KABARBURSA.COM – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) resmi mengumumkan perubahan susunan Direksi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pekan ini. Langkah ini mendapat respon positif dari pasar, sejalan dengan ekspektasi yang telah berkembang sebelumnya.
RUPST BBRI tahun ini menghadirkan sejumlah aspek positif yang patut dicermati dan dinilai dapat menjadi katalis positif bagi emiten big caps tersebut. Pertama, terpilihnya Hery Gunardi sebagai Direktur Utama BRI. Hery sendiri merupakan sosok bankir kawakan yang telah teruji rekam jejaknya, termasuk memimpin mega merger bank syariah milik Himbara menjadi BSI (BRIS) dan menjaga pertumbuhan solid Perseroan.
Berdasarkan analisis dari IndoPremier, Hery Gunardi dinilai sebagai sosok yang paling tepat untuk memimpin BBRI saat ini. Pengalamannya dalam merebranding BSI (BRIS) serta rekam jejak panjang di bidang jaringan dan perbankan konsumer saat menjabat sebagai Direktur Bank Mandiri (BMRI) memberikan keyakinan bahwa ia mampu melakukan transformasi pada sektor pendanaan dan perbankan konsumer BBRI yang selama ini kurang mendapat perhatian.
“Konsisten dengan yang telah kami kemukakan pada Jumat, perubahan di jajaran BoD BBRI mendapatkan sambutan yang baik dari pasar,” sebutnya.
IndoPremier juga mengemukakan hal lain positif lain yang perlu dicermati dalam perubahan yang terjadi di tubuh BBRI menyusul RUPST kali ini. Jajaran direksi baru BBRI berasal dari latar belakang profesional di industri perbankan, tanpa ada keterkaitan dengan dunia politik dan militer. Hal ini memberikan harapan segar karena berbeda dengan kekhawatiran yang sempat mengemuka sebelumnya.
Sebagian besar direksi baru berasal dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan satu direktur yakni Direktur Perbankan Korporasi memiliki pengalaman di HSBC. Formasi ini mencerminkan komitmen kuat BBRI dalam menjaga profesionalisme dan kompetensi tinggi di tingkat pimpinan.
Selain itu, IndoPremier juga mencermati langkah signifikan BBRI dalam melakukan efisiensi pada struktur dewan komisaris. BBRI yang sebelumnya memiliki 10 anggota dewan komisaris, saat ini menjadi 6 orang anggota dewan komisaris. Keputusan ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam menciptakan tata kelola yang lebih ramping dan efisien.
Perubahan ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi kinerja BBRI ke depan. Dengan kepemimpinan baru yang kompeten dan fokus pada efisiensi, BBRI berpeluang memperkuat posisinya sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, terutama dalam meningkatkan segmen pendanaan dan perbankan konsumer.
Perubahan ini diharapkan membawa dampak positif bagi pertumbuhan dan daya saing BBRI ke depan. Dengan kepemimpinan yang kuat dan strategi yang tepat, BBRI semakin siap mengukuhkan posisinya sebagai salah satu bank terkemuka di Indonesia, khususnya dalam meningkatkan segmen pendanaan dan perbankan konsumer.
Selain perubahan formasi kepemimpinan, RUPST BRI juga memutuskan pembagian dividen senilai Rp51,74 triliun atau setara rasio 85,32% dari laba bersih 2024. BRI juga berencana melakukan buyback saham hingga Rp3 triliun. Hal ini sebagai strategi untuk meningkatkan nilai pemegang saham, mendukung program kepemilikan saham karyawan, dan menahan fluktuasi harga saham.
Harga saham BBRI naik pada perdagangan Selasa 25 Maret, kemarin, setelah perseroan menggelar RUPST pada Senin 24 Maret 2025. Pada Rabu 26 Maret 2025 harga saham BBRI masih melanjutkan tren positif dan ditutup melesat 5,26 persen di level 4.000.
Pemulihan Kinerja Keuangan
Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menunjukkan pemulihan yang signifikan dalam kinerja keuangan pada Februari 2025 setelah mengalami tekanan pada Januari 2025.
Laba bersih bank only tercatat sebesar Rp4,6 triliun, tumbuh 42 persen secara tahunan (YoY) dan melonjak 129 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MoM). Dengan demikian, laba bersih selama dua bulan pertama tahun 2025 mencapai Rp6,6 triliun.
