Logo
>

Pengusaha Sepakat Tolak Iuran Tapera

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pengusaha Sepakat Tolak Iuran Tapera

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak tegas kebijakan pemerintah yang mewajibkan potongan gaji pekerja sebesar 3 persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Menurut APINDO, kebijakan tersebut akan sangat memberatkan pekerja dan pelaku usaha.

    “Sejak munculnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang ‘Tabungan Perumahan Rakyat’, APINDO dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut. APINDO telah melakukan sejumlah diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada Presiden mengenai Tapera. Sejalan dengan APINDO, Serikat Buruh/Pekerja juga menolak pemberlakukan program Tapera. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha maupun pekerja/buruh,” ujar Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani dalam keterangan resminya, Selasa, 28 Mei 2024.

    Shinta menjelaskan bahwa APINDO memiliki beberapa pandangan terhadap regulasi tersebut. Pertama, meskipun APINDO mendukung kesejahteraan pekerja dengan adanya ketersediaan perumahan, PP No.21/2024 dinilai sebagai duplikasi dari program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

    “Tambahan beban bagi pekerja (2,5 persen) dan pemberi kerja (0,5 persen) dari gaji tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan,” ungkap Shinta.

    Kedua, APINDO menilai pemerintah sebaiknya mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Sesuai PP, maksimal 30 persen (Rp138 triliun) dari aset JHT yang mencapai total Rp460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja. Dana MLT yang tersedia sangat besar namun pemanfaatannya sangat sedikit.

    Ketiga, APINDO menilai aturan Tapera akan menambah beban pengusaha dan pekerja, karena saat ini beban pungutan yang ditanggung pelaku usaha sudah mencapai angka 18,224 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan kerja dengan rincian sebagai berikut:

    Rincian Beban Pelaku Usaha kepada Pekerja menurut APINDO

    1. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 Jamsostek’):

    • Jaminan Hari Tua (3,7 persen)
    • Jaminan Kematian (0,3 persen)
    • Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24-1,74 persen)
    • Jaminan Pensiun (2 persen)

    2. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No. 40/2004 'SJSN'):

    Jaminan Kesehatan (4 persen)

    3. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 Ketenagakerjaan) sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar (8 persen).

    “Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi Rupiah dan melemahnya permintaan pasar,” kata Shinta.

    Oleh karena itu, Shinta mengatakan APINDO terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan sehingga pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera dan Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI, dan Polri.

    APINDO juga telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan sejumlah pihak terkait, di antaranya BPJS Ketenagakerjaan dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mempercepat perluasan program MLT bagi kebutuhan perumahan pekerja.

    “Dalam diskusi tersebut, khusus pekerja swasta dapat dikecualikan dari Tapera dan mendapatkan fasilitas perumahan dari BP Jamsostek,” imbuh Shinta.

    UU Tapera Harus Dikaji Kembali

    Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera). Peraturan ini langsung menuai beragam respons, salah satunya dari pengamat pajak Fajry Akbar dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA).

    Menurutnya, UU Tapera perlu merevisi ulang sebelum benar-benar diterapkan. “Saya kira DPR dan Pemerintah perlu duduk bersama untuk merevisi UU Tapera agar tapera sifatnya opsional bukan kewajiban,” katanya kepada Kabar Bursa, Selasa, 28 Mei 2024.

    Jika dilihat, PP Tapera menetapkan potongan gaji bulanan sebesar 3 persen untuk karyawan swasta, dengan rincian 2,5 persen dipotong dari gaji karyawan dan 0,5 persen dari perusahaan. Berdasarkan Pasal 15 PP Tapera Nomor 21 Tahun 2024, aturan ini bertujuan mendorong tabungan perumahan bagi masyarakat.

    Fajry mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan dampak Tapera terhadap perhitungan pajak penghasilan (PPh) 21. Menurutnya pemotongan gaji untuk Tapera perlu dikaji lebih lanjut agar tidak memberatkan para pekerja. “Kita perlu lihat dampaknya ke perhitungan PPh 21,” ujarnya.

    Pasalnya, dia menilai, sebagai seorang pekerja swasta, Fajry merasa bahwa pungutan Tapera ini cukup membebani tanpa memberikan manfaat yang jelas. “Bagi pekerja swasta seperti saya, pungutan Tapera ini cukup membebani dan tanpa manfaat yang jelas,” tambah dia.

    Di lain sisi, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menyambut baik kebijakan baru ini. Menurutnya, perubahan ini bertujuan untuk menyempurnakan pengelolaan Tapera yang dilakukan melalui penyimpanan oleh peserta secara berkala.

    “Dana ini nantinya hanya bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan beserta hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir,” katanya.

    Heru Pudyo Nugroho menyatakan bahwa perubahan PP ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

    Peraturan baru ini juga mengatur beberapa hal pokok, seperti kewenangan pengaturan kepesertaan Tapera oleh kementerian terkait dan pemisahan sumber dana antara dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan dana Tapera.

    BP Tapera sendiri dibentuk berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020. Tujuannya adalah untuk menghimpun dan menyediakan dana jangka panjang yang berkelanjutan bagi pembiayaan perumahan, guna memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta.

    Selain itu, BP Tapera berfungsi untuk melindungi kepentingan peserta dengan sistem berbasis simpanan yang berlandaskan gotong royong. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang menjadi peserta Tapera bisa mendapatkan manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah pasar.

    “Dana yang dihimpun akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta beserta hasil pemupukannya saat masa kepesertaan berakhir,” terang dia.

    Lebih lanjut, Heru Pudyo Nugroho menjelaskan bahwa masyarakat yang belum memiliki rumah pertama dan masuk dalam kategori berpenghasilan rendah dapat mengajukan manfaat pembiayaan Tapera selama mereka menjadi peserta Tapera.

    Dalam pengelolaan dana Tapera, BP Tapera menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan diawasi langsung oleh Komite Tapera, Otoritas Jasa Keuangan, serta Badan Pemeriksa Keuangan.

    Apa Itu Tapera?

    Menurut Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), program Tapera pada dasarnya ditujukan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta iuran.

    Dasar hukum program ini mengacu pada UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

    Konstitusi tersebut lantas diramifikasi melalui aturan turunan berupa Undang-undang (UU) No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 4/2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, lalu Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

    PP No. 25/2020 tersebut kemudian baru saja direvisi menjadi PP No. 21/2024 tentang Perubahan atas PP No. 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat tertanggal 20 Mei 2024.

    Tapera Menurut Jokowi

    Presiden Jokowi mengatakan, biasanya dalam kebijakan yang baru, masyarakat juga ikut berhitung. Misalnya mampu atau tidak mampu, berat atau tidak berat.

    Menurutnya, masyarakat akan mendapat manfaat setelah kebijakan tersebut berjalan. Hal ini sama seperti dulu ketika kebijakan iuran BPJS Kesehatan baru diterbitkan. “Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan, kalau belum biasanya pro dan kontra,” ucap Jokowi.

    Berdasarkan PP 21/2024 tersebut, simpanan peserta ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari gaji atau upah yang dilaporkan setiap bulan untuk peserta pekerja.

    Kemudian penghasilan rata-rata setiap bulan dalam 1 tahun takwim sebelumnya dengan batas tertentu untuk peserta pekerja mandiri.

    Dalam pasal 15 Ayat 1 PP tersebut dirinci bahwa besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi