KABARBURSA.COM – Penjualan mobil secara nasional pada Juli 2024 terpantau meningkat usai ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024. Penjualan kendaraan diprediksi bakal terus meningkat seiring dengan rangkaian GIIAS di beberapa kota di Indonesia.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan retail (dari dealer ke konsumen) secara nasional meningkat sebesar 7,6 persen atau sebanyak 75.609 unit dibandingkan bulan sebelumnya.
Sementara penjualan kendaraan periode Januari-Juli 2024 sebesar 508.050 unit. Jumlah tersebut menurun sebesar 12 persen jika dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Penurunan penjualan secara kumulatif ini diprakirakan bakal terus terjadi hingga akhir semester 2 tahun 2024 akibat kenaikan suku bunga.
Kendati demikian, peningkatan penjualan mobil nampaknya belum mampu meningkatkan performa sejumlah emiten yang bergerak di bidang penjualan kendaraan seperti halnya PT Bintang Oto Global Tbk (BOGA), PT Putra Mandiri Jembar Tbk (PMJS) dan PT Industri dan Perdagangan Bintraco Dharma Tbk (CARS).
Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono memprediksi emiten otomotif akan tetap lesu selama beberapa waktu. Ia mengungkapkan bahwa pihak OJK pihak perbankan untuk memperhatikan risiko pasar dan likuiditas di tengah tingginya ketidakpastian global.
“Sentimen negatif terkait suku bunga tinggi jelas menekan beberapa emiten perbankan, lembaga pembiayaan, asuransi dan layanan investasi. Begitu juga dengan emiten property, real estate, konstruksi bangunan dan juga termasuk emiten penjualan mobil,” kata Wahyu kepada Kabar Bursa, Kamis, 29 Agustus 2024.
Penurunan performa emiten di bidang penjualan mobil, kata dia, adalah hal yang wajar jika melihat kondisi saat ini. Kinerja emiten dealer mobil nampak lesu pada paruh pertama tahun ini.
“Saham BOGA amblas 72,11 persen YoY menjadi Rp2,79 miliar, laba PMJS turun 45,34 persen YoY menjadi Rp57,12 miliar dan CARS turun tipis 1,95 persen YoY menjadi Rp77,39 miliar pada semester I/2024,” ujarnya.
Meski ketiga emiten ini belum dapat menjadi pilihan, namun menurutnya masih ada harapan, terutama bagi yang ingin melakukan investasi jangka panjang.
“Ya, selalu ada harapan. Bagaimana pun sektor otomotif bisa membaik jika didukung sentimen positif pasar global, Pertumbuhan ekonomi mantap, suku bunga mendukung dan daya beli tinggi,” ujarnya.
Kinerja Saham BOGA
Kinerja saham BOGA menunjukkan fluktuasi signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan keuangan kuartal pertama hingga kuartal kedua 2024, terjadi penurunan pendapatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pada kuartal pertama 2024, BOGA mencatatkan pendapatan sebesar Rp5 miliar, menurun dibandingkan dengan Rp8 miliar pada kuartal yang sama di tahun 2023 dan Rp12 miliar pada tahun 2022.
Kondisi semakin memburuk pada kuartal kedua 2024, di mana BOGA mengalami kerugian sebesar Rp2 miliar. Sebagai perbandingan, pada kuartal kedua 2023, perusahaan masih mencatat keuntungan sebesar Rp2 miliar, dan pada kuartal kedua 2022, BOGA bahkan mencatat kerugian yang lebih kecil yaitu Rp490 miliar.
Pendapatan tahunan BOGA juga memperlihatkan tren penurunan. Hingga pertengahan tahun 2024, perusahaan diperkirakan akan mencatat pendapatan tahunan sebesar Rp6 miliar, turun dari Rp7 miliar pada 2023 dan Rp15 miliar pada 2022.