Angka tersebut sebenarnya masih lebih rendah 18 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan, angka ini masih di bawah estimasi konsensus yang memperkirakan pertumbuhan laba bersih konsolidasi sepanjang tahun 2025 hanya turun 1,3 persen YoY. Kondisi ini akibat dampak dari strategi manajemen dalam membentuk cadangan (management overlay) pada Januari 2025.
Salah satu faktor utama pemulihan laba bersih BBRI adalah normalisasi credit cost (CoC) setelah lonjakan yang terjadi pada awal tahun. Pada Februari 2025, CoC bank only tercatat di level 3,28 persen, turun signifikan dari Januari 2025 yang mencapai 5,57 persen, serta lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 6,72 persen.
Beban provisi juga mengalami penurunan menjadi Rp3,3 triliun, atau turun 49 persen YoY dan 41 persen MoM. Secara kumulatif, CoC selama dua bulan pertama 2025 berada di level 4,42 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,38 persen.
Meskipun masih berada di atas target manajemen untuk sepanjang tahun 2025 yang dipatok di kisaran 3–3,2 persen, normalisasi ini memberikan sinyal positif bahwa fase pembentukan cadangan besar (front-loading provisions) telah berakhir.
Ke depan, kualitas aset akan tetap menjadi perhatian utama, khususnya dalam pembahasan earnings call kuartal pertama 2025.
Selain normalisasi CoC, pemulihan Net Interest Margin (NIM) juga menjadi faktor positif bagi kinerja BBRI. Pada Februari 2025, NIM bank only meningkat menjadi 6,39 persen, lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 6,17 persen dan Januari 2025 sebesar 6,15 persen.
Peningkatan ini didorong oleh realisasi Net Interest Income (NII) yang mencapai Rp9,3 triliun, naik 3 persen YoY dan 4,7 persen MoM. Penurunan beban bunga yang cukup signifikan menjadi Rp3,9 triliun, turun 8,7 persen YoY dan 4,8 persen MoM, turut menopang kenaikan NIM.
Penurunan beban bunga ini sejalan dengan turunnya dana deposito berjangka (time deposits) sebesar 9,8 persen YoY. Meskipun demikian, secara kumulatif, NIM selama dua bulan pertama 2025 masih berada di level 6,25 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 6,4 persen, dan masih di bawah target manajemen yang mengincar kisaran 7,3–7,7 persen untuk sepanjang tahun.
Pertumbuhan kredit Dan Kondisi Likuiditas
Manajemen BBRI sebelumnya telah menyampaikan ekspektasi bahwa pertumbuhan kredit dan kondisi likuiditas akan mulai membaik pada kuartal kedua 2025, yang diharapkan dapat mendukung peningkatan NIM ke depannya.
Namun, lonjakan beban operasional (Opex) menjadi perhatian tersendiri. Pada Februari 2025, Opex BBRI meningkat drastis menjadi Rp4,3 triliun, tumbuh 111 persen YoY, meskipun mengalami penurunan 9,6 persen dibandingkan Januari 2025.
Akumulasi Opex selama dua bulan pertama 2025 mencapai Rp9,1 triliun, naik 37 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya tenaga kerja yang mencapai Rp4,2 triliun selama dua bulan pertama 2025, tumbuh 20 persen YoY.
Lonjakan ini diduga terkait dengan faktor musiman pembayaran tunjangan hari raya (THR). Oleh karena itu, perbandingan yang lebih akurat mengenai tren biaya operasional kemungkinan baru dapat terlihat dalam laporan kinerja kuartal pertama 2025.
Secara keseluruhan, BBRI menunjukkan pemulihan yang cukup kuat pada Februari 2025, terutama didukung oleh normalisasi credit cost dan pemulihan NIM. Meskipun demikian, lonjakan biaya operasional masih menjadi tantangan yang perlu dikelola dengan baik agar tidak menghambat pertumbuhan laba bersih ke depan.
Dengan ekspektasi perbaikan pertumbuhan kredit dan kondisi likuiditas di kuartal kedua 2025, investor akan mencermati perkembangan lebih lanjut, terutama dalam laporan kinerja kuartalan mendatang.(*)