KABARBURSA.COM - Saham PT Astra International Tbk (ASII) menyimpan potensi upside sebesar 21,6 persen dari level harga saat ini. Dalam riset terbarunya, KB Valbury Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli untuk saham konglomerat otomotif dan multifinansial tersebut, dengan target harga di Rp5.850 per saham, memberikan insight buat investor yang mencari peluang jangka menengah di saham undervalued.
Harga saham ASII per 14 Mei 2025 berada di posisi Rp4.810, ketika riset ini ditulis, yang berarti investor memiliki ruang kenaikan harga yang layak diperhitungkan. Sementara itu, harga saham ASII per akhir perdagangan hari ini, Kamis, 15 Mei 2025 di level Rp4.820 per lembar.
Analis KB Valbury Sekuritas, Akhmad Nurcahyadi, menyebut bahwa meskipun laba bersih Astra di kuartal I 2025 turun 7,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), kinerja tersebut masih berada dalam ekspektasi pasar dan proyeksi internal perusahaan.
“Dengan PATMI (laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk) sebesar Rp6,93 triliun di kuartal I, Astra mencatat run-rate yang cukup solid terhadap target laba bersih tahun penuh kami untuk 2025,” kata Akhmad dalam laporan risetnya, Kamis, 15 Mei 2025.
Kinerja Astra International (ASII) Melemah tapi Sesuai Jalur
Penurunan laba bersih Astra tidak lepas dari tekanan di lini bisnis otomotif dan segmen alat berat, tambang, dan energi (HEMCE). Meski demikian, pendapatan grup secara keseluruhan masih tumbuh 2,6 persen yoy menjadi Rp83,36 triliun pada kuartal I 2025.
Dari sisi segmentasi bisnis, otomotif tetap menjadi penyumbang pendapatan terbesar, meskipun mengalami kontraksi. Penjualan bersih dari divisi otomotif turun 6,4 persen yoy menjadi Rp33,09 triliun. Volume penjualan mobil Astra tercatat turun 5 persen menjadi sekitar 205 ribu unit, sementara penjualan sepeda motor juga terkoreksi 3 persen menjadi 1,7 juta unit.
Meski begitu, Astra masih berhasil mempertahankan pangsa pasar dominannya: 54 persen untuk mobil dan 77 persen untuk motor. Ini menandakan bahwa kendati tekanan pasar masih berlangsung, posisi pasar perusahaan tetap kuat.
Menariknya, segmen jasa keuangan dan agribisnis justru menjadi penyokong kinerja Astra di tengah tekanan sektor otomotif dan HEMCE. Laba bersih dari segmen keuangan naik 3 persen yoy menjadi Rp2,14 triliun, didorong oleh kenaikan pembiayaan baru, baik dari bisnis pembiayaan mobil maupun motor.
KB Valbury mencatat pertumbuhan pembiayaan baru masing-masing sebesar 2 persen dan 3 persen yoy untuk lini tersebut.
Sementara itu, segmen agribisnis mencatat lonjakan pertumbuhan tertinggi, dengan pendapatan naik 46,3 persen yoy menjadi Rp7,02 triliun. Laba bersih segmen ini meningkat 20,1 persen, sekalipun margin labanya masih kecil dibanding segmen lain.
“Kami melihat ada sinyal positif dari pergeseran sumber pertumbuhan Astra ke sektor-sektor non-otomotif,” ujar Akhmad.
Tekanan Berat buat Astra International di Segmen HEMCE
Namun demikian, tantangan besar datang dari segmen HEMCE. Laba bersih divisi ini anjlok 30 persen yoy menjadi Rp1,95 triliun.
Faktor utamanya adalah harga batu bara yang terus melemah serta cuaca ekstrem berupa hujan lebat yang menghambat produksi. Ini berimbas pada kinerja anak usaha PT United Tractors Tbk (UNTR), yang selama ini menjadi tulang punggung Astra di sektor pertambangan.
Kendati begitu, KB Valbury menilai bahwa ada titik terang dari penjualan alat berat Komatsu yang justru tumbuh 23 persen yoy menjadi 1.400 unit, didorong permintaan dari berbagai sektor non-tambang seperti konstruksi dan kehutanan.
Valuasi Saham ASII Masih Menarik, Analisisnya?
Saham ASII saat ini diperdagangkan di level 6,1 kali price-to-earnings (P/E) 2025F, yang berada sedikit di atas rata-rata minus satu standar deviasi historis (5,3x). Ini menjadi sinyal bahwa saham ini masih undervalued secara historis dan memiliki ruang pemulihan harga.
“Target valuasi kami adalah 7,3x P/E 2025F, dengan asumsi pertumbuhan yang stabil di sektor otomotif dan pembiayaan, serta pemulihan agribisnis,” jelas Akhmad.
Adapun proyeksi laba bersih penuh tahun ini dipatok di Rp32,23 triliun, sedikit di bawah realisasi tahun 2024 yang sebesar Rp34,05 triliun, sebagai bentuk penyesuaian terhadap tekanan makro dan siklikalitas industri.
KB Valbury Sekuritas juga menyoroti sejumlah risiko downside yang patut diperhatikan investor sebelum mengambil posisi di saham ASII. Risiko-risiko tersebut mencakup potensi penjualan otomotif yang lebih rendah dari ekspektasi serta melambatnya kinerja pembiayaan konsumen, dua pilar utama yang selama ini menopang kinerja Astra.
Selain itu, tekanan harga batu bara yang berkepanjangan dan lemahnya aktivitas di sektor tambang maupun proyek konstruksi menjadi tantangan tersendiri bagi kontribusi divisi alat berat dan energi.
Di sisi lain, penurunan kepercayaan konsumen serta daya beli masyarakat dapat mengganggu permintaan ritel dan pembiayaan, terutama di tengah iklim ketidakpastian global yang masih berlanjut.
Proyeksi Optimistis Jangka Menengah buat Saham ASII
Meskipun menghadapi tantangan jangka pendek, prospek jangka menengah ASII dinilai tetap kuat. Diversifikasi bisnis dari otomotif, keuangan, alat berat hingga agribisnis membuat perusahaan ini cukup tangguh menghadapi siklus ekonomi yang fluktuatif.
KB Valbury mempertahankan rekomendasi “beli” dan menyatakan bahwa saham ini cocok untuk investor jangka menengah-panjang yang mencari eksposur pada saham berkualitas tinggi dengan fundamental kuat.
Riset ini menyajikan insight buat investor yang mempertimbangkan risiko dan peluang dalam portofolio sektor konglomerasi. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.