Tren menurun ini tercermin dalam laporan trailing twelve months (TTM) yang memperlihatkan pendapatan BOGA hingga kuartal kedua 2024 hanya sebesar Rp230 miliar, jauh di bawah Rp7 miliar pada 2023 dan Rp15 miliar pada 2022.
Dalam konteks kapitalisasi pasar, pada tanggal 30 Juni 2024, BOGA memiliki market cap sebesar Rp3.233 miliar dengan jumlah saham beredar sebesar 3,80 miliar lembar. Kondisi ini mencerminkan penurunan kepercayaan pasar terhadap saham BOGA, seiring dengan penurunan kinerja keuangan perusahaan.
Sementara itu, rasio Price to Earnings (PE) tahunan DRMA berada di angka 578,25. Ini menunjukkan bahwa investor saat ini bersedia membayar harga yang sangat tinggi dibandingkan dengan laba tahunan perusahaan, sebuah indikasi tingginya ekspektasi pasar terhadap kinerja masa depan BOGA.
Selain itu, rasio Price to Revenue (PR) trailing twelve months (TTM) BOGA mencapai angka 14.082,64, sebuah angka yang signifikan tinggi, menunjukkan bahwa harga saham BOGA dihargai jauh lebih tinggi dibandingkan pendapatannya. Sementara itu, rasio Price to Sales (TTM) berada di angka 4,24, yang menunjukkan bahwa setiap Rp1 pendapatan dari BOGA dihargai Rp4,24 di pasar saham.
Rasio Price to Book Value BOGA saat ini tercatat sebesar 6,60, yang menunjukkan bahwa harga saham perusahaan lebih dari enam kali nilai bukunya, merefleksikan optimisme investor terhadap nilai aset BOGA. Di sisi lain, rasio Price to Cashflow (TTM) berada di 27,96 dan rasio Price to Free Cashflow (TTM) mencapai 31,44, mengindikasikan bahwa harga saham DRMA relatif tinggi dibandingkan dengan arus kas bebas yang dihasilkan perusahaan.
Lebih lanjut, rasio Enterprise Value (EV) to EBITDA (TTM) DRMA tercatat pada angka 166,37. Hal ini menunjukkan bahwa valuasi perusahaan terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi cukup tinggi.
Kinerja Saham PMJS
Performa saham PMJS mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, seperti yang tercermin dari laporan kinerja kuartalan. Pada kuartal kedua tahun 2024, pendapatan PMJS tercatat sebesar Rp29 miliar, turun dari Rp42 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, dan lebih jauh lagi dari Rp59 miliar pada tahun 2022.
Penurunan juga terlihat jelas di kuartal pertama 2024 dengan pendapatan sebesar Rp28 miliar, dibandingkan dengan Rp62 miliar di tahun 2023 dan Rp90 miliar pada 2022. Secara keseluruhan, pendapatan tahunan yang dihasilkan pada 2024 diproyeksikan mencapai Rp114 miliar, jauh lebih rendah dari Rp222 miliar di tahun 2023 dan Rp279 miliar di 2022.
Selain itu, dalam perhitungan Trailing Twelve Months (TTM) hingga kuartal kedua 2024, PMJS hanya berhasil meraup pendapatan sebesar Rp175 miliar, turun dari Rp222 miliar pada 2023 dan Rp279 miliar di 2022.
Per 30 Juni 2024, kapitalisasi pasar PMJS tercatat sebesar Rp1,609 miliar dengan jumlah saham beredar sebanyak Rp13,76 miliar.
Sementara untuk valuasi saham PMJS menunjukkan angka yang menarik untuk diperhatikan oleh para investor. Saat ini, rasio Price to Earnings (PE) tahunan PMJS berada di angka 14,09 yang berarti saham PMJS dihargai dengan harga yang cukup wajar dengan laba tahunan perusahaan.
Rasio Price to Revenue (PR) trailing twelve months (TTM) PMJS berada di angka 9,21, sementara rasio Price to Sales (TTM) tercatat sangat rendah di angka 0,17. Ini mengindikasikan bahwa saham perusahaan diperdagangkan jauh di bawah pendapatan penjualannya, yang bisa menjadi peluang menarik bagi investor yang mencari saham undervalued.
