Logo
>

Penyaluran Pupuk Bersubsidi Terhambat, Petani Tebu Merana

Ditulis oleh KabarBursa.com
Penyaluran Pupuk Bersubsidi Terhambat, Petani Tebu Merana

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, menyatakan bahwa petani yang tergabung dalam asosiasinya tidak menerima pupuk bersubsidi sejak empat tahun terakhir.

    Hal ini terjadi karena pemerintah telah menetapkan tiga komoditas prioritas, yakni padi, jagung, dan kedelai.

    "Ya, tiga tahun tidak pakai pupuk subsidi. Jadi semenjak Amran Sulaiman (Menteri Pertanian) di periode yang pertama, fokusnya pada padi, jagung, dan kedelai. Tidak tebu, tidak ada,” kata Soemitro saat dihubungi Kabar Bursa, Sabtu, 22 Juni 2024.

    Soemitro menjelaskan bahwa sejak periode awal kepemimpinan Andi Amran Sulaiman, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan fokus terhadap tiga komoditas tersebut. Ironisnya, sebagian besar stok komoditas ini masih mengandalkan produk impor.

    Pupuk bersubsidi yang diharapkan bisa mengurangi beban produksi petani tebu tidak dapat dirasakan karena prosedur administrasi yang tidak cocok dengan koperasi-koperasi tani tebu.

    "Jadi apa yang dilakukan koperasi-koperasi petani tebu ini, dianggap tidak cocok dengan hukum administrasi yang berjalan di penyaluran pupuk,” ungkapnya.

    Selain itu, pupuk bersubsidi khusus untuk petani tebu juga dibatasi hanya untuk 2 hektare perkebunan. Soemitro menilai kuota tersebut tidak cukup untuk menopang produksi para petani tebu.

    Soemitro menceritakan sebuah kejadian pilu yang dialami salah satu petani tebu yang berusaha memenuhi kebutuhan pupuknya dengan menebus pupuk bersubsidi atas nama seluruh anggota keluarganya untuk total kurang lebih 14 hektare.

    Petani itu kemudian ditangkap oleh koramil dan dibawa ke Kodim karena dianggap melanggar koordinasi pengamanan pupuk subsidi dengan TNI-AD.

    Petani Membutuhkan Pupuk ZA

    Soemitro juga mengungkapkan bahwa pemerintah tidak menyediakan pupuk bersubsidi khusus untuk komoditas tebu yang memerlukan pupuk jenis ZA. Sementara itu, pupuk bersubsidi yang tersedia adalah jenis phonska.

    "Laporannya kepada kita tidak seindah kalau bicara di depan DPR Komisi IV DPR RI," ungkapnya.

    Persoalan penyaluran pupuk subsidi juga terjadi karena petani tebu tidak bisa mendaftarkan diri dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

    Saat ini, kelompok petani tebu menumpang pada komoditas tanaman pangan lainnya untuk mengakses pupuk bersubsidi.

    "Tanaman tebu itu sekarang semakin berkurang, karena tanaman tebu itu menghitung rugi, bukan untung," ujarnya.

    Soemitro juga menyebut bahwa hanya sebagian kecil petani tebu yang bisa mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena prosesnya yang diperketat. Sementara itu, harga jual gula dibatasi untuk tidak terlalu tinggi.

    "Pupuknya susah, ini kok mau swasembada," sindirnya.

    Penyaluran Pupuk Subsidi Terhambat

    Sementara itu, PT Pupuk Indonesia (Persero) mengaku baru menyalurkan pupuk subsidi sebanyak 29 persen atau sekitar 2,8 juta ton dari total 9,55 juta ton per tanggal 15 Juni 2024. Rincian penyaluran pupuk subsidi yang telah disalurkan meliputi urea sebanyak 1,5 juta ton dari 4,6 juta ton, NPK 1,2 juta ton dari 4,2 juta ton, NPK 9.334 ton dari 136.870 ton, dan organik yang belum tersalurkan dari total 500.000 ton.

    Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menyatakan bahwa realisasi penyaluran subsidi sebesar 29 persen terjadi karena beberapa hambatan di daerah-daerah.

    Rahmad menyebut ada lima persoalan yang menghambat distribusi pupuk subsidi. Pertama, terdapat 58 persen petani yang terdaftar dalam sistem e-RDKK yang belum menebus jatah pupuk subsidi mereka.

    Banyak petani merasa alokasi pupuk subsidi terlalu rendah dengan biaya penebusan yang terlalu tinggi. Di sisi lain, proses pembaharuan data juga perlu terus dilakukan seiring dengan sosialisasi yang berjalan.

    "Beberapa yang belum menebus itu merasa alokasinya terlalu kecil sehingga biaya untuk menebus terlalu mahal, oleh karenanya kita melakukan upaya (program) Tebus Pupuk Bersama ini,” terangnya.

    Persoalan lainnya terkait regulasi dari pemerintah daerah. Distribusi pupuk subsidi harus sejalan dengan keputusan pemerintah daerah. Hingga saat ini, 69 pemerintah kabupaten/kota belum mengeluarkan surat Keputusan (SK) pupuk subsidi, sementara di tingkat provinsi tercatat DKI Jakarta dan Papua Barat yang belum mengeluarkan SK.

    Di tingkat desa, seringkali pejabat kelurahan meminta bukti kepemilikan lahan sebelum petani bisa menebus pupuk subsidi.

    "Ini banyak variasi di tingkat daerah yang mungkin harus diperbaiki," katanya.

    Persoalan distribusi pupuk juga terjadi di tingkat distributor dan kios. Dalam catatan PT Pupuk Indonesia, nilai pupuk yang ada di distributor dan kios mencapai angka Rp15,6 miliar. Hal ini terjadi karena perbedaan interpretasi dalam menerjemahkan juknis pendistribusian pupuk.

    "Misalnya, di beberapa yang verval ditolak karena tandatangannya tidak sama. Ini mengakibatkan kios dan distributor menjadi sangat hati-hati dalam melakukan penebusan, yang akhirnya memperlambat penebusan," ungkapnya.

    Persoalan terakhir adalah perubahan musim akibat krisis iklim. Meski begitu, PT Pupuk Indonesia akan terus menyesuaikan distribusi pupuk dengan perubahan musim yang berlaku.

    Dengan berbagai hambatan ini, distribusi pupuk subsidi tetap menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi untuk mendukung kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional. (and/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi