Logo
>

Restrukturisasi Kredit Jokowi Bikin Saham Perbankan Anjlok

Ditulis oleh KabarBursa.com
Restrukturisasi Kredit Jokowi Bikin Saham Perbankan Anjlok

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan hal tersebut di Istana Negara. Namun, katalis tersebut sejauh ini belum berhasil menjadi daya dorong bagi saham-saham perbankan The 'Big Four'.

    Sebagai gambaran, hasil survei Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan potensi peningkatan rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) setelah kebijakan yang seharusnya selesai pada Maret 2024.

    “Terdapat potensi peningkatan NPL yang berasal dari pemburukan kredit restrukturisasi Kol 1 dan Kol 2, seiring berakhirnya kebijakan restrukturisasi secara keseluruhan pada Maret 2024,” mengutip survei SBPO Kuartal I-2024.

    Airlangga menjelaskan bahwa perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 dapat mengurangi pencadangan dana yang dilakukan perbankan atas kerugian Kredit Usaha Rakyat (KUR).

    “Nah tadi ada arahan Bapak Presiden bahwa kredit restrukturisasi akibat daripada Covid-19 yang seharusnya jatuh tempo pada bulan Maret 2024 ini diusulkan ke OJK nanti melalui KSSK dan Gubernur BI untuk mundur sampai dengan 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers setelah menghadiri rapat kabinet paripurna di Istana Negara, yang ditayangkan di Youtube Sekretariat Kabinet, Senin 25 Juni 2024 kemarin.

    Sentimen tersebut sejatinya menjadi katalis positif bagi emiten-emiten perbankan, terutama The 'Big Four', meskipun kualitas kredit diproyeksikan akan tetap terjaga. Kebijakan restrukturisasi dan hapus buku diharapkan menekan peningkatan NPL, menjaga risiko kredit macet tetap stabil.

    Pergerakan Harga Saham 4 Bank Besar 

    Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, pada Rabu 26 Juni 2024, saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) bergerak di teritori negatif pada siang melemah 100 poin atau turun 1,04 persen ke posisi Rp9.500 per saham. Volume perdagangan saham BBCA didominasi aksi jual, mencatatkan total nilai transaksi mencapai Rp158,72 miliar dengan 16,6 juta saham diperdagangkan dan frekuensi 4.347 kali.

    {

    "width": "100 persen",

    "height": "480",

    "symbol": "IDX:BBCA",

    "interval": "D",

    "timezone": "Etc/UTC",

    "theme": "light",

    "style": "1",

    "locale": "en",

    "hide_top_toolbar": true,

    "allow_symbol_change": false,

    "save_image": false,

    "calendar": false,

    "hide_volume": true,

    "support_host": "https://www.tradingview.com"

    }

     

    Hal serupa terjadi pada saham Bank Negara Indonesia (BBNI), yang melemah 20 poin atau turun 0,45 persen ke posisi Rp4.460 per saham. Nilai transaksi perdagangan mencapai Rp41,57 miliar dengan 9,26 juta saham diperdagangkan.

    Saham Bank Mandiri (BMRI) juga mengalami tren serupa. Saham BMRI melaju di zona merah, melemah 25 poin atau turun 0,42 persen ke posisi Rp5.900 per saham dengan volume dan transaksi perdagangan cukup besar. Berdasarkan data BEI, nilai transaksi saham BMRI pada siang hari ini mencapai Rp240,92 miliar dengan volume perdagangan 40,32 juta saham dan frekuensi 8.222 kali.

    {

    "width": "100 persen",

    "height": "480",

    "symbol": "IDX:BMRI",

    "interval": "D",

    "timezone": "Etc/UTC",

    "theme": "light",

    "style": "1",

    "locale": "en",

    "hide_top_toolbar": true,

    "allow_symbol_change": false,

    "save_image": false,

    "calendar": false,

    "hide_volume": true,

    "support_host": "https://www.tradingview.com"

    }

    Kemudian, saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga masih tertekan, kehilangan 10 poin atau turun 0,23 persen ke posisi Rp4.360 per saham pada Sesi I. Emiten bank terbesar di Indonesia ini diperdagangkan pada rentang harga Rp4.430 hingga Rp4.350. Total nilai transaksi perdagangan saham BBRI mencapai Rp362,21 miliar dengan volume perdagangan 82,54 juta saham berpindah tangan, menjadikannya top turnover pada perdagangan tengah hari ini.

    Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan menindaklanjuti usulan tersebut dan menyampaikannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Airlangga menyebut bahwa pada Oktober 2020, besaran restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 tercatat sebesar Rp830 triliun dan per Maret tahun ini turun menjadi Rp228,2 triliun.

    “Karena ini akan mengurangi perbankan mencadangkan kerugian akibat kredit KUR. Kalau kita lihat outstanding-nya sudah turun banyak,” tambahnya.

    Restrukturisasi kredit adalah proses penyesuaian atau perombakan ketentuan kredit yang telah disepakati sebelumnya antara kreditur (pemberi pinjaman) dan debitur (peminjam) dengan tujuan untuk mempermudah debitur dalam memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya.

    Restrukturisasi kredit dapat dilakukan untuk berbagai jenis pinjaman, termasuk pinjaman konsumen, hipotek, kredit usaha kecil, dan kredit korporasi. Ini merupakan solusi yang sering diambil dalam situasi krisis ekonomi atau kondisi keuangan debitur yang sulit, seperti yang terjadi selama pandemi Covid-19.

    Restrukturisasi kredit memiliki dampak signifikan bagi perbankan. Dengan melakukan restrukturisasi, perbankan dapat mengurangi risiko terjadinya kredit macet (Non-Performing Loan/NPL). Ini membantu menjaga kualitas aset bank dan mengurangi beban pencadangan untuk kerugian kredit.

    Debitur yang mendapatkan restrukturisasi akan memiliki beban pembayaran yang lebih ringan, sehingga mampu membayar angsuran tepat waktu. Hal ini meningkatkan arus kas masuk ke bank. Melalui restrukturisasi, bank dapat mempertahankan hubungan baik dengan nasabah yang menghadapi kesulitan keuangan. Ini dapat meningkatkan loyalitas nasabah dan reputasi bank.

    Restrukturisasi kredit dapat membantu menjaga stabilitas sistem keuangan dengan mencegah peningkatan tajam dalam NPL, yang dapat berdampak negatif pada sektor perbankan secara keseluruhan.

    Beberapa dampak negatif restrukturisasi kredit sering kali melibatkan penurunan suku bunga atau pengurangan pokok pinjaman, yang berarti bank akan menerima pendapatan bunga yang lebih rendah dari kredit tersebut. Proses restrukturisasi memerlukan penilaian ulang dan administrasi tambahan, yang dapat meningkatkan biaya operasional bank.

    Nasabah yang mengalami restrukturisasi mungkin merasa terdorong untuk mengajukan kembali restrukturisasi di masa depan, yang dapat menciptakan risiko moral hazard.

    Jumlah kredit yang direstrukturisasi dapat mempengaruhi persepsi pasar terhadap kesehatan keuangan bank. Investor dan pemangku kepentingan lainnya mungkin melihat tingginya angka restrukturisasi sebagai tanda bahwa bank memiliki portofolio kredit yang bermasalah.

    Dalam jangka panjang, restrukturisasi dapat membantu bank menyeimbangkan portofolio kredit mereka dengan mengelola eksposur risiko lebih efektif. Pengalaman restrukturisasi dapat memberikan pelajaran bagi bank untuk memperbaiki kebijakan dan prosedur kredit, sehingga mampu mencegah terjadinya masalah serupa di masa depan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi