KABARBURSA.COM - Polemik terkait rencana anggaran makan bergizi gratis senilai Rp 400 triliun dalam APBN 2025 menuai reaksi tajam dari Pusat Kajian Hukum dan Anggaran (Puskaha). Menurut Yenti Nurhidayat, pendiri Puskaha, kebijakan ini belum mendesak untuk direalisasikan.
Prioritas utama harus difokuskan pada perbaikan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan pemulihan ekonomi yang mendorong peningkatan pendapatan mereka, otomatis akan membawa dampak positif dalam penyediaan kebutuhan pangan bergizi.
"Ketika ekonomi dan pendapatan masyarakat membaik, mereka akan lebih mampu secara mandiri menyediakan makanan yang bergizi bagi anak-anak mereka," kata Yenti kepada Kabar Bursa, Selasa, 18 Juni 2024.
Yenti mengkritik program makan siang gratis atau makan siang bergizi yang dinilainya hanya memberikan dampak sementara dan belum berkelanjutan dalam jangka panjang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah terlalu terbebani oleh berbagai program bantuan sosial. Ini pun, kata Yenty, belum mampu mengatasi masalah di masyarakat secara mendasar.
“Program program yang memberi ikan sebaiknya dikurangi dan diganti dengan program program yang memberikan kail,” ujar mantan peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran ini.
Di sisi lain, dengan adanya RAPBN 2025 yang juga mengakomodasi program Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dikhawatirkan akan menimbulkan potensi risiko ekonomi akibat perubahan target defisit menjelang transisi pemerintahan. Yenti mengingatkan langkah-langkah yang diambil harus didasarkan pada prinsip keadilan dan kepedulian terhadap kelompok rentan.
“Tanpa itu, kebijakan fiskal bisa membebani masyarakat dan merusak lingkungan," jelas Yenti.
Puskaha mendukung usulan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menurunkan defisit fiskal RAPBN 2025 menjadi 1,5-1,8 persen dari PDB sebagai langkah yang masuk akal jika ingin mengakomodir program-program Prabowo-Gibran. Namun, Yenti menyoroti perbedaan pandangan dengan Kementerian Keuangan yang menetapkan target yang lebih tinggi.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR dengan Kementerian Keuangan, Rabu, 5 Juni 2024, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengusulkan agar defisit anggaran ditekan. Hal ini bertujuan agar pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan dilantik Oktober mendatang memiliki lebih banyak ruang fiskal untuk memasukkan program-program baru melalui mekanisme APBN Perubahan.
Target Defisit
Dalam rapat tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak segera memberikan tanggapan terhadap usulan Bappenas. Dalam presentasinya, Sri Mulyani tetap menegaskan target defisit sesuai rencana awal, yaitu 2,45-2,82 persen dari PDB. Yenti meyakini pemerintah dan DPR akan mencari jalan tengah menyikapi dua pandangan tersebut.
"Persentasenya menurut kami mungkin saja di kisaran 2 persen dari PDB mengingat pada tahun 2003 Indonesia pernah mencapai defisit hanya 1,6 persen,” kata Yenti.
Puskaha mengkhawatirkan dampak potensial dari penurunan drastis defisit fiskal terhadap perekonomian nasional dan program-program pemerintah yang telah direncanakan.
"Apapun pilihan kebijakan yang diambil pemerintah untuk menutup defisit ini maka ujung akhirnya akan sampai pada masyarakat," tegas Yenti. Alasannya, fokus pemerintah dalam menutup defisit adalah melakukan efisiensi penggunaan anggaran yang lebih banyak mengarah pada sektor-sektor pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Sektor itu antara lain kesehatan, pendidikan, pertanian, kelautan. Bila dilihat data 10 Kementerian dan lembaga yang memiliki alokasi anggaran tertinggi, hanya Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan yang masuk ke dalam daftar ini.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, anggaran kesehatan untuk 2024 mencapai Rp 186,4 triliun atau setara dengan 5,6 persen dari total APBN. Angka ini meningkat sebesar 8,1 persen atau Rp 13,9 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Adapun Kementerian Keuangan merealisasikan anggaran pendidikan Indonesia dalam APBN 2024 sebesar Rp 133,7 triliun. Angka tersebut mewakili 20,1 persen dari total pagu anggaran APBN 2024 dan mengalami peningkatan sebesar 12,3 persen dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya, yang hanya sebesar Rp 119,1 triliun.
“Besarnya alokasi anggaran ini disebabkan karena adanya mandatory spending di dalam konstitusi dan undang-undang,” kata Yenti.
APBN Sempit
Pengamat ekonomi Salamudin Daeng menyampaikan pandangannya terkait dampak fiskal jika anggaran makan bergizi gratis yang diproyeksikan sebesar Rp240 hingga Rp450 triliun ini direalisasikan masuk ke dalam APBN 2025.
Menurut Salamudin, anggaran kebutuhan makan bergizi bagi pelajar jika menggunakan standar internasional nilainya sekitar USD3-4 Purchasing Power Parity (PPP) per anak per hari. Jika dirupiahkan, ini setara dengan Rp18-20 ribu per anak per hari, atau sekitar Rp6,5 juta per anak per tahun. Dengan jumlah 57 juta anak, total anggarannya mencapai sekitar Rp374 triliun.
Anggaran tersebut setara dengan sekitar 10,5 persen dari RAPBN 2025 yang saat ini tengah dibahas oleh DPR. Sebagai perbandingan, belanja negara pada tahun 2024 mencapai Rp3.325 triliun dengan pendapatan negara sebesar Rp2.802 triliun. Artinya ada defisit sebesar Rp523 triliun. Dengan asumsi tidak ada perubahan struktur belanja negara, dibutuhkan anggaran tambahan sebesar kebutuhan makan bergizi gratis tersebut.
Salamudin mengungkapkan porsi dalam APBN Indonesia sangat terbatas untuk bisa menjalankan program andalan Prabowo-Gibran tersebut. “Ruang dalam APBN Indonesia sangat sempit untuk bisa menjalankan program makan bergizi gratis,” kata Salamudin kepada Kabar Bursa, Minggu, 16 Juni 2024. (alp/prm)