Logo
>

Saat Bank Sideways, Konsumer Siap Melaju

Di tengah momentum pembagian dividen terutama saham-saham perbankan, research analyst Lotus Andalan Sekuritas, Muhammad Thoriq Fadilla lebih merekomendasikan saham konsumer untuk diserok.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Saat Bank Sideways, Konsumer Siap Melaju
Layar utama Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di main hall Bursa Efek Indonesia (BEI). (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas, Muhammad Thoriq Fadilla, menilai bahwa sektor konsumer saat ini lebih menarik dibanding sektor perbankan, baik dari sisi teknikal maupun kondisi makroekonomi terkini.

    Thoriq menyampaikan bahwa tekanan terhadap saham-saham bank besar membuat investor perlu lebih selektif, dan justru membuka peluang untuk rotasi sektor ke saham-saham berbasis konsumsi domestik.

    “Kalau dari sisi pergerakan indeks sektoral, sektor konsumer sudah mulai terlihat ada potensi breakout dari konsolidasi jangka menengah. Sementara finance masih ketahan dan cenderung sideways,” ungkapnya dalam wawancara eksklusif di program Bursa Pagi-Pagi, Kamis, 10 April 2025.

    Ia menjelaskan bahwa secara teknikal, indeks sektor konsumer telah beberapa kali mengetes level resistance dan perlahan mulai mengkonfirmasi pola kenaikan yang sehat, terutama sejak Maret 2025. Sebaliknya, sektor perbankan masih belum mampu menembus area resistance penting karena tekanan global yang belum mereda.

    Menurut Thoriq, tekanan terhadap sektor keuangan berkaitan erat dengan dinamika global, khususnya ekspektasi suku bunga di Amerika Serikat yang masih sulit diprediksi. Yield US Treasury masih tinggi, membuat investor asing melakukan aksi keluar (capital outflow) dari saham-saham big caps, terutama bank-bank besar. 

    “Di tengah kondisi kayak sekarang, sektor perbankan lebih rentan karena sangat sensitif terhadap perubahan arah kebijakan suku bunga. Sentimen dari The Fed juga belum jelas, dan itu bikin sektor ini agak ‘tanggung’ untuk entry,” ucap dia.

    Thoriq menambahkan bahwa dalam situasi ekonomi seperti saat ini, sektor konsumer justru terlihat lebih resilien. Dengan inflasi domestik yang relatif terkendali dan potensi kenaikan upah minimum tahun ini, daya beli masyarakat diperkirakan akan tetap terjaga.

    Menurut dia sektor perbankan saat ini cenderung bergerak sideways karena pasar sudah mulai mengantisipasi pembagian dividen dari emiten-emiten besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Katalis dividen tersebut sudah mulai dihargai oleh pasar, sehingga ruang kenaikan harga saham perbankan dalam jangka pendek menjadi terbatas. 

    BBCA telah mengumumkan pembagian dividen tunai untuk tahun buku 2024 sebesar Rp300 per saham. Jumlah ini mencakup dividen interim yang telah dibayarkan sebesar Rp50 per saham, sehingga sisa dividen yang akan dibagikan adalah Rp250 per saham. 

    Dengan total saham beredar sebanyak 123,28 miliar lembar, total dividen yang dibagikan mencapai Rp36,98 triliun. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) BBCA mencapai 67,4 persen dari laba bersih tahun 2024 yang sebesar Rp54,8 triliun.

    BBRI juga menunjukkan kinerja yang solid dengan membagikan dividen interim sebesar Rp135 per saham pada Januari 2025, meningkat 60,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Total dividen interim yang dibagikan mencapai Rp20,46 triliun. Hingga akhir triwulan III 2024, BRI mencatat laba bersih konsolidasian sebesar Rp45,36 triliun, dengan penyaluran kredit mencapai Rp1.353,36 triliun, tumbuh 8,21 persen secara year on year (yoy). ​

    Sementara itu, BMRI memiliki riwayat pembagian dividen yang konsisten. Pada Maret 2024, BMRI membagikan dividen sebesar Rp353,96 per saham, dengan yield mencapai 7,66 persen. Rasio pembayaran dividen BMRI adalah 59,22 persen, menunjukkan komitmen bank dalam memberikan nilai tambah kepada para pemegang saham.

    Di sisi lain, sektor konsumer mulai menunjukkan sinyal teknikal yang positif, seperti pola breakout pada beberapa saham unggulan, yang membuatnya lebih menarik untuk dikoleksi dalam kondisi ekonomi yang masih menyesuaikan dengan tren suku bunga tinggi dan tekanan konsumsi rumah tangga.

