agresif.
Perseroan juga mengungkapkan alokasi dana IPO dengan komposisi sekitar 70 persen untuk mendukung pertumbuhan bisnis dan 30 persen untuk investasi teknologi, platform, cyber security, dan infrastruktur.
Dari sisi basis nasabah, Superbank kini telah memiliki sekitar 5 juta nasabah dan terus tumbuh pesat. Fokus perseroan tidak hanya pada akuisisi nasabah, tetapi juga pada aktivitas transaksi.
“Lebih dari 1 juta transaksi per hari. Semuanya digital,” ujar Tigor.(*)