Selain itu, rasio Price to Book Value PMJS saat ini berada di angka 0,62, yang berarti harga saham perusahaan hanya sekitar 62 persen dari nilai bukunya. Angka ini mengindikasikan bahwa pasar mungkin menganggap aset PMJS undervalued, yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi investor jangka panjang.
Dalam hal arus kas, rasio Price to Cashflow (TTM) PMJS berada di angka 2,72, dan rasio Price to Free Cashflow (TTM) tercatat sebesar 5,15. Ini menunjukkan bahwa harga saham PMJS relatif terjangkau jika dibandingkan dengan arus kas yang dihasilkan perusahaan, yang bisa memberikan stabilitas bagi para pemegang saham.
Rasio Enterprise Value (EV) to EBITDA (TTM) PMJS berada di angka 4,00, yang merupakan indikator valuasi yang sehat dan mencerminkan bahwa perusahaan memiliki posisi keuangan yang solid dalam hal pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.
Klik Halaman Selanjutanya...
Kinerja Saham CARS
Kinerja keuangan saham CARS menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan dengan peningkatan 28,25 persen pada pertumbuhan tahunan kuartalan (Quarter YoY Growth) dan 26,13 persen untuk pertumbuhan tahunan dari tahun ke tahun (YTD YoY Growth). Namun, pada periode tahunan penuh (Annual YoY Growth), pendapatan justru mengalami penurunan sebesar 7,14 persen.
Di sisi lain, laba bersih perusahaan menunjukkan penurunan tajam. Pada pertumbuhan laba bersih kuartalan (Quarter YoY Growth), terjadi penurunan sebesar 225,41 persen.
Sementara itu, laba bersih sepanjang tahun berjalan (YTD YoY Growth) juga mengalami penurunan sebesar 66,45 persen, dan pada periode tahunan penuh, laba bersih turun sebesar 49,65 persen.
Kondisi serupa terjadi pada pertumbuhan laba per saham (EPS). EPS kuartalan (Quarter YoY Growth) mengalami penurunan signifikan hingga 201,72 persen, sementara untuk pertumbuhan YTD, EPS turun sebesar 72,77 persen, dan penurunan pada periode tahunan penuh sebesar 59,11 persen.
Sementara untuk rasio Price-to-Earnings (PE) saham CARS menunjukkan angka yang kompetitif. Rasio PE tahunan (Annualised) tercatat pada angka 7,95, sementara rasio PE trailing twelve months (TTM) berada di angka 7,14. Meskipun belum tersedia rasio PE forward, angka PE ini menunjukkan valuasi saham yang relatif murah dibandingkan dengan laba yang dihasilkan perusahaan.
Selain itu, rasio Price-to-Sales (P/S) TTM saham CARS berada di level 0,19, mencerminkan harga saham yang cukup rendah jika dibandingkan dengan pendapatan perusahaan. Rasio Price-to-Book Value yang mencapai 1,81 mengindikasikan bahwa saham ini diperdagangkan sedikit di atas nilai buku perusahaan, yang bisa dianggap wajar atau undervalued tergantung perspektif investor.
Namun, tantangan terlihat pada rasio Price-to-Cashflow dan Price-to-Free Cashflow yang masing-masing tercatat pada angka -28,97 dan -14,32. Angka negatif ini mengindikasikan adanya tekanan pada arus kas perusahaan, yang bisa menjadi perhatian bagi sebagian investor.
Meski demikian, rasio EV to EBITDA (TTM) yang mencapai 7,00 menunjukkan bahwa valuasi perusahaan masih menarik dibandingkan dengan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA).
Secara keseluruhan, meski terdapat tantangan dalam arus kas, valuasi saham CARS yang rendah berdasarkan rasio PE dan Price-to-Sales menawarkan potensi keuntungan bagi investor yang optimis dengan prospek jangka panjang perusahaan.(*)