    “Sektor konsumer lebih defensif, punya eksposur besar ke belanja rumah tangga, dan lebih tahan terhadap tekanan suku bunga. Bahkan ketika suku bunga naik, konsumsi kebutuhan dasar tetap jalan,” katanya.

    Ia juga menilai bahwa tekanan margin yang saat ini dialami sektor perbankan tidak terjadi di sektor konsumsi. Emiten-emiten consumer goods besar seperti PT Indofood CBP  Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dinilai masih mampu menjaga profitabilitas mereka.

    ICBP dinilai punya kekuatan dari sisi pricing power, mereka bisa menaikkan harga tanpa kehilangan volume. MYOR juga mulai ekspansi ke ekspor lagi. KLBF kuat di cashflow, dan permintaan untuk produk farmasi dan nutrisi tetap solid. Ketiganya memainkan peran penting dalam mempertahankan daya tarik sektor konsumsi di mata investor, dengan strategi bisnis yang mampu beradaptasi terhadap perubahan biaya dan pola konsumsi. 

    Secara lebih mendalam, ICBP menegaskan dominasinya lewat kekuatan pricing power yang solid. Di tengah inflasi dan kenaikan biaya bahan baku, perusahaan tetap mampu menaikkan harga tanpa kehilangan volume penjualan. Hasilnya, pada tahun 2023, ICBP mencatat penjualan bersih Rp67,91 triliun, naik 5 persen dari tahun sebelumnya, dengan margin operasi membaik menjadi 21,2 persen. Kinerja terus berlanjut pada paruh pertama 2024, dengan penjualan naik 7 persen menjadi Rp36,96 triliun dan laba inti tumbuh 20 persen ke Rp5,62 triliun. Strategi defensif seperti ini menjadi penopang kuat di tengah volatilitas ekonomi.

    Sementara itu, MYOR menunjukkan taringnya lewat ekspansi agresif ke pasar internasional. Setelah sukses menggarap pasar tradisional, Mayora kini menyasar pasar-pasar baru seperti Uzbekistan, Maroko, dan Bangladesh. Pada paruh pertama 2024, MYOR membukukan kenaikan laba bersih hampir 41 persen menjadi Rp1,71 triliun, didorong oleh penjualan ekspor yang mencapai Rp6,58 triliun. Meski pada akhir tahun laba bersihnya turun 6 persen akibat lonjakan harga pokok penjualan, arah ekspansi global menunjukkan positioning MYOR sebagai pemain global yang semakin matang.

    Di tengah gejolak ekonomi dan tekanan margin yang membebani banyak sektor lain, KLBF justru tampil konsisten menjaga profitabilitas. Pada tahun 2024, perusahaan mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp32,63 triliun, tumbuh 7,16 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, laba bersih naik signifikan sebesar 17,13 persen menjadi Rp3,24 triliun, menunjukkan manajemen yang cakap dalam mengendalikan biaya sekaligus menangkap peluang pasar.

    Dari sisi valuasi, saham-saham konsumer menurutnya juga relatif menarik setelah terkoreksi sepanjang 2023 dan sempat sideways di awal 2024. Thoriq melihat potensi upside yang sehat jika momentum teknikal ini berlanjut dalam dua kuartal ke depan. “Secara historis, sektor konsumer mulai ngegas duluan ketika market mulai pricing-in stabilnya suku bunga. Dan sekarang sinyal ke arah sana mulai muncul,” ujar dia.

    Sementara itu, untuk sektor perbankan, Thoriq memilih untuk bersikap netral. Ia menyarankan investor agar tidak agresif masuk ke saham bank besar, kecuali jika ada katalis positif yang jelas seperti penurunan suku bunga acuan atau percepatan penyaluran kredit. 

    “Bank besar saat ini valuasinya udah cukup mahal, dan kalau NIM tertekan sementara pertumbuhan kredit enggak maksimal, itu jadi beban. Saya lebih prefer bank digital atau second liner yang punya story pertumbuhan,” ujarnya.

    Sebagai strategi, Thoriq merekomendasikan investor untuk fokus pada emiten konsumer dengan brand kuat, distribusi luas, dan margin yang stabil. Menurutnya, momentum teknikal saat ini bisa dimanfaatkan sebagai entry point bagi investor jangka menengah yang ingin masuk ke sektor-sektor defensif dengan potensi upside teknikal dan fundamental yang seimbang. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".