KABARBURSA.COM - Pemerintah dan DPR RI tengah mempertimbangkan program makan siang bergizi gratis bagi pelajar untuk dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Namun, program ini diprediksikan akan menimbulkan berbagai tantangan, terutama karena akan mengurangi alokasi anggaran yang lainnya dan sudah disepakati.
Pengamat Ekonomi, Salamudin Daeng, menyatakan seluruh rencana pemerintah yang terkait dengan APBN akan sangat bergantung pada persetujuan DPR. Namun, ia meragukan program makan siang bergizi akan berjalan mulus di Senayan.
“Apakah lembaga perwakilan rakyat ini mau membahas anggaran makan bergizi untuk pelajar? Mau membahas proposal presiden dan wakil presiden terpilih untuk kemudian disahkan menjadi UU APBN 2025?" ujarnya kepada Kabar Bursa, Minggu, 16 Juni 2024.
Program Makan Siang Gratis Sedot Anggaran yang Besar
Salamudin menekankan program makan bergizi gratis sudah pasti akan menyedot anggaran yang selama ini dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek pemerintah lainnya.
Proyek-proyek dalam APBN, yang anggarannya telah dibahas sampai tingkat anggaran, merupakan titik kompromi antara DPR dan pemerintah untuk "berbagi rata" dengan program makan siang gratis.
Salamudin mengimbuhkan, program makan siang gratis bergizi yang notabene sangat mirip dengan program cash transfer langsung ke rakyat, dipastikan menyedot banyak anggaran yang biasanya dialokasikan untuk proyek-proyek para pemangku kepentingan.
"Tentu akan banyak mengambil jatah elite politik," jelas Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia ini.
Salamudin mengatakan DPR akan berhitung puluhan kali untuk menyetujui anggaran Rp380 triliun untuk program ini. Program ini tidak memiliki landasan konstitusi maupun undang-undang yang mewajibkan negara dan pemerintah melaksanakannya. Jika DPR tidak mensahkan program makan bergizi bagi pelajar, hal tersebut tidak akan melanggar UUD atau undang-undang yang berlaku.
Rancangan APBN 2025 masih dalam tahap pembahasan awal. Program makan bergizi gratis bagi pelajar diperkirakan akan memerlukan anggaran sekitar Rp380 triliun, yang setara dengan sekitar 10,5 persen dari RAPBN 2025. Ini menimbulkan kesulitan bagi pemerintah dalam mengalokasikan dana untuk proyek-proyek lain yang sudah menjadi prioritas.
APBN 2024 telah dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.100 triliun, pemerintah daerah Rp857 triliun, anggaran pendidikan Rp665 triliun, anggaran kesehatan Rp187 triliun, serta subsidi dan kompensasi energi sekitar Rp500 triliun. Dengan total pengeluaran mencapai Rp3.309 triliun, menambahkan anggaran sebesar Rp380 triliun tentu akan sangat membebani APBN.
Mengutip laman Kementerian Keuangan, belanja negara dalam APBN Tahun 2024 lebih besar dari yang disebutkan Salamudin, angkanya diperkirakan sebesar Rp3.325,1 triliun. Alokasi terbesar ada pada belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.467,5 triliun disusul transfer ke daerah sebesar Rp857,6 triliun.
Strategi Anggaran
Salamudin menggarisbawahi untuk dapat merealisasikan program ini, pemerintah harus melakukan berbagai terobosan. Beberapa cara yang bisa ditempuh antara lain refocusing anggaran, memangkas segala bentuk pemborosan, meningkatkan rasio penerimaan negara, dan melakukan penjadwalan ulang utang pemerintah.
Selain itu, langkah-langkah seperti pemberantasan korupsi yang lebih keras, mengatasi kebocoran sumber daya alam, serta menerapkan rezim devisa yang lebih terkontrol juga menjadi langkah penting untuk memperbesar pendapatan negara dan mengefektifkan belanja negara.
“Semua langkah ini adalah untuk memperbesar pendapatan negara dan mengefektifkan belanja negara," tegasnya.
Pembahasan RAPBN 2025 dan program makan bergizi gratis bagi pelajar akan masuk ke pembahasan lebih rinci di panitia-panitia kerja (panja) DPR pekan depan.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Netty Prasetiyani, mengatakan untuk lebih detail dan lengkapnya tentang RAPBN 2025 akan lebih jelas setelah proses pembahasan anggaran ini selesai di lembaganya. Katanya, DPR masih perlu memastikan keberlanjutan program-program lain yang telah menjadi prioritas, sambil menilai urgensi dan manfaat dari program makan bergizi ini.
Hingga kini, kementerian atau lembaga mana yang akan bertanggung jawab atas program ini masih dalam tahap pencarian. “Tampaknya sedang dicari K/L (kementerian/lembaga) mana yang pas,” kata Netty.
Sebelumnya, Salamudin menyebutkan APBN Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang amat sempit untuk mengakomodasi program makan siang gratis.
Adapun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengusulkan agar defisit anggaran ditekan, agar pemerintahan baru Prabowo-Gibran memiliki lebih banyak ruang fiskal untuk memasukkan program-program baru melalui mekanisme APBN Perubahan di masa mendatang.
Usulan ini menekankan penurunan defisit hingga 1,5-1,8 persen dari PDB untuk memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintahan yang akan datang.
Pada rapat Banggar DPR bersama tiga menteri koordinator (Menko) beberapa waktu lalu, Ketua Banggar Said Abdullah menyatakan perlunya memberikan ruang bagi pemerintahan baru. Meskipun program-program besar tetap diakomodasi, detail implementasinya masih memerlukan penyesuaian lebih lanjut.
“Kami bersepakat dengan pemerintah untuk baseline, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada presiden terpilih nanti untuk melakukan berbagai upaya melaksanakan visi-misi, sebagaimana dulu di tahun 2015 dari Bapak SBY ke Bapak Jokowi juga mengalami masa transisi yang sama,” katanya. (alp/*)