Logo
>

Polemik KRIS BPJS Buka Peluang Masuknya Asuransi Swasta

Ditulis oleh KabarBursa.com
Polemik KRIS BPJS Buka Peluang Masuknya Asuransi Swasta

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah terus mensosialisasikan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai pengganti kelas 1, 2, dan 3 BPJS. Nantinya, semua pelayanan kesehatan akan disamakan sehingga tidak ada kesenjangan antara peserta yang membayar iuran untuk kelas 1, 2, ataupun 3. Tetapi, pola KRIS ini memicu polemik di tengah masyarakat, utamanya pada peserta BPJS kelas 1 yang setiap bulannya membayar iuran lebih besar dibandingkan kelas 2dan3, yaitu sebesar Rp150 ribu.

    Perubahan sistem pelayanan ini rencananya akan direalisasikan akhir tahun 2024. Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena, KRIS hadir justru untuk memberikan kenyamanan bagi seluruh pasien rawat inap dari peserta BPJS Kesehatan.

    "Sebenarnya tidak ada yang berbeda, hanya kenyamanannya saja. Semua pelayanan sama, medisnya, dokter, perawat, maupun bidan, persis sama. Obat juga tetap sama, semua sama. Yang berbeda hanya kenyamanannya saja," kata Emanuel.

    Berbeda dengan Emanuel, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti justru mengatakan bahwa pihaknya belum dapat menentukan bagaimana perbedaan antara KRIS dan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan, besaran iuran yang dibebankan kepada peserta, hingga skema iurannya. Dirinya mengaku membutuhkan waktu untuk melakukan evaluasi, sehingga tidak dapat menjawabnya dalam waktu dekat. Begitu pula terkait dengan iuran yang diisukan akan naik.

    Berlaku 1 Juli 2025

    Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan Kemenkes RI Dr Ahmad Irsan, mengatakan bahwa BPJS Kesehatan, Kemenkes RI, Kemenkeu RI, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), baru akan menenetapkan tarif dan manfaat KRIS sesuai dengan hasil evaluasi selama masa transisi yang diberlakukan. Sedangkan penetapannya dilakukan paling lambat 1 Juli 2025.

    "Untuk evaluasi terkait implementasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024 akan terus dilakukan hingga 30 Juni 2025," aku Ahmad.

    Jika nanti sudah diberlakukan, maka sistem KRIS tersebut mewajibkan rumah sakit untuk mengisi satu kamar rawat inap maksimal empat tempat tidur dengan jarang 1,5 meter. Menurut Jubir Kemenkes RI M Syahril, pengurangan jumlah tempat tidur ini bukan berarti mengurangi jumlah ketersediaan tempat tidur, hanya saja dipindahkan ke ruangan lainnya.

    Kebijakan lainnya terkait tabung oksigen dan bel untuk memanggil tenaga kesehatan, wajib disediakan untuk masing-masing tempat tidur. Dan, selebihnya diatur dalam Perpres No 59 Tahun 2024, yang tertuang dalam Pasal 46 A ayat 1, yaitu:

    • Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi.
    • Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa, minimal enam kali pergantian udara per jam.
    • Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
    • Kelengkapan tempat tidur berupa adanya dua kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
    • Adanya nakas per tempat tidur.
    • Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 sampai 26 derajat celcius.
    • Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non infeksi).
    • Kepadatan ruang rawat inap maksimal empat tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
    • Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung.
    • Kamar mandi dalam ruang rawat inap.
    • Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas.
    • Outlet oksigen.

    Kolaborasi dengan Asuransi Swasta

    Jika pemerintah belum bisa memastikan besarnya iuran BPJS Kesehatan ketika KRIS ditetapkan, Kemenkes justru membuka peluang kerja sama dengan asuransi swasta. Kerja sama itu untuk keperluan top up peningkatan layanan KRIS. Hal ini disampaikan Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Kemenkes Ahmad Irsan Moeis, beberapa waktu lalu.

    Dalam kesempatan itu, Moeis memastikan wacana kolaborasi dengan pihak swasta masuk dalam Permenkes terkait teknis KRIS. Untul top up layanan kelas bagi pemegang kartu BPJS Kesehatan juga telah diatur dalam Pasal 51 Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan.

    Di pasal itu disebutkan, peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya, termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.

    "Kami melakukan berbagai kajian dan asesmen untuk kerja sama tersebut. Kami juga selalu dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional dan BPJS merumuskan itu. UU Nomor 40 Tahun 2004, pada pasal 23 ditegaskan adanya peluang untuk asuransi kesehatan tambahan. UU Nomor 17 2024 tentang kesehatan juga ada," ucapnya.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi