KABARBURSA.COM – Nilai tukar rupiah diproyeksikan bergerak fluktuatif dengan potensi pelemahan dalam rentang Rp16.130 hingga Rp16.200 per USD pada perdagangan hari ini, Rabu, 8 Januari 2025.
Analis Pasar Uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Menurut Ibrahim Assuaibi, mengatakan pergerakan rupiah masih akan dipengaruhi oleh sentimen global yang beragam. “Rupiah diperkirakan akan ditutup melemah di rentang Rp16.130 hingga Rp16.200 per USD,” ujar Ibrahim dalam analisis hariannya, kemarin.
Ia menambahkan, penguatan dolar AS didukung oleh pernyataan hawkish dari Gubernur The Fed Lisa Cook yang mengindikasikan bahwa penurunan suku bunga belum akan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini membuat pelaku pasar kembali mencari aset safe haven seperti dolar AS.
Selain itu, ketidakpastian perihal kebijakan tarif impor dari pemerintahan Trump terus menambah volatilitas di pasar. Meski demikian, Ibrahim tetap optimistis bahwa dukungan dari fundamental ekonomi domestik, seperti keanggotaan Indonesia di BRICS, bisa memberikan sentimen positif bagi rupiah ke depannya.
Sentimen Domestik
Di sisi domestik, tren dedolarisasi yang menjadi agenda BRICS dinilai Ibrahim akan berlangsung secara bertahap dan memberi efek positif pada stabilitas ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. “Keanggotaan ini membuka peluang kerja sama yang lebih luas, mulai dari teknologi, ketahanan pangan, hingga mitigasi perubahan iklim,” katanya.
Namun, untuk jangka pendek, pelaku pasar diimbau tetap berhati-hati terhadap potensi fluktuasi, terutama menjelang rilis data ekonomi AS yang bisa memengaruhi pergerakan kurs.
Dolar Perkasa, Data Ekonomi AS Ubah Narasi Pasar
[caption id="attachment_49977" align="alignnone" width="1724"] Uang rupiah dan dolar. (Foto: Abbas Sandji/Kabar Bursa)[/caption]
Nilai dolar AS kembali perkasa pada Rabu, 8 Januari 2025. Sementara itu, yen Jepang terpuruk mendekati level yang sempat memicu intervensi pemerintah tahun lalu. Data ekonomi AS yang positif memicu lonjakan imbal hasil obligasi dan meredam ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dalam waktu dekat.
Dilansir dari Reuters, Yen sempat menyentuh level 158,42 per USD semalam, terlemah dalam hampir enam bulan terakhir, sebelum stabil di angka 158,15. Menteri Keuangan Jepang, Katsunobu Kato, sebelumnya memperingatkan agar pelaku pasar tidak melakukan spekulasi berlebihan terhadap yen, mengingat nilai tukar mendekati level 160 yang setengah tahun lalu memicu aksi jual dolar oleh pemerintah Jepang.
“Secara teknis, level ini adalah resistansi penting,” ujar Manajer Cabang State Street Tokyo, Bart Wakabayashi. “Data AS yang kuat mendorong kenaikan imbal hasil obligasi dan menunda harapan pemotongan suku bunga The Fed hingga pertengahan tahun atau bahkan lebih lama.”
Euro tergelincir 0,5 persen dan diperdagangkan di USD1,0345 (sekitar Rp16.552). Poundsterling juga melemah dan berada di level USD1,2478 (sekitar Rp19.964). Sementara itu, yuan Tiongkok diperkirakan akan memulai sesi perdagangan onshore dalam tekanan setelah menyentuh level terendah 16 bulan awal pekan ini.
Para trader juga mewaspadai data ketenagakerjaan AS yang akan dirilis Jumat mendatang serta pelantikan Donald Trump pada 20 Januari. Trump diprediksi akan memulai periode kedua kepresidenannya dengan serangkaian kebijakan baru dan perintah eksekutif.
Data terbaru menunjukkan jumlah lowongan kerja di AS naik tak terduga pada November, sementara tingkat PHK tetap rendah. Aktivitas sektor jasa juga meningkat pada Desember, dengan indeks harga input mencapai level tertinggi dalam dua tahun—sinyal bahwa inflasi mungkin kembali memanas.
Pasar obligasi merespons dengan lonjakan imbal hasil surat utang bertenor 10 tahun yang naik lebih dari 8 basis poin menjadi 4,699 persen, level tertinggi dalam delapan bulan. Sementara itu, imbal hasil obligasi 30 tahun naik 7,4 basis poin dan hanya terpaut kurang dari 9 basis poin untuk menembus 5 persen.
Dolar Kuat, Mata Uang Pasifik Tertekan
Data LSEG menunjukkan pasar hanya memperhitungkan penurunan suku bunga sebesar 37 basis poin sepanjang tahun ini. Dolar yang makin kuat membuat mata uang Australia dan Selandia Baru terjun ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Selandia Baru bahkan resmi masuk resesi, dengan kiwi berada di level USD0,5636 (sekitar Rp9.018), mendekati level terendah dua tahun di USD0,5588. Sementara itu, dolar Australia yang melemah 9,2 persen sepanjang 2024 diperdagangkan di USD0,6228 (sekitar Rp9.965), mendekati level terendah 2022 di USD0,6170.
Laporan inflasi bulanan Australia menunjukkan indeks harga konsumen utama naik tipis pada November, namun penurunan inflasi inti memperkuat argumen untuk pemotongan suku bunga lebih lanjut.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.