KABARBURSA.COM - Presiden Federal Reserve Bank St. Louis, Alberto Musalem, memilih untuk bersikap berhati-hati dalam menanggapi wacana pemangkasan suku bunga.
Ia menegaskan, keputusan final baru akan diambil menjelang rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 16–17 September 2025, setelah evaluasi menyeluruh terhadap data ekonomi terkini.
Menurut Musalem, inflasi yang terus membayangi masih jauh dari sasaran ideal bank sentral. Angkanya kini mendekati 3 persen, jauh melampaui target 2 persen yang selama ini menjadi pedoman. Di sisi lain, ancaman pelemahan pasar tenaga kerja masih tersembunyi di balik bayang-bayang, belum nyata terlihat secara jelas.
“Nyatanya, inflasi saat ini lebih condong ke angka 3 persen dibandingkan 2 persen. Ada kemungkinan, meskipun bukan skenario utama, bahwa inflasi ini bakal bertahan,” ujarnya seperti dinukil Reuters.
“Ini risiko yang sesungguhnya kami hadapi. Sementara risiko pelemahan pasar tenaga kerja, yang kerap diperbincangkan, sejauh ini belum tampak secara kasat mata.”
Ia melanjutkan, kebijakan moneter saat ini sejatinya sudah menyesuaikan dengan kondisi lapangan kerja yang hampir penuh. Namun, jika gejala pelemahan mulai merebak, penyesuaian kebijakan menjadi keharusan yang tak terelakkan.
“Saya akan meninjau ulang pandangan saya dua hingga tiga hari sebelum rapat digelar. Setelah itu, keputusan akan saya ambil,” jelasnya dari sela-sela Simposium Ekonomi The Fed di Jackson Hole.
Sinyal Powell: Peluang Nyata atau Sekadar Isyarat?
Pernyataan Musalem muncul sebagai respons atas pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, yang lebih dahulu menabur benih harapan pelonggaran kebijakan moneter.
Dalam forum yang sama, Powell menyebut tekanan inflasi saat ini cenderung sementara, meski pasar tenaga kerja mulai menghadapi tantangan struktural.
Namun, Musalem memberi catatan krusial atas narasi tersebut. Ia menilai, sinyal yang disampaikan Powell belum cukup kuat untuk dijadikan pijakan keputusan konkret.
“Kata yang digunakan adalah ‘mungkin’. Itu sangat penting,” tegasnya.
“Ini menunjukkan keragu-raguan di kalangan pembuat kebijakan untuk memangkas suku bunga sementara inflasi belum menampakkan tren penurunan yang meyakinkan.”
Ia sepakat bahwa dampak tarif terhadap inflasi bersifat sementara. Namun, perlambatan ekonomi yang kian meluas berpotensi menciptakan risiko jangka panjang, terutama bagi sektor ketenagakerjaan yang mulai rentan terhadap efisiensi dan pemangkasan.
Musalem menegaskan, kesabaran mutlak diperlukan sampai data ekonomi berikutnya mengerucut, khususnya laporan ketenagakerjaan Agustus yang bakal menjadi penentu utama kebijakan moneter The Fed ke depan.(*)