Logo
>

Risiko Persaingan tak Sehat Jika Trading Halt IHSG

Anjloknya indeks memicu penerapan trading halt oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 WIB, setelah IHSG turun 5,02 persen ke level 6.146

Ditulis oleh Cicilia Ocha
Risiko Persaingan tak Sehat Jika Trading Halt IHSG
Suasana main hall Bursa Efek Indonesia (BEI) yang juga menampilkan layar utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa, 11 Februari 2025. (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COMIndeks Harga Saham Gabungan mengalami penurunan tajam hingga 6,1 persen pada perdagangan 18 Maret 2025, sebelum akhirnya ditutup melemah 3,84 persen. Anjloknya indeks memicu penerapan trading halt oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 WIB, setelah IHSG turun 5,02 persen ke level 6.146. Perdagangan kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 11:49:31 WIB.  

    Langkah penghentian sementara ini bertujuan untuk meredam kepanikan di pasar. Namun, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai bahwa trading halt yang terjadi terlalu lama atau terlalu sering dapat membuka celah bagi praktik persaingan usaha tidak sehat.

    Menurut Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha, jika tranding halt berlangsung terlalu lama atau terjadi terlalu sering, kondisi ini berpotensi memicu persaingan usaha tidak sehat. Perusahaan kecil dan menengah yang kesulitan bertahan dalam ketidakpastian pasar bisa terdampak negatif, sementara perusahaan besar dengan modal kuat dapat memanfaatkan situasi untuk mengakuisisi pesaing yang lebih lemah. Akibatnya, pasar semakin terkonsentrasi dan risiko praktik monopoli meningkat.  

    “KPPU berpendapat bahwa regulasi yang ketat atas trading halt wajib dijalankan agar tidak mengarah pada persaingan usaha tidak sehat atau praktik monopoli,” ujar Eugenia yang dikutip Jumat, 21 Maret 2025.

     Selain itu, trading halt berisiko dimanfaatkan untuk spekulasi dan manipulasi pasar. Pialang atau pelaku pasar tertentu bisa menciptakan fluktuasi harga tidak wajar setelah perdagangan dilanjutkan, seperti mendorong panic selling atau panic buying demi memperoleh keuntungan dari volatilitas yang terjadi.  

    Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat berdampak lebih luas pada struktur pasar. Perusahaan kecil atau menengah yang kesulitan bertahan akibat ketidakpastian pasar bisa menjadi target akuisisi perusahaan besar, yang berpotensi meningkatkan konsentrasi pasar dan risiko monopoli.  

    Eugenia menegaskan bahwa regulasi atas trading halt perlu diperketat agar mekanisme ini tetap berfungsi sebagai instrumen stabilisasi pasar, bukan celah bagi praktik bisnis yang merugikan kompetisi. Transparansi menjadi faktor utama dalam mitigasi risiko tersebut.  

    "Trading halt juga perlu diumumkan secara transparan dan tepat waktu, termasuk mengenai alasan penghentian perdagangan serta dampaknya, sehingga semua pelaku pasar memiliki akses informasi yang setara untuk mengurangi risiko penyalahgunaan,” jelas Eugenia.

    Selain itu, koordinasi antara KPPU, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan BEI dinilai perlu diperkuat untuk mengawasi serta menindak praktik-praktik yang berpotensi merugikan investor dan menciptakan ketidakadilan dalam persaingan, seperti insider trading dan manipulasi harga saham. 

    Setelah trading halt berakhir, IHSG sempat mengalami pemulihan sebelum akhirnya ditutup turun 3,84 persen pada akhir perdagangan. Tekanan jual yang tinggi, terutama dari investor asing, masih menjadi faktor utama pelemahan indeks.  

    Dengan dinamika pasar yang semakin kompleks, KPPU berkomitmen untuk terus mengawasi potensi pelanggaran persaingan usaha di bursa saham. Keberimbangan regulasi antara stabilitas pasar dan persaingan usaha yang sehat menjadi kunci dalam menjaga ekosistem investasi yang adil dan transparan.

    Perspektif Lain untuk Melihat Kejatuhan IHSG

    Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sekaligus Guru Besar Universitas Paramadina Didik J. Rachbini menawarkan perspektif ekonomi politik untuk melihat kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) signifikan kemarin. Kombinasi antara dinamika ekonomi dan politik menimbulkan pertanyaan di kalangan investor dan pelaku ekonomi. 

    “Yang harus diingat oleh pemerintah adalah bahwa lebih dari dua pertiga permasalahan ekonomi bersumber dari politik. Sebaliknya, tantangan terbesar dalam politik adalah persoalan ekonomi,” kata Didik kepada awak media di Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025. 

    Menurutnya, pasar modal berfungsi sebagai alarm atau wake-up call bagi pemerintah dan pengambil kebijakan. Kejatuhan indeks harga saham yang terjadi belakangan ini lebih didominasi oleh faktor politik dibandingkan ekonomi semata. 

    "Faktor ketidakstabilan ini menjadi pemicu pasar untuk menolak kondisi politik yang tidak kondusif, sehingga modal cenderung hengkang ke tempat yang lebih stabil," jelasnya.

    Data menunjukkan bahwa arus modal asing mulai bergerak keluar dari Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Investor cenderung mengalihkan investasinya ke instrumen yang lebih stabil, baik dalam bentuk aset luar negeri maupun komoditas yang lebih tahan terhadap gejolak politik.

    “Pasar modal adalah refleksi dari kepercayaan terhadap pemerintah. Jika kepercayaan itu tergerus, maka pasar akan merespons dengan mengalihkan dananya ke instrumen yang lebih aman,” tegas peneliti senior Indef tersebut.

    Selanjutnya, Didiek menegaskan bahwa peran politik, terutama terkait dinamika di tubuh militer, tidak bisa diremehkan dalam memengaruhi kondisi ekonomi nasional.

    "Jangan anggap remeh politik TNI yang diolah dan dimasak oleh segelintir orang dalam kekuasaan. Hal ini memiliki hubungan langsung dengan kondisi ekonomi,” tambah dia.

    Ia menambahkan bahwa demokrasi yang dibangun kembali pada era reformasi setelah lebih dari 30 tahun dikuasai oleh rezim otoriter, kini menghadapi ancaman serius. 

    Jika tidak dijaga, demokrasi berisiko tergelincir kembali ke dalam sistem etatisme, militerisme, serta dwifungsi yang justru akan merusak masa depan tata kelola negara.

    Menurut Didik, ekosistem demokrasi yang sudah mengalami kerusakan selama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak serta-merta bisa diperbaiki dalam kepemimpinan baru. 

    Dengan ketidakpastian politik yang masih membayangi, semua pihak kini menunggu langkah konkret pemerintah untuk memastikan stabilitas politik dan ekonomi ke depan. Jika tidak ada kepastian, maka tekanan terhadap pasar modal diprediksi akan terus berlanjut dalam waktu dekat. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Cicilia Ocha

    Seorang jurnalis muda yang bergabung dengan Kabar Bursa pada Desember 2024. Menyukai isu Makro Keuangan, Ekonomi Global, dan Energi. 

    Pernah menjadi bagian dalam desk Nasional - Politik, Hukum Kriminal, dan Ekonomi. Saat ini aktif menulis untuk isu Makro ekonomi dan Ekonomi Hijau di Kabar Bursa.