KABARBURSA.COM - Di tengah upaya Indonesia menuju energi hijau, pemerintah masih bergumul dengan industri tambang yang terus memacu produksi batubara. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengatakan terdapat kecenderungan bahwa pemerintah dan pengusaha kecanduan terhadap pendapatan dari ekstraksi batubara, sehingga mereka enggan mengurangi produksinya.
"Saya melihat pemerintah dan pengusaha batubara ingin meraup keuntungan sebesar-besar dari ekspor batubara selagi permintaan tinggi," katanya kepada Kabar Bursa, Kamis 21 Maret 2024.
Diketahui, Batubara memang salah satu komoditas ekspor strategis utk mendulang devisa. Apabila melihat trend ekspor 5 tahun terakhir yg terus naik. Fabby memperingatkan bahwa peningkatan produksi yang terlalu besar berisiko menghadapi penurunan permintaan global, terutama dari Tiongkok. Yang mana kondisi pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih belum jelas.
"Saya menilai peningkatan produksi itu terlalu besar dan harus antisipasi bahwa ekspor batu bara ke China akan mengalami penurunan di 2025 dan selanjutnya," terang dia.
Selain itu sejumlah negara tujuan ekspor batu bara pun juga mulai menerapkan kebijakan domestik untuk membatasi kenaikan emisi gas rumah kaca di kelistrikan dan industri melalui pemanfaatan energi terbarukan dan efisiensi energi yang dapat memangkas permintaan batubara di 2025 dan 2026.
"Saya ingin mengingatkan agar pemerintah memperhatikan risiko-risiko yang ada, yang berdampak pada anjloknya ekspor batu bara dalam dua tahun ke depan," jelas dia.
Karena itu, dia meminta agar pemerintah tidak terbuai dengan adanya peningkatan ekspor batu bara pada beberapa tahun kebelakang. Tepatnya di tahun 2023 yang melonjak hingga 28persen.
"Sejak 2020 sd 2023, ekspor BB kita meningkat sekitar 28persen. Kenaikan terbesar di 2023 yang lalu," ujar dia.
Sebagai informasi, Plt Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Suswantono menyetujui 587 permohonan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pada sektor batu bara. RKAB tersebut merupakan hasil penyaringan dari 883 permohonan yang masuk ke Kementerian ESDM. Artinya jumlah RKAB yang ditolak Kementerian ESDM mencapai 121 perusahaan.
Sehingga, total tonase produksi batu bara mencapai 922,14 juta ton untuk tahun ini. Adapun dalam kurun waktu 3 tahun mendatang berada di level 900 juta ton.
Tepatnya untuk tahun 2024 adalah sebesar 922,14 juta ton, tahun 2025 sebesar 917,16 juta ton, dan untuk tahun 2026 sebesar 902,97 juta ton.
“Total tonase dari RKAB batu bara yang disetujui pada 2024 sebesar 922,14 juta ton, 2025 sebesar 917,16 juta ton, dan 2026 sebesar 902,97 juta ton,” paparnya. (yub/car).