Logo
>

Saham Asuransi Tertekan Regulasi Baru OJK: Masih Sepi Peminat

Aturan baru ini memuat berbagai ketentuan teknis terkait produk, premi, serta layanan asuransi kesehatan.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Saham Asuransi Tertekan Regulasi Baru OJK: Masih Sepi Peminat
Ilustrasi saham asuransi. (Foto: Adobe Stock)

KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7/SEOJK.05/2025 yang mengatur penyelenggaraan asuransi kesehatan di Indonesia. Regulasi ini dibuat untuk memperbaiki tata kelola dan meningkatkan kualitas layanan produk asuransi kesehatan komersial di Tanah Air.

Aturan baru ini memuat berbagai ketentuan teknis terkait produk, premi, serta layanan asuransi kesehatan. Ketentuan ini berlaku bagi seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi yang menyediakan produk asuransi kesehatan, baik yang berbasis konvensional maupun syariah.

Seiring dengan berlakunya regulasi ini, sejumlah perusahaan asuransi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki eksposur bisnis di sektor kesehatan. Berikut adalah daftar 20 emiten asuransi di BEI beserta fokus layanan kesehatan masing-masing:

  • LIFE – Sinarmas MSIG Life: fokus pada bancassurance dan asuransi kesehatan individu.
  • JMAS – Jasa Mitra Abadi Syariah: menawarkan produk asuransi syariah termasuk layanan kesehatan.
  • ASMI – Maximus Graha Persada: sebelumnya memiliki portofolio kesehatan, kini sedang melakukan penataan ulang bisnis.
  • AMAG – Multi Artha Guna: menyediakan asuransi kesehatan untuk korporasi dan individu.
  • TUGU – Tugu Pratama Indonesia: layanan kesehatan korporat khusus untuk entitas BUMN.
  • MREI – Maskapai Reasuransi Indonesia: berperan sebagai reasuransi untuk produk kesehatan dari perusahaan lain.
  • AHAP – Harta Aman Pratama: produk kesehatan sebagai pelengkap, bukan fokus utama.
  • ASBI – Bina Dana Arta: menawarkan asuransi umum, lini kesehatan belum dominan.
  • ASDM – Dayin Mitra: fokus pada asuransi umum dengan layanan kesehatan sebagai tambahan.
  • ASGR – Astra Graphia: tidak menjual asuransi langsung, tapi berafiliasi dengan Astra Life.
  • ASJT – Jasa Tania: produk kesehatan tersedia tapi kontribusinya belum besar.
  • ASRM – Asuransi Ramayana: fokus utama di asuransi kendaraan, produk kesehatan masih berkembang.
  • ASWN – Wahana Tata: memiliki layanan kesehatan tapi bukan inti bisnis.
  • BTEK – Bumi Teknokultura: dulunya aktif di sektor keuangan, kini tidak lagi fokus di bidang asuransi.
  • HITS – Humpuss Intermoda: terhubung dengan Humpuss Life yang bergerak di asuransi.
  • INDR – Indo-Rama Synthetics: menyediakan proteksi kesehatan internal untuk karyawan, tidak berorientasi pasar umum.
  • LPGI – Lippo General Insurance: aktif di asuransi kesehatan, didukung oleh jaringan rumah sakit Siloam.
  • PNIN – Panin Insurance: produk kesehatan tersedia dengan fokus konservatif dan stabil.
  • PNLF – Panin Financial: induk dari Panin Dai-ichi Life yang bergerak di asuransi jiwa dan kesehatan.
  • KREN – Kresna Graha Investama: pernah mengembangkan asuransi digital, saat ini dalam tahap restrukturisasi.

Dengan adanya aturan baru ini, para emiten asuransi di BEI mendapat kesempatan untuk menyesuaikan layanan dan model bisnis mereka agar sesuai dengan ketentuan terbaru. 

Dalam beberapa waktu ke depan, kinerja dan strategi perusahaan akan mencerminkan bagaimana mereka mengadaptasi regulasi tersebut dalam operasional sehari-hari.

Namun, menurut Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, saat ini saham-saham sektor asuransi belum menjadi pilihan untuk investasi jangka panjang karena masalah likuiditas.

“Saham-saham berbasis insurance kurang likuid.... not rated,” ujar Nafan kepada KabarBursa.com, Senin 9 Juni 2025.

Likuiditas Seret Saham Asuransi

Di tengah geliat sektor perbankan dan teknologi yang kian diminati investor, saham-saham sektor asuransi justru belum banyak dilirik sebagai pilihan investasi jangka panjang. Penyebab utamanya sederhana, namun krusial: likuiditas yang masih rendah.

Sejumlah saham emiten asuransi seperti ABDA, AMAG, hingga ASRM memang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), tapi aktivitas perdagangannya tergolong sepi. 

Volume harian rendah, spread harga lebar, dan aksi korporasi yang minim membuat investor, terutama institusi, enggan masuk lebih dalam. Pasalnya, sebaik apapun prospek bisnisnya, investor tetap butuh pintu keluar yang likuid saat ingin melakukan divestasi.

Masalah ini bukan hanya perkara teknis, tetapi juga berakar pada persepsi pasar. Sejauh ini, belum banyak emiten asuransi yang menunjukkan gebrakan signifikan, baik dari sisi pertumbuhan bisnis, inovasi digital, maupun transparansi laporan keuangan.

Kondisi ini semakin kompleks dengan munculnya aturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 yang mewajibkan penerapan sistem co-payment dalam asuransi kesehatan, menuai kritik tajam dari kalangan konsumen. 

Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menyebut kebijakan itu justru membebani pemegang polis dan memperlemah citra industri.

Sentimen negatif seperti ini, meski tidak selalu berdampak langsung pada neraca keuangan emiten, tetap mempengaruhi persepsi investor terhadap prospek jangka panjang sektor asuransi. Di saat pasar membutuhkan sinyal kepercayaan, sektor ini malah didera keraguan publik.

Faktor lain yang membuat sektor ini belum menarik adalah konsistensi laba dan pembagian dividen yang rendah. Hanya segelintir emiten yang mampu mencatatkan pertumbuhan berkelanjutan dan memberikan imbal hasil yang menarik bagi pemegang saham. 

Bagi investor jangka panjang, kepastian seperti ini menjadi pertimbangan utama.

Masih Ada Harapan, Tapi Butuh Waktu

Meski demikian, sektor asuransi tetap memiliki potensi. Rasio penetrasi asuransi di Indonesia masih jauh di bawah negara tetangga. Artinya, ruang tumbuh masih terbuka, terutama jika emiten mulai berbenah, baik dari sisi efisiensi operasional, pemanfaatan teknologi, hingga pembenahan manajemen risiko.

Namun sebelum itu terjadi, pasar tampaknya masih akan bersikap hati-hati. Selama masalah likuiditas belum teratasi dan sentimen publik belum pulih, saham-saham asuransi akan tetap menjadi pilihan sampingan, bukan utama, bagi para investor yang mencari ketahanan dan kepastian jangka panjang.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.