KABARBURSA.COM - Pergerakan saham bank LQ45, yakni BBCA, BBNI, dan BMRI, menunjukkan tren positif pada penutupan perdagangan pekan ketiga Agustus 2024. Saham ketiga bank besar ini merespons sentimen pasar dengan kenaikan signifikan, terutama pada sesi perdagangan Jumat 16 Agustus 2024.
BMRI (Bank Mandiri (Persero) Tbk)
Saham BMRI mengalami penguatan yang stabil di akhir sesi perdagangan, menutup hari dengan nilai Rp 7.075 per saham. Dibandingkan dengan penutupan Kamis 15 Agustus 2024, saham BMRI naik sebesar 0,71 persen dari harga sebelumnya yang berada di angka Rp 7.025. Pada sesi pembukaan, saham ini sudah lebih tinggi di Rp 7.075.
Sepanjang perdagangan, BMRI mencapai titik tertinggi di Rp 7.125 dan terendah di Rp 7.025, menghasilkan kenaikan Rp 50 per saham dalam sehari. Selama seminggu terakhir (9 Agustus 2024), saham BMRI telah melonjak 3,28 persen dari Rp 6.850, dan jika ditelusuri sejak setahun yang lalu (16 Agustus 2023), kenaikan saham mencapai 21,98 persen dari Rp 5.800.
BEI mencatat, transaksi saham BMRI mencapai total Rp 454,80 miliar dengan volume transaksi sebanyak 642.664 lot. Saham ini mencatatkan laba bersih per saham (EPS) sebesar Rp 569 dengan rasio harga terhadap laba (PER) 12,35 kali dan rasio harga terhadap nilai buku (PBV) 2,58 kali.
BBNI (Bank Negara Indonesia Tbk)
Saham BBNI juga berakhir dengan penguatan tipis pada penutupan Jumat ini. Saham ini menguat sebesar 0,95 persen, ditutup pada Rp 5.300 per saham, naik dari Rp 5.250 pada penutupan hari sebelumnya (15/8). Pada pembukaan, saham ini langsung melonjak ke Rp 5.300.
Sepanjang perdagangan, saham BBNI mencapai titik tertinggi di Rp 5.350 dan terendah di Rp 5.275, memberikan tambahan Rp 50 per saham dalam satu sesi perdagangan. Sejak seminggu lalu (9 Agustus 2024), saham BBNI sudah meningkat 3,41 persen dari Rp 5.125. Namun, jika dibandingkan dengan setahun lalu (16 Agustus 2023), saham ini mengalami penurunan signifikan sebesar 41,76 persen dari harga Rp 9.100.
Total nilai transaksi BBNI mencapai Rp 178,40 miliar dengan volume sebanyak 336.049 lot. Saham ini mencatatkan EPS Rp 571, dengan rasio PER 9,19 kali dan rasio PBV 1,35 kali.
BBCA (Bank Central Asia Tbk)
BBCA menjadi salah satu saham bank dengan performa hampir menyentuh angka 1 persen pada penutupan pekan ini. Saham ini ditutup pada harga Rp 10.325 per saham, naik sebesar 0,98 persen dari Rp 10.225 pada hari sebelumnya 15 Agustus 2024. Di sesi pembukaan, BBCA sudah menunjukkan tren positif dengan harga Rp 10.300.
Selama perdagangan, saham BBCA bergerak di antara harga tertinggi Rp 10.325 dan terendah Rp 10.250, menghasilkan kenaikan sebesar Rp 100 per saham dalam satu hari perdagangan. Dalam seminggu terakhir (9 Agustus 2024), saham BBCA telah tumbuh 1,72 persen dari Rp 10.150. Jika dibandingkan dengan setahun lalu (16 Agustus 2023), saham ini mengalami kenaikan 11,02 persen dari Rp 9.300.
Transaksi saham BBCA tercatat sebesar Rp 419,60 miliar dengan volume sebanyak 407.314 lot. Saham ini mencatat EPS Rp 436 dengan rasio PER 23,45 kali dan rasio PBV 5,24 kali.
Saham sektor perbankan terus menarik perhatian para investor. Terutama saham-saham dengan kapitalisasi besar atau yang biasa disebut “big banks”, seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI.
Perbankan Penopang IHSG
Pergerakan saham perbankan sering kali menjadi motor penggerak IHSG. Lantas, apa yang membuat saham dari sektor ini begitu menggoda bagi investor? Berikut ulasan lengkapnya.
Industri perbankan Indonesia telah dimulai sejak era kolonial Belanda. Saat itu, De Bank van Leening didirikan oleh VOC untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan mereka di Nusantara.
Bank pemerintah pertama Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI), berdiri dengan sejarah yang tidak mulus. Operasional BRI sempat terhenti sementara waktu, sebelum kembali berjalan setelah perjanjian Renville.
Kini, industri perbankan tanah air berkembang pesat. Bank umum, baik BUMN maupun swasta, beroperasi dalam dua skema, yaitu konvensional dan syariah. Bank-bank ini memainkan peran vital dalam menopang perekonomian Indonesia, mulai dari menghimpun dana masyarakat hingga menyalurkan kredit serta menyediakan sistem pembayaran yang memudahkan transaksi.
Selain bank umum, ada juga bank sentral yang bertugas menjaga stabilitas nilai mata uang. Bank Indonesia, sebagai bank sentral, memiliki tanggung jawab penuh terhadap kestabilan Rupiah, meskipun tidak terlibat dalam aktivitas bisnis seperti bank umum.
Saham Paling Tahan Banting
Saham dari sektor perbankan dikenal memiliki daya tahan tinggi. Saat krisis melanda, sektor ini sering kali menjadi yang pertama bangkit. Dalam catatan historis, emiten perbankan selalu menampilkan kinerja yang solid, dengan pertumbuhan laba yang stabil dari tahun ke tahun.
Prospek saham perbankan di Indonesia tetap menjanjikan. Contohnya, pada tahun 2023, sektor ini menunjukkan performa yang solid berkat modal dan fundamental yang kuat.
Kinerja laba bersih yang cemerlang tentunya menarik perhatian investor, terutama dengan potensi dividen yang menggiurkan. Misalnya, Bank Jatim (BTJM) memberikan dividen yield mencapai 9,07 persen, dengan nilai dividen Rp 54,39 per saham. Kinerja saham bank besar seperti “big banks” pun hampir selalu mengesankan, menjadikannya incaran para investor.
Saham perbankan kerap direkomendasikan, terutama bagi investor pemula. Popularitas ini didukung oleh beberapa faktor utama:
- Pengaruh The Fed
The Fed, bank sentral Amerika Serikat, memiliki pengaruh besar terhadap sektor perbankan global, termasuk di Indonesia. Kebijakan moneter The Fed akan berdampak langsung pada keputusan Bank Indonesia. Contohnya, saat The Fed menaikkan suku bunga, Bank Indonesia biasanya mengikuti jejak tersebut.
- Histori Kinerja Positif
Sejarah panjang kinerja positif menjadi salah satu pendorong saham perbankan terus naik. Emiten perbankan di Indonesia terkenal baik dalam menjaga profil risiko mereka, meski menghadapi ketidakpastian global. Sektor ini terbukti tetap resiliensi sepanjang tahun 2023.
- Permintaan Tinggi
Saham perbankan bukan hanya menjadi favorit investor lokal, namun juga diminati investor asing. Tingginya permintaan ini membuat transaksi saham perbankan selalu ramai dengan nilai mencapai ratusan miliar hingga triliunan.
Risiko Investasi di Saham Perbankan
Sebagai investor cerdas, risiko tetap perlu diperhitungkan. Meski saham perbankan menawarkan prospek yang baik, sektor ini tetap menghadapi beberapa risiko:
- Siklusitas
Sektor perbankan bersifat siklis, artinya rentan terhadap resesi. Saat resesi, masyarakat cenderung menahan pengeluaran dan mengurangi penggunaan layanan perbankan.
- Risiko Kredit Bermasalah
Gagal bayar nasabah menjadi ancaman bagi bank, karena lembaga perbankan harus siap menanggung kerugian dari pinjaman yang tidak tertagih, terutama dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil.
- Risiko Suku Bunga
Bank mengandalkan spread suku bunga sebagai sumber pendapatan utama. Fluktuasi suku bunga acuan dapat mempengaruhi operasional bank secara keseluruhan.
Sektor perbankan memang menawarkan peluang yang menarik, terutama bagi investor yang mencari dividen besar dan stabilitas. Dengan sejarah panjang kinerja yang solid dan kemampuan manajemen risiko yang baik, saham bank masih menjadi pilihan investasi yang menjanjikan di pasar modal Indonesia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.