Logo
>

RPP Zonasi Penjualan Rokok Dinilai Matikan Pedagang Kecil

Ditulis oleh Yunila Wati
RPP Zonasi Penjualan Rokok Dinilai Matikan Pedagang Kecil

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengusulkan larangan zonasi penjualan rokok dalam radius 200 meter dari fasilitas pendidikan menimbulkan kekecewaan dan kekhawatiran di kalangan para pedagang rokok, terutama mereka yang beroperasi dalam skala kecil.

    Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura Abdul Hamid, menyatakan bahwa keputusan ini mencerminkan ketidakpekaan pemerintah terhadap kelangsungan usaha mikro.

    Abdul Hamid menyoroti bahwa pedagang kecil tidak pernah dilibatkan dalam proses konsultasi terkait rancangan aturan tersebut. Ia mengkritik bahwa kebijakan ini terkesan diambil dari sudut pandang yang jauh dari realitas lapangan, tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan bagi pedagang yang terkena dampaknya.

    "Siapa yang merancang aturan ini? Apakah mereka pernah turun ke lapangan untuk melihat langsung? Ini akan berdampak besar terhadap banyak warung, toko kelontong, dan pedagang lainnya. Jika diterapkan, pertanyaannya adalah, siapa yang akan dipindahkan, sekolah atau pedagangnya? Semua warga negara memiliki hak untuk hidup dan bekerja," tegasnya.

    Menurut Abdul Hamid, sebagai produk yang legal, pedagang berhak untuk menjual rokok. Ia menegaskan bahwa pedagang rokok telah melakukan upaya sendiri untuk memastikan bahwa produk ini dijual kepada konsumen yang sesuai. Pendapatan dari penjualan rokok juga menjadi sumber utama penghidupan bagi banyak pedagang kecil, dan larangan zonasi ini diprediksi akan menyebabkan penurunan pendapatan yang signifikan.

    Reaksi serupa datang dari M. Zainal, seorang pedagang kelontong di Jakarta Pusat, dan Warningsih, pedagang kelontong asal Madura yang beroperasi di Jakarta. Keduanya mengungkapkan kekhawatiran mereka akan kemungkinan gulung tikar akibat implementasi kebijakan ini yang mengancam pendapatan mereka secara langsung.

    "Sebagai pedagang kecil, pendapatan saya tidak pasti. Saya mengerti bahwa rokok bukan untuk anak-anak. Namun, jika aturan seperti ini diterapkan, kami yang akan menjadi korban," ujar M. Zainal.

    "Belum pernah saya mendengar aturan seperti ini sebelumnya. Semoga ini tidak terjadi. Pendapatan saya pasti akan turun drastis," tambah Warningsih.

    Perdebatan terkait RPP ini mencerminkan kompleksitas dalam menyeimbangkan kepentingan kesehatan masyarakat dengan keberlanjutan usaha mikro, terutama di sektor pedagang rokok yang secara langsung terpengaruh oleh kebijakan ini. Di tengah perdebatan ini, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan berbagai pihak terkait dan mempertimbangkan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

    PPN Rokok Naik 1 Persen

    Pada tahun ini, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen akan mengakhiri periode berlakunya. Mulai tahun 2025, sesuai dengan Undang-undang PPN yang diharmonisasikan dalam UU 7/2021 tentang peraturan perpajakan, tarif PPN direncanakan akan naik menjadi 12 persen. Kenaikan ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), terutama terkait rencana kenaikan cukai yang akan berdampak luas bagi industri hasil tembakau (IHT).

    Wakil Ketua Umum IV APTI Samukrah, mengungkapkan bahwa kenaikan PPN dan cukai secara bersamaan akan memberikan pukulan berat bagi pengusaha, konsumen, serta seluruh ekosistem industri tembakau, termasuk petani dan pekerja di sektor ini. Dia menyoroti potensi dampak negatif seperti penurunan produksi tembakau dan potensi PHK di pabrik rokok akibat beban cukai yang semakin tinggi.

    "Kita melihat bahwa jumlah pabrik rokok tier1 yang menghasilkan 86 persen dari total cukai sudah mengalami penurunan drastis. Ini mengindikasikan situasi yang sulit bagi industri rokok yang selama ini menjadi penopang ekonomi banyak pihak," ungkap Samukrah.

    Samukrah menegaskan pentingnya kebijakan yang tidak hanya mengutamakan aspek pendapatan negara tetapi juga memperhitungkan keberlanjutan industri dan kesejahteraan petani. Ia mengusulkan agar pemerintah tidak meningkatkan tarif cukai rokok setiap tahunnya demi menjaga stabilitas ekonomi mikro di sektor tembakau.

    Di sisi lain, Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, menggarisbawahi bahwa keberlangsungan ribuan tenaga kerja di sektor tembakau sangat tergantung pada kebijakan pemerintah terkait regulasi cukai dan aturan kesehatan yang baru. Sudarto mengingatkan bahwa lebih dari 147.000 pekerja tembakau yang tergabung dalam RTMM akan terdampak secara langsung oleh kebijakan ini.

    Ronny Bako, Pengamat Perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH), mengatakan bahwa peningkatan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dapat mengecilkan target penerimaan negara tanpa menurunkan prevalensi perokok. Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan strategi pengawasan yang lebih ketat terhadap konsumsi rokok ilegal sebagai alternatif untuk mengimbangi kebijakan cukai yang lebih rendah.

    "Sikap bijak dari pemerintah diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kebijakan fiskal dan perlindungan industri dalam negeri, serta memastikan keberlanjutan ekonomi mikro di sektor tembakau," pungkas Ronny.

    Dengan berbagai pendapat dan usulan dari para pemangku kepentingan, diharapkan pemerintah dapat mengambil langkah yang tepat dan berkelanjutan dalam merumuskan kebijakan fiskal yang memperhatikan semua aspek yang terlibat, dari penerimaan negara hingga kesejahteraan masyarakat luas.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79