KABARBURSA.COM - Rupiah diprediksi fluktuatif dengan kecenderungan melemah pada perdagangan. Sebelumnya, rupiah ditutup melemah ke level Rp 16.413 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pelemahan rupiah tertekan oleh indeks dolar AS yang menguat.
Menurutnya, pelaku pasar sedang menunggu data inflasi indeks harga PCE AS yang akan dirilis akhir pekan ini. Data ini merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve dan kemungkinan akan mempengaruhi prospek bank sentral terkait suku bunga.
“Tanda-tanda ketahanan perekonomian AS baru-baru ini dari data indeks manajer pembelian yang kuat dan pembacaan kepercayaan konsumen memicu kekhawatiran bahwa The Fed akan memiliki cukup ruang untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama,” ungkap Ibrahim dalam riset harian, Rabu 27 Juni 2024.
Selain itu, beberapa pejabat The Fed menggemakan gagasan kenaikan suku bunga minggu ini. Revisi data produk domestik bruto (PDB) AS kuartal pertama juga akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai perekonomian Amerika.
Ibrahim menambahkan bahwa pasar nilai tukar juga dipengaruhi oleh ketegangan Tiongkok mengenai potensi perang dagang dengan negara-negara Barat, terutama setelah Beijing menandai kemungkinan tersebut dalam menghadapi tarif Eropa terhadap impor kendaraan listrik China.
“Kekhawatiran akan perang dagang membuat indeks Tiongkok mengalami penurunan tajam sepanjang bulan Juni, seiring dengan berkurangnya dukungan terhadap langkah-langkah stimulus yang lebih banyak di negara tersebut,” tuturnya.
Namun demikian, Ibrahim mengamati bahwa di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap fluktuasi kurs rupiah dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu, pemerintah masih optimistis bahwa kondisi fundamental makroekonomi Indonesia masih berada dalam kondisi baik-baik saja.
Menurut Ibrahim, rupiah kemungkinan akan bergerak fluktuatif dalam perdagangan hari ini, kemudian ditutup melemah pada rentang Rp 16.400 per dolar AS hingga Rp 16.460 per dolar AS.
Pergerakan Nilai Tukar
Pergerakan nilai tukar rupiah kembali tertekan dalam perdagangan hari ini, Rabu, 26 Juni 2024, terseret oleh kejatuhan mata uang Tiongkok, yuan, dan kebangkitan dolar Amerika Serikat (AS) akibat nada hawkish baru dari para pejabat Federal Reserve (The Fed).
Rupiah yang pagi tadi dibuka melemah di Rp16.441/USD dan sempat menyentuh level terlemah di Rp16.448/USD, saat ini masih tertekan di kisaran Rp16.433/USD pada pukul 14:33 WIB.
Level itu bahkan lebih lemah dibandingkan nilai rupiah di pasar Nondeliverable Forward (NDF) yang ada di kisaran Rp16.426-Rp16.431/USD. Inversi ini kemungkinan karena adanya kontrak NDF jatuh tempo yang tidak bisa diperpanjang sehingga para pemburu valuta asing (valas) beralih menyerbu pasar spot untuk mencari dolar AS.
Tekanan yang dihadapi rupiah berlangsung ketika pasar saham masih bergerak di zona hijau dan yield Surat Berharga Negara (SBN) bervariasi, dengan tenor 10 tahun naik sedikit ke 7,108 persen dan tenor dua tahun di 6,839 persen.
Rupiah terseret pelemahan yang dialami oleh yuan yang tergerus nilainya 0,05 persen terhadap dolar AS, ketika level imbal hasil obligasi pemerintah Tiongkok terjatuh ke level terendah dalam 22 tahun terakhir di 2,22 persen karena kekhawatiran terkait prospek pertumbuhan ke depan.
Pada saat yang sama, indeks dolar AS bangkit lagi mendekati 106 akibat pernyataan bernada hawkish dari pejabat The Fed dini hari tadi. Gubernur The Fed, Michelle Bowman, menyatakan bahwa ia melihat masih ada risiko kenaikan inflasi sehingga menurunkan bunga acuan terlalu cepat justru akan memicu potensi kenaikan bunga lagi di masa mendatang.
“Mengurangi policy rate terlalu cepat bisa memicu lonjakan inflasi lagi, yang membutuhkan kenaikan bunga acuan lebih lanjut di masa depan untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen dalam jangka panjang,” kata Bowman.
Pasar Diselimuti Sentimen
Akibatnya, pasar pun diselimuti sentimen negatif. Valuta Asia mayoritas tergerus turun sampai siang ini. MSCI Emerging Market Currency Index turun 0,2 persen sementara MSCI Emerging Market Stock Index masih naik 0,1 persen.
Rupiah dan dolar Taiwan memimpin pelemahan mata uang regional sampai siang ini dengan penurunan nilai hingga 0,35 persen, disusul oleh baht Thailand 0,21 persen, ringgit Malaysia 0,21 persen, rupee India 0,19 persen, dan dolar Singapura 0,12 persen.
Bank Indonesia (BI) terpantau ada di pasar mengintervensi pelemahan rupiah. Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Edi Susianto, menyatakan bahwa BI ada di pasar untuk memastikan keseimbangan penawaran dan permintaan valas, seperti dilansir Bloomberg.
Edi mengatakan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh sinyal terbaru The Fed yang tidak ingin terburu-buru memotong bunga acuan, bersamaan dengan meningkatnya permintaan dolar AS dari korporasi. Sementara suplai valas dari para eksportir masih terlihat memadai di pasar saat ini.
Pemerintah menjual Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk global senilai USD2,35 miliar dalam tiga seri bertenor 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun. Seri INDOIS-5Y (jatuh tempo 2029) terjual USD750 juta dengan imbal hasil 5,1 persen. Seri INDOIS-10Y (jatuh tempo 2034) memberikan yield 5,2 persen dan terjual USD1 miliar, sementara INDOIS-30Y (jatuh tempo 2054) memberi yield 5,5 persen dan terjual USD600 juta.