Logo
>

Posisi BI Rate Dinilai Melemahkan Gairah Pasar Modal Tanah Air

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Posisi BI Rate Dinilai Melemahkan Gairah Pasar Modal Tanah Air

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang tetap di level 6 persen memberi dampak negatif bagi pasar modal Tanah Air. Contohnya, investor akan menahan diri menaruh uangnya pada saham di beberapa sektor.

    Myrdal Gunarto, Global Market Strategist Bank Maybank Indonesia, menilai penyebab BI menahan suku bunga acuannya. Bank sentral Tanah Air ini, kata dia, memfokuskan untuk menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dengan stabilitas moneter, diprediksi dapat menjadi daya tarik investasi.

    "Jadi mereka (BI) kelihatannya untuk saat ini lebih mementingkan posisi stabilitas moneter dengan tetap menjaga supaya rupiah tidak mengalami depresiasi tajam di tengah tren penguatan dolar ," kata dia kepada Kabarbursa.com, dikutip Sabtu, 23 November 2024.

    Padahal menurut Myrdal, BI bisa saja memangkas lagi suku bunga acuan di tengah inflasi yang rendah. Langkah ini bisa menolong pasar saham Indonesia yang kurang bagus akibat BI Rate tetap di level 6 persen.

    "Ditambah lagi juga kalau kita lihat sejauh ini juga posisi cadangan devisa mengalami posisi yang sangat kuat ya," tutur dia.

    Pada gilirannya, suku bunga acuan saat ini menjadi pertimbangan para pemodal menahan diri belanja saham. Beberapa sektor seperti perbankan, properti, konstruksi, dan otomotif adalah contoh yang membuat investor memilih saham-saham lainnya.

    "Investor yang ingin melakukan pembelian untuk saham-saham tersebut mau tidak mau harus ditunda dulu ya," ungkapnya.

    Sementara itu, analis dari Bank Maybank Indonesia itu memiliki keyakinan bahwa BI akan memangkas suku bunga acuannya bulan depan, seiring dengan tekanan global yang mulai mereda. Kondisi ini akan dibarengi melandainya aktivitas transaksi mata uang asing (foreign exchange/forex) pada akhir tahun.

    Jika keadaan itu terpenuhi secara menyeluruh, ia memprediksi rupiah akan kembali menguat. Penguatan yang terjadi membuka ruang untuk bank sentral Indonesia itu membuat BI Rate di bawah 6 persen.

    "Dan pada saat itulah kita bisa melihat beberapa prospek saham berkategori perbankan, otomotif,  konstruksi, atau properti kelihatan akan lebih menarik," pungkasnya.

    Rupiah Melemah 0,84 Persen

    Sebelumnya diberitakan, Direktur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan berdampak kepada perlambatan ekonomi di banyak negara, seperti China, Uni Eropa dan Indonesia. Selain perlambatan ekonomi, ketegangan geopolitik juga meningkatkan inflasi dunia.

    “Risiko perekonomian global semakin tinggi disertai dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

    Perry menuturkan, perkembangan politik di Amerika Serikat (AS) kan diikuti arah kebijakan fiscal yang lebih ekspansif dan menerapkan strategi ekonomi berorientasi domestik atau inward looking policy atau strategi perdagangan dengan membatasi perdagangan internasional.

    Perkembangan politik di AS juga diprakirakan bakal mengakibatkan penerapan tarif tinggi yang diikuti dengan kebijakan imigrasi yang ketat.

    Perry juga memprakirakan proses penurunan inflasi AS akan berjalan lebih lambat sehingga mendorong penurunan suku bunga The Fed AS juga lebih terbatas. Sedangkan untuk kebutuhan pembiayaan defisit fiscal yang lebih besar oleh pemerintah AS bakal memicu peningkatan yield US Treasury, baik untuk tenor jangka pendek atau panjang.

    “Perubahan politik di Amerika Serikat tersebut telah berdampak pada menguatnya mata uang dolar Amerika Serikat secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portfolionya kembali ke Amerika Serikat,” jelasnya.

    Menurutnya, hal ini berdampak kepada tekanan pelemahan nilai tukar berbagai nilai mata uang dunia dan terjadi aliran keluar portfolio asing termasuk dari negara emerging market.

    Penguatan respon kebijakan, kata dia, diperlukan untuk memperkuat ketahanan eksternal dari dampak negatif memburunya rambatan global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara emerging market termasuk Indonesia.

    Nilai Tukar Rupiah Jeblok

    Guna mengantisipasi pelemahan rupiah berlanjut, Perry menuturkan bahwa kebijakan nilai tukar BI diarahkan untuk menjaga stabilitas rupiah dari dampak penguatan dolar AS secara luas.

    Perry mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah pada 19 November 2024 melemah sebesar 0,84 persen point to point dari posisi akhir pada bulan sebelumnya.

    “Pelemahan nilai tukar tersebut diakibatkan oleh menguatnya mata uang dolar Amerika Serikat secara luas serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portfolio-nya kembali ke Amerika Serikat pasca hasil pemilihan umum di Amerika Serikat,” jelasnya.

    Kendati menurun, Perry mengklaim pelemahan nilai tukar rupiah tetap terkendali. Karena, jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, terjadi deprisiasi sebesar 2,47 persen. Deprisiasi ini, lanjut dia, lebih kecil jika dibandingkan dengan pelemahan Dolar Taiwan, Peso Filipina dan Won Korea yang masing-masing deprisiasinya sebesar 5,26 persen, 5,83 persen dan 7,53 persen.

    Perry menjanjikan ke depan nilai tukar rupiah bakal stabil. Hal ini didukung oleh komitmen BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal balik hasil yang menarik, inflasi yang rendah dan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga.

    Selain itu, BI bakal mengupayakan pengoptimalan instrumen moneter tidak hanya terkait dengan intervensi, baik di pasar spot, forward dan pembelian SBN dari pasar skunder, tapi juga penguatan operasi moneter pro market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia, Sekuritas VALAS Bank Indonesia, dan Sukuk VALAS Bank Indonesia, SRPI, SVPI, dan SUVPI. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.