Logo
>

Risiko Fiskal di Era Prabowo: Dampaknya ke Pasar Obligasi

Ditulis oleh Syahrianto
Risiko Fiskal di Era Prabowo: Dampaknya ke Pasar Obligasi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Para investor di pasar obligasi Indonesia nampaknya masih prihatin akan risiko fiskal di bawah pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, baik di pasar sekunder maupun pasar primer.

    Minat dalam lelang SBSN yang berlangsung pada Rabu, 19 Juni 2024, tercatat mengalami penurunan signifikan. Permintaan masuk turun sebesar 37,6 persen dibandingkan lelang sebelumnya, hanya mencapai Rp16,34 triliun. Sebagai hasilnya, pemerintah hanya berhasil menyerap permintaan sebesar Rp8,05 triliun, menurun 19,5 persen dari lelang sebelumnya.

    Menurut analisis dari Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas, Lionel Prayadi, dan Analyst Nanda Rahmawati, penurunan permintaan dalam lelang SBSN disebabkan oleh faktor domestik, yaitu kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal pemerintahan baru. Investor cemas bahwa Prabowo mungkin akan mengorbankan prinsip kehati-hatian fiskal demi mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.

    Kekhawatiran terhadap peningkatan rasio utang pemerintahan baru itu juga yang telah menjatuhkan nilai rupiah pada Jumat pekan lalu, melampaui Rp16.400 per USD.

    Pada hari pertama perdagangan pekan ini, rupiah memang berhasil bangkit sebagian didukung oleh pernyataan bantahan dari Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran yang menegaskan akan menjaga defisit APBN tidak melampaui 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    Namun, kekhawatiran nyatanya masih tersisa seperti terlihat dari pergerakan imbal hasil surat utang di pasar sekunder. Untuk seri sukuk tenor pendek PBS038, misalnya, melompat 12 bps menyentuh 7,09 persen. Sedang PBSG001 bahkan imbal hasilnya naik 11 bps ke 6,58 persen.

    Dalam lelang sukuk kemarin, seri tenor pendek SPNS tenor 6 bulan mencatat lonjakan imbal hasil hingga 20,38 bps menyentuh 6,59 persen, disusul oleh PBS030 (jatuh tempo 2023) yang naik 19,2 bps menjadi 6,81 persen. Lalu untuk seri PBS039 (jatuh tempo 2041) juga naik ke 7,03 persen, nyaris mendekati level tertinggi pada lelang 23 April kala rupiah ambles pascalebaran Idulfitri.

    Adapun seri FR (SBN konvensional) juga memperlihatkan kekhawatiran yang serupa. Walau beberapa seri favorit seperti FR0100 yang bertenor 10Y dan FR0101 mencatatkan penurunan imbal hasil masing-masing 5 bps ke 7,12 persen dan 4 bps ke 7 persen, kurva imbal hasil tenor panjang sampai saat ini masih datar.

    Indikasinya, seri FR0098 tenor 15Y, lalu FR0097 tenor 20Y serta FR0102 tenor 30Y masih flat di kisaran 7,12-7,13 persen. Sementara itu, imbal hsil FR0086 tenor 2Y naik 5 bps jadi 6,70 persen.

    "Jika persepsi investor terhadap risiko fiskal pemerintahan Prabowo masih berlanjut maka pekan depan saat lelang SUN digelar, ada kemungkinan imbal hasil akan naik setidaknya 10 bps dengan tingkat permintaan yang tetap rendah di kisaran Rp41 triliun-Rp45 triliun," kata Lionel.

    Laporan Bloomberg News pada Jumat pekan lalu, memakai sumber anonim, menyebut Prabowo berencana menaikkan rasio utang hingga ke 50 persen secara bertahap dalam satu periode pemerintahannya.

    Para ekonom dan analis pasar memperingatkan, bila rencana itu dilakukan, maka akan bisa mengerek defisit APBN hingga menyentuh 6 persen yang mana itu bisa membahayakan kondisi keuangan Indonesia.

    Namun, kabar itu akhirnya dibantah oleh Satgas Sinkronisasi Prabowo-Gibran. Salah satu anggota Satgas yang membawahi sektor ekonomi keuangan, Thomas Djiwandono, membantah pemerintahan mendatang berencana meningkatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 50 persen.

    Menurut dia, isu peningkatan rasio utang ke level tertinggi dalam dua dekade hanyalah opini dan bukan posisi formal Prabowo. Thomas bilang, Prabowo dan tim transisi tidak pernah bicara tentang target utang terhadap PDB untuk pemerintahan 2024-2029.

    "Kita sama sekali tidak berbicara tentang target utang terhadap PDB, ini bukan rencana kebijakan formal," ujar Thomas.

    Thomas mengatakan, Prabowo sebagai presiden, akan mengatakan tetap memegang prinsip kehati-hatian fiskal. "Apa pun tentang tingkat utang, atau melampaui defisit hanyalah kebisingan (noise)," ujar dia.

    Utang Jatuh Tempo

    Utang jatuh tempo pemerintah Indonesia mengalami lonjakan pada periode 2025-2028, sebelum berangsur-angsur turun. Kenaikan utang jatuh tempo ini adalah bagian dari efek pandemi.

    Mengutip data profil jatuh tempo utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang jatuh tempo pada 2024 sendiri sebesar Rp434,29 triliun, terdiri dari yang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) Rp371,8 triliun, dan pinjaman Rp62,49 triliun.

    Lalu, pada 2025 menjadi Rp800,33 triliun, yang terdiri dari SBN Rp705,5 triliun dan pinjaman Rp94,83 triliun. Pada 2026 sebesar Rp803,19 triliun, terbagi menjadi SBN Rp703 triliun dan pinjaman Rp100,19 triliun, serta pada 2027 menjadi Rp802,61 triliun, terdiri dari SBN Rp695,5 triliun dan pinjaman Rp107,11 triliun.

    Pada 2028, utang jatuh tempo menjadi hanya sebesar Rp719,81 triliun yang terdiri dari SBN Rp615,2 triliun dan pinjaman Rp104,61 triliun. Jika ditotal periode 2025-2028, total utang jatuh tempo mencapai Rp3.125,94 triliun. Pembayaran utang ini harus dipenuhi oleh pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

    Setelahnya terus turun hingga mencapai level terendah pada 2041 menjadi hanya sebesar Rp30,8 triliun yang terdiri dari SBN Rp27,4 triliun dan pinjaman Rp3,47 triliun.

    Sebagai informasi, per akhir April 2024 sendiri total utang pemerintah sudah sebesar Rp8.338,43 triliun. Profil utang jatuh tempo untuk total utang itu terdiri dari yang kurang dari 1 tahun Rp600,85 triliun, 1-3 tahun Rp1.762,25 triliun, di atas 3-5 tahun Rp1.480,12 triliun, di atas 5-10 tahun Rp2.437,57 triliun, di atas 10-15 tahun Rp787,36 triliun, di atas 15-20 Rp573,11 triliun, dan di atas 20 tahun Rp697,17 triliun. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.