KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah terus menanjak seiring dengan permintaan global yang melambung dan semakin kuat. Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa pada perdagangan kemarin, Selasa, 11 Juni 2024, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mengalami kenaikan sebesar 0,21 persen menjadi US$ 77,79 per barel. Dan pada hari ini, hingga pukul 09.27 WIB, minyak jenis WTI terus menguat lagi sebesar 0,51 persen ke US$ 78,30 per barel.
Tidak hanya WTI, harga minyak jenis Brent juga mengalami peningkatan. Kemarin, tercatat kenaikan sebesar 0,36 persen menjadi US$ 81,92 per barel. Hari ini, hingga waktu yang sama, harga Brent juga terus naik sebesar 0,34 persen menjadi US$ 82,20 per barel. Jika tren ini berlanjut, maka ini akan menjadi hari ketiga berturut-turut kenaikan harga minyak mentah.
Dorongan utama di balik kenaikan harga minyak adalah optimisme terhadap pemulihan ekonomi global, yang didorong oleh meningkatnya mobilitas manusia dan kegiatan bisnis. Pengumuman US Energy Information Administration (EIA) semalam terkait perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global menjadi 1,1 juta barel per hari pada tahun 2024 memberikan dukungan tambahan.
Angka tersebut merupakan revisi naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 900.000 barel per hari. Peningkatan ini terutama dipicu oleh ekspektasi permintaan yang lebih tinggi dari negara-negara Asia, kecuali Jepang.
OPEC juga tetap optimis terhadap pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun ini. Mereka memperkirakan bahwa permintaan akan terus meningkat, didorong oleh harapan akan pemulihan pariwisata dan perjalanan di paruh kedua tahun ini.
Namun, di tengah optimisme ini, masih ada beberapa faktor yang patut diperhatikan. Data industri menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS turun 2,428 juta barel pada pekan lalu. Angka ini melebihi ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 1,75 juta barel. Namun, penurunan ini belum cukup untuk memberikan tekanan yang signifikan pada harga, karena pasar masih menghadapi ketidakpastian terkait dengan pemulihan ekonomi global.
Selain itu, terdapat beberapa data ekonomi yang patut diperhatikan. Di Tiongkok, harga konsumen naik lebih lambat dari perkiraan pada bulan Mei, sementara deflasi produsen terus berlanjut. Di AS, investor menantikan pembacaan inflasi utama yang akan dirilis malam ini, yang kemungkinan akan berdampak pada keputusan kebijakan moneter Federal Reserve yang akan diumumkan beberapa jam setelahnya.
Secara keseluruhan, pasar minyak saat ini berada dalam kondisi yang dinamis, dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Investasi di sektor energi tetap menjadi fokus utama bagi para pelaku pasar, dengan harapan bahwa pemulihan ekonomi global akan terus memperkuat permintaan minyak dalam jangka panjang.
Gelombang Panas Bikin Minyak Mentah 'Mendidih'
Gelombang panas yang melanda sebagian besar wilayah dunia telah meningkatkan permintaan akan bahan bakar, yang berimbas pada kenaikan harga minyak mentah hingga mendekati 3 persen, mencapai posisi tertinggi dalam satu minggu terakhir.
Data dari Refinitiv mencatat bahwa pada perdagangan kemarin, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melonjak sebesar 2,93 persen menjadi US$ 77,74 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent juga menguat sebesar 2,52 persen ke posisi US$ 81,63 per barel.
Kenaikan harga minyak kemarin didorong oleh harapan akan meningkatnya permintaan bahan bakar selama musim panas, meskipun dolar AS juga menguat kembali dan harapan tentang kebijakan suku bunga yang lebih tinggi dari Federal Reserve.
Analis dari firma konsultan energi, Gelber and Associates, dalam sebuah catatan menyatakan, "Harga minyak berjangka mengalami kenaikan karena harapan akan meningkatnya permintaan selama musim panas. Meskipun, pemandangan makroekonomi secara keseluruhan masih kurang optimis dibandingkan beberapa minggu sebelumnya."
Namun, pada perdagangan hari ini, Selasa, 11 Juni 2024 hingga pukul 09.30 WIB, harga minyak cenderung mengalami koreksi. WTI turun sekitar 0,09 persen menjadi US$ 77,67 per barel, sementara Brent mengalami penurunan sebesar 0,15 persen, tetapi masih bertahan di atas level US$ 80 per barel.
Dalam jangka pendek, harga minyak kemungkinan masih akan dipengaruhi oleh kekuatan dolar AS yang tetap tinggi. Pada pagi ini, nilai indeks dolar bahkan masih di atas 105. Dalam kondisi dolar yang kuat, harga komoditas biasanya dianggap lebih mahal dalam mata uang lainnya.
Dampak dari hal ini adalah permintaan masih akan cenderung tertekan, yang dapat menyebabkan pergerakan harga minyak menjadi volatil dalam jangka pendek. Para pelaku pasar saat ini juga tengah menunggu data inflasi secara umum untuk periode Mei 2024, yang diharapkan dapat memberikan arah baru bagi pasar.
Pada minggu sebelumnya, harga minyak telah mengalami koreksi dan mencatat penurunan selama tiga pekan berturut-turut, hal ini disebabkan oleh kekhawatiran terkait rencana Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk mengakhiri beberapa pemotongan produksi mulai Oktober, yang berpotensi meningkatkan pasokan minyak.(*)