KABARBURSA.COM - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyatakan bahwa pelemahan rupiah hingga ke level Rp 16.400-an per dolar AS sangat tidak kondusif bagi para pelaku usaha di Indonesia. Menurutnya, kurs rupiah di level Rp 16.000 per dolar AS sudah sangat mendongkrak biaya produksi dan operasional industri dalam negeri menjadi semakin mahal.
Level rupiah saat ini dianggap tidak terjangkau dan tidak kompetitif untuk pertumbuhan industri manufaktur, termasuk sektor industri yang berorientasi ekspor.
"Kenaikan biaya bisnis ini tidak hanya terbatas pada beban impor bahan baku atau penolong, tetapi juga mencakup komponen beban usaha lain seperti logistik atau transportasi, beban finansial, dan lainnya. Hal ini akan berdampak pada risiko penurunan kinerja usaha, penurunan potensi penciptaan lapangan kerja, kenaikan risiko kredit macet (NPL), dan penurunan kapasitas produksi," ungkap Shinta pada Rabu, 19 Juni 2024.
Pelemahan rupiah juga berpotensi memberikan dampak negatif terhadap realisasi investasi di industri manufaktur. Ada risiko peningkatan volatilitas atau spekulasi pasar keuangan yang cenderung memberi tekanan terhadap stabilitas makro ekonomi nasional.
Selain itu, pasar domestik dikhawatirkan semakin lesu dengan konsumen produk manufaktur yang cenderung menahan diri jika pelemahan rupiah terus terjadi.
Apindo sangat berharap pemerintah terus berupaya melakukan berbagai intervensi kebijakan yang diperlukan untuk menciptakan stabilitas dan penguatan nilai tukar rupiah.
"Memang upaya tersebut tidak mudah karena pelemahan nilai tukar ini terjadi akibat kondisi eksternal yang di luar kendali kita. Namun, saat ini depresiasi rupiah adalah yang ketiga terdalam di Asia Tenggara secara year to date (ytd)," jelas Shinta.
Oleh karena itu, pelemahan rupiah harus diwaspadai dan segera diatasi untuk mencegah tergerusnya ekspor dan realisasi investasi Indonesia. Kedua hal tersebut dinilai Apindo memiliki kontribusi signifikan terhadap stabilitas makro ekonomi, industrialisasi, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi secara keseluruhan.
Pernyataan ini menekankan pentingnya langkah-langkah strategis pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, yang berdampak langsung pada biaya operasional dan daya saing industri dalam negeri serta stabilitas ekonomi nasional.
0000
Rupiah diperkirakan akan tetap berfluktuasi pekan ini mengingat kuatnya indeks dolar Amerika Serikat (AS).
Di pekan ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi pergerakan rupiah yang tengah tertekan.
Menurut data Refinitiv, pada Jumat, 14 Juni 2024, nilai tukar rupiah ditutup pada Rp16.395 per dolar AS, melemah signifikan sebesar 0,80 persen dalam sehari dan mencapai level terendah sejak April 2020, saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia.
Pergerakan Rupiah
Sepanjang pekan lalu, rupiah hanya menguat satu hari, yaitu pada Kamis, sementara sisanya mengalami penurunan terus-menerus di hadapan dolar AS.
Indeks dolar AS (DXY) yang bertahan kuat di atas 105 menjadi salah satu faktor utama yang membuat rupiah sulit menguat akhir-akhir ini.
Pada Selasa, 18 Juni 2024 pukul 18.00 WIB, DXY tercatat naik 0,17 persen dalam sehari dan berada di posisi 105,50.
Di pasar non-deliverable forward, nilai tukar rupiah bahkan sudah menembus level Rp16.400 per dolar AS dalam dua hari awal pekan ini (17-18 Juni 2024), meskipun pasar keuangan libur memperingati Hari Raya Iduladha.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh sentimen pasar terhadap kondisi ekonomi AS yang terus membaik. Hal ini menyebabkan investor fokus pada tekanan inflasi di AS, yang masih sulit turun, sehingga Bank Sentral AS, The Federal Reserve, enggan menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate.
“Perekonomian AS terus membaik, pertumbuhannya bagus,” kata Airlangga, Jumat, 14 Juni 2024.
Di dalam negeri, meskipun tidak banyak faktor yang memperburuk rupiah, masih ada beberapa hal yang memberikan tekanan, seperti musim haji, repatriasi dividen, serta kebijakan Presiden terpilih Prabowo yang dinilai terlalu ekspansif.
Kebijakan Fiskal Prabowo
Fithra Faisal Hastiadi, Economic Adviser PT Samuel Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa rencana kebijakan fiskal Prabowo yang sangat ekspansif juga turut melemahkan rupiah.
“Fiskal kita cenderung berlebihan. Rencana fiskal Pak Prabowo sangat ekspansif,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa rencana kebijakan fiskal yang ekspansif tersebut tercermin dari rancangan defisit anggaran yang melebar serta peningkatan rasio utang ke depan.
Dalam rancangan awal APBN 2025, defisit dipatok antara 2,45-2,82 persen dari PDB, dan rasio utang dirancang pada kisaran 37,98 persen hingga 38,71 persen.
“Jika kebijakan ini diterapkan, lima tahun ke depan rasio utang terhadap PDB bisa mencapai 47 persen, mendekati 50 persen,” imbuhnya.
Namun, potensi peningkatan rasio utang tersebut hanya dianggap sebagai rumor.
Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono, menegaskan bahwa Prabowo sebagai Presiden terpilih RI 2024-2029 tidak akan menambah utang negara hingga 50 persen dari PDB. Menurutnya, hal itu hanya rumor belaka dan Prabowo akan mematuhi batasan hukum terkait ukuran-ukuran fiskal.
Dia menegaskan, Tim Prabowo belum membahas target utang terhadap PDB karena bukan merupakan rencana kebijakan formal.
“Penting untuk dicatat bahwa itulah mengapa Prabowo dan tim formalnya berbicara tentang kehati-hatian fiskal, karena hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut,” kata Thomas dalam keterangan resminya, Selasa, 18 Juni 2024.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.