KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah mencatatkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat pada awal perdagangan Kamis, 5 Desember 2024. Rupiah dibuka menguat 20 poin atau 0,13 persen ke level Rp15.904 per dolar AS.
Penguatan kurs rupiah terhadap dolar didorong oleh meningkatnya peluang pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan ini.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro, mencatat bahwa probabilitas pemotongan suku bunga acuan Fed sebesar 25 basis poin pada Desember kini meningkat menjadi 75,5 persen, naik signifikan dari 53 persen dari minggu sebelumnya.
Faktor pendorong utama ekspektasi ini adalah data ekonomi AS yang lebih lemah dari perkiraan. Indeks PMI Jasa ISM untuk November turun menjadi 52,1 dari 56 pada Oktober, di bawah proyeksi pasar sebesar 55,5. Pelemahan ini menandakan melambatnya momentum di sektor jasa yang sebelumnya menjadi salah satu pilar kekuatan ekonomi AS.
Selain itu, data ADP menunjukkan penambahan 146.000 pekerjaan di sektor swasta AS pada November, sedikit di bawah perkiraan 150.000. Meskipun demikian, angka ini tetap mencerminkan ketahanan pasar tenaga kerja AS di tengah tekanan inflasi yang terus berlanjut.
Fokus investor kini tertuju pada laporan pekerjaan yang akan dirilis pada hari Jumat, yang diharapkan memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter The Fed. Di tengah perlambatan data ekonomi tersebut, Kepala The Fed Jerome Powell sebelumnya menegaskan bahwa bank sentral akan terus mengarahkan kebijakan menuju tingkat netral.
Powell menekankan bahwa meskipun ekonomi AS tetap solid, The Fed tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga secara agresif, mengingat tekanan inflasi yang belum sepenuhnya mereda.
Di sisi lain, kinerja sektor teknologi di AS terus mencerminkan ketahanan ekonomi. Laporan laba perusahaan-perusahaan teknologi besar menunjukkan hasil yang menggembirakan, menandakan bahwa sektor ini masih menjadi motor utama pertumbuhan di tengah berbagai tantangan ekonomi global.
Penguatan rupiah juga sejalan dengan harapan stabilitas pasar keuangan global, terutama jika The Fed benar-benar mengambil langkah pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Dengan potensi ini, sentimen positif terhadap mata uang emerging markets, termasuk rupiah, diperkirakan akan terus meningkat, memberikan ruang bagi Indonesia untuk memperkuat posisi ekonominya di tengah dinamika global yang terus berkembang.
Janji Intervensi Bank Indonesia
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan kesiapan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing guna menstabilkan nilai tukar rupiah, yang baru-baru ini melemah menuju level psikologis Rp16.000 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset BI Edi Susianto, menjelaskan bahwa meskipun terjadi tekanan terhadap rupiah, BI akan terus hadir di pasar untuk menjaga kepercayaan pasar.
Meskipun rupiah telah menunjukkan pelemahan, BI merasa yakin bahwa fundamental rupiah masih lebih kuat dari level Rp16.000 per dolar AS. Bahkan, BI sudah melakukan intervensi di pasar pada bulan lalu untuk mendukung stabilitas mata uang.
Para pejabat bank sentral negara-negara Asia, termasuk Indonesia, kini terus berjaga-jaga di tengah kebangkitan dolar AS yang telah menekan mata uang regional, termasuk rupiah. Dolar yang menguat telah membuat nilai tukar rupiah diperkirakan akan mengalami penurunan sekitar 5 persen selama kuartal ini, yang menambah tantangan bagi ekonomi Indonesia.
Deorang ahli strategi valuta asing di Malayan Banking Bhd, Singapura Alan Lau, menyatakan bahwa pihak berwenang di Asia, termasuk Indonesia, berusaha keras untuk mencegah volatilitas rupiah yang berlebihan, mengingat situasi global yang kurang bersahabat.
Sementara itu, meskipun ada pelemahan musiman dolar pada bulan Desember, Lau memperingatkan bahwa tekanan terhadap mata uang asing Asia, termasuk rupiah, kemungkinan akan terus berlanjut, mengingat kekhawatiran investor terhadap kondisi makroekonomi global yang masih berisiko.
Arus keluar dana dari pasar saham Indonesia turut menambah tekanan terhadap rupiah. Pada kuartal ini, investor telah menarik dana sekitar USD1,7 miliar dari bursa saham Indonesia, yang semakin memperburuk sentimen pasar terhadap mata uang lokal.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya pada rapat bulan Desember meskipun inflasi Indonesia masih berada dalam kisaran target bank sentral. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gubernur BI, Perry Warjiyo, yang pekan lalu menegaskan bahwa menjaga kestabilan rupiah menjadi fokus utama BI saat ini.
Menurut ekonom Tamara Henson, meskipun inflasi Indonesia berada pada tingkat yang rendah, hal itu belum cukup meyakinkan BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut.
Stabilitas rupiah, di sisi lain, menjadi prioritas utama bank sentral, yang telah memberikan sinyal bahwa mereka akan melakukan jeda dalam siklus penurunan suku bunga. Keputusan ini mencerminkan upaya BI untuk memastikan nilai tukar rupiah tetap stabil dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang sedang berlangsung.
Dengan demikian, meskipun tantangan global dan arus keluar modal memberikan tekanan pada rupiah, langkah-langkah yang diambil oleh BI menunjukkan komitmen untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan ekonomi Indonesia.
Keputusan untuk tidak terburu-buru menurunkan suku bunga serta kesiapan untuk melakukan intervensi di pasar menjadi sinyal penting bahwa BI tetap fokus pada tujuan jangka panjangnya, yakni stabilitas moneter dan ekonomi yang berkelanjutan.